Rabu, 23 Oktober 2013

Ragam Bahasa

04.14 0 Comments


RAGAM BAHASA INDONESIA

A.    Analisis Program Pelajaran
Sub Pokok Bahasan
Alokasi Waktu
Metode
Media
Minimal Standar
-          Ragam Lisan dan Ragam Tulisan
-          Ragam Baku dan Ragam Tidak Baku
-          Ragam Sosial dan Ragam Fungsional
  
-       Ceramah
-       Tanya jawab
-          Papan tulis
-          OHP
-          Kartu soal
-         Membedakan ragam lisan dan tulisan
-         Membedakan ragam baku dan ragam tidak baku
-         Membedakan ragam sosial dan fungsional

B.     Panduan Belajar
Sebelum masuk kemateri pokok, coba anda cermati hal berikut ini:
“Berapa nih?”
“Yang mana?”
“Hijau atau merah ya...., hijau saja”
“yang hijau duapuluh ribu, Bu”
           Dapatkah Anda membayangkan dan menebak topic pembicaraan mereka. Bandingkan dengan jawaban teman-teman sekeliling. Mengapa hal ini bisa terjadi? Penjelasan tentang hal ini akan Anda simak dalam pokok bahasan. Diakahir pembahasan jawablah soal latihan yang disediakan. Untuk praktikum lihat pada buku Dokumen III.




C.    Uraian Materi
1.      Ragam Lisan dan Ragam Tulisan
Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakaiannya ini dan bermacam-macam pula latar belakang penutumnya, mau tidak mau akan melahirkan sejumlah ragam bahasa. Adanya bermacam-macam ragam bahasa ini sesuai dengan fungsi, kedudukan, serta lingkungan yang berbeda-beda. Ragam bahasa ini pada pokoknya dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu ragam lisan dan ragam tulis.
Tidak bisa kita mungkiri, bahasa Indonesia ragam lisan sangat berbeda dengan bahasa Indonesia ragam tulis. Ada pendapat mengatakan bahwa ragam tulis adalah pengalihan ragam lisan ke dalam ragam tulis (huruf). Pendapat ini tidak dapat dibenarkan seratus persen sebab tidak semua ragam lisan dapat dituliskan; sebaiknya, tidak semua ragam tulis dapat dilisankan. Kaidah yang berlaku bagi ragam lisan belum tentu berlaku bagai ragam tulis.
Kedua ragam itu berbeda. Perbedaannya adalah sebagai berikut:
a.       Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara yang berada di depan pembicara, sedangkan ragam tulis tidak mengaharuskan adanya teman bicara berada di depan.
b.      Di dalam ragam lisan unsure-unsur fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan objek tidak selalu dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan. Hal ini disebabkan oleh bahasa yang digunakan itu dapat dibantu oleh gerak, mimic, pandangan, anggukan, atau intonasi.
c.       Ragam tulis perlu lebih terang dan lebih lengkap daripada ragam lisan. Fungsi-fungsi gramatikal harus nyata karena ragam tulis tidak mengharuskan orang kedua berada di depan pembicara. Kelengkapan ragam tulis itu. Contoh ragam tulis ialah tulisan-tulisan dalam buku, majalah, jalah, dan surat kabar.
d.      Ragam lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang dan waktu. Apa yang dibicarakan secara lisan di dalam sebuah ruang kuliah, hanya akan berarti dan berlaku untuk waktu itu saja. Apa yang diperbincangkan dalam suatu ruang diskusi susastra belum tentu dapat dimengerti oleh orang yang berada di luar ruang itu. Ragam tulis tidak terikat oleh situasi, kondisi, ruang, dan waktu. Suatu tulisan dalam sebuah buku yang ditulis oleh seorang penulis di Indonesia dapat dipahami oleh orang yang berada di Amerika atau Inggris. Sebuah buku yang ditulis pada tahun 1985 akan dapat dipahami dan dibaca oleh orang yang hidup tahun 2000 dan seterusnya. Hal itu dimungkinkan oleh kelengkapan unsur-unsur dalam ragam tulis.
e.       Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar, dan huruf miring.
2.      Ragam Baku dan Ragam tidak Baku
Pada dasarnya, ragam tulis dan ragam lisan terdiri pula atas ragam baku dan ragam tidak baku.
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma Bahasa dalam penggunaaannya ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh cirri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku.
Ragam baku itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a.       Kemantapan Dinamis
                  Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa. Kalau kata rasa dibubuhi awalan pe-, akan terbentuk kata perasa. Kata raba dibubuhi pe-, akan terbentuk kata peraba. Oleh karena itu, menurut kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi pe-, akan menjadi perajin, bukan pengrajin. Kalau kita berpegang pada sifat mantap, kata pengrajin tidak dapat kita terima. Bentuk-bentuk lepas tangan, lepas pantai, dan lepas landas merupakan contoh kemantapa kaidah bahasa baku.
                  Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Bahasa baku tidak menghendaki adanya bentuk mati. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang berlangganan dan took tempat langganan. Dalam hal ini, tokonya disebut langganan dan orang yang berlangganan itu disebut pelanggan.
b.      Cendekia
                  Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-tempat resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal ini dimungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan bahasa yang lebih banyak melalui jalur pendidikan formal (sekolah).
                  Di samping itu, ragam baku dapat dengan tepat memberrikan gamabaran apa yang ada dalam otak pembicara atau penulis. Selanjutnya, ragam baku dapat memberikan gambaran yang jelas dalam otak pendengar atau pembaca. Contoh kalimat yang tidak cendekia adalah sebagai berikut:
                  Rumah sang jutawan yang aneh akan dijual.
                  Frasa rumah sang jutawan yang aneh mengandung konsep ganda, yaitu rumahnya yang aneh atau sang jutawan yang aneh. Dengan demikian, kaliat itu tidak memberikan informasi yang jelas. Agar menjadi cendekia kalimat tersebut harus diperbaiki sebagai berikut:
1). Rumah aneh milik sang jutawan akan dijual.
2). Rumah milik sang jutawan aneh akan dijual.
c.       Seragam
      Ragam baku bersifat seragam. Pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses penyelengaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah pencarian titik-titik keseragaman. Pelayan kapal terbang dianjurkan untuk memakai istilah pramugara dan  pramugari. Andaikata ada orang yang mengusulkan bahwa pelayan kapal terbang disebut steward dan stewardes sampai dengan saat ini tidak disepakati untuk dipakai. Yang timbul dalam masyarakat ialah pramugara atau pramugari.
      Dalam kehidupan berbahasa, kita sudah mengenal ragam lisan dan ragam tulis, ragam baku dan ragam tidak baku. Oleh sebab itu, muncul ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainya. Pemerintah sekarrang mendahulukan ragam baku tulis secara nasional. Usaha itu dilakukan dengan menerbitkan dan menerbitkan masalah ejaan bahasa Indonesia, yang tercantum dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan. Demikian pula, pengadaan Pedoman Umum Pembentukan Istilah dan pengadaan Kamus Bahasa Indonesia merupakan pula usaha kea rah itu.
      Bagaimana dengan masalah ragam baku lisan? Ukuran dan nilai ragam baku lisan ini bergantung pada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam ucapan. Seseorang dapat terlalu menojol pengaruh logat atau dialek daerahnya.
3.      Ragam Sosial dan Ragam Fungsional
Baik ragam lisan maupun ragam tulis bahasa Indonesia ditandai pula oleh adanya ragam sosial, yaitu ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat. Ragam bahasa yang digunakan dalam keluarga atau persaabatan dua orang yang akrab dapat merupakan ragam sosial tersendiri. Selain itu, ragam sosial tidak jarang dihubungkan dengan tinggi atau rendahnya status kemasyarakatan lingkungan sosial yang bersangkutan. Dalam hal ini, ragam baku nasional dapat pula berfungsi sebagai ragam sosial yang tinggi, sedangkan ragam baku daerah atau sosial dengan nilai kemasyarakatan yang rendah.
Ragam fungsional, yang kadang-kadang disebut juga ragam profesional, adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertantu lainnya. Ragam fungsional juga dikaitka dengan keresmian keadaan pengunaannya. Dalam kenyataan, ragam fungsional menjelma sebagai bahasa Negara dan bahasa teknis keprofesian, seperti bahasa dalam lingkungan keilmuan/teknologi, kedokteran, dan keagamaan.
           
