Kautahu, betapa berat hari-hari yang sekarang kulalui. Hari yang sepertinya harus aku biasakan agar menjadi terbiasa lalu menjadi kebiasaan. Hari tanpa teman terbaik di sisi.
Sebagai makhluk sosial, aku katakan sosial di sini dalam arti sebenar-benarnya aku yang tidak bisa bertahan dalam kesendirian, menjalani hari tanpa teman terbaik nyaris menjadi hari paling buruk.
Aku tak punya cara lain yang lebih bermartabat selain menuliskan sekelumit kegelisahanku ini. Aku menulisnya menggunakan ponselku, dalam kamar yang lampunya sudah kupadamkan karena waktu istirahat sudah tiba.
Aku merasa sedikit kewalahan akhir-akhir ini. Seperangkat tugas di tempat kerja, segudang kewajiban utama di rumah, dan seporsi hobi yang sangat ingin kutekuni dengan kesungguhanku yang paling sungguh.
Kadang aku berpikir, terlalu serakahkah aku ingin menggenggam semuanya. Ingin menjadi ibu yang sempurna, ingin menjadi pekerja yang profesional, ingin menjadi profesional juga dalam hobi.
Kadang aku lelah. Lelah di atas lelah yang takkan pernah bisa kaubayangkan. Kau lelaki. Kau takkan pernah bisa merasakan bagaimana lelah seorang perempuan. Dan kau tidak akan pernah bisa membayarnya dengan lunas.
Terlebih jika kaumku memilih peran ganda seperti aku.
Dunia ini terasa sangat kompleks dan kadang aku berpikir jangan-jangan waktu yang kami miliki kurang dari 24 jam sehari semalam. Malam terasa lebih pendek. Kadang siang terasa cepat.