D.    Rangkuman
1.      Perbedaan ragam lisan dan ragam tulisan adalah sebagai berikut:
a.       Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan adanya teman bicara berada di depan.
b.      Di dalam ragam lisan unsure-unsur fungsi gramtikal tidak selalu dinyatakan.
c.       ragam tulis perlu lebih terang dan lebih lengkap daripada ragam lisan
d.      ragam lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang dan waktu. Ragam tulis tidak terikat oleh situasi, kondisi, ruang, dan waktu.
e.       Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar, dan huruf miring.
2.      Ragam baku adalah ragam yang dilembaga dan diakuai oleh sebagian besar warga masyarakat pemakaiannya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma Bahasa dalam penggunaannya.
3.      Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandaioleh cirri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku.
4.      Ragam sosial yaitu ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat.
5.      Ragam fungsional adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya. 
E.     Latihan Dan Evaluasi
1.      Apa perbedaan yang menonjol antara ragam lisan dan ragam tulis suatu bahasa?
2.      Coba Anda perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini. Cendekia atau tidakkah kalimat tersebut? Kalau kalimat itu tidak cendekia, coba Anda perbaiki kalimat itu.
a.       Sebelum bertindak, pemimpin bank yang terkenal itu mencoba melakukan pendekatan kekeluargaan.
b.      Ia menerima uang dari kami sebanyak dua puluh lima ribuan.    




BAB V

04.04 0 Comments


BAB V
SKALA PENGUKURAN DAN INSTRUMEN PENELITIAN
5.3.1 Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti perkuliahan Metodologi Penelitian inii diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan konsep dasar penelitian, menguraikan gambaran proses penelitian, membuat rancangan penelitian dan mempresentasikannya dengan baik dan benar.
5.3.2 Tujuan Instruksional Khusus
5.3 Skala Pengukuran
5.3.1  Macam-Macam Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam mengukur akan menghasilkan data kuantitatif. Sebagai contoh, misalnya timbangan emas sebagai instrument untuk mengukur berat emas, dibuat dengan skala mg dan akan menghasilkan data kuantitatif berat emas dalam satuan mg bila digunakan untuk mengukur, meteran sebagai instrument untuk mengukur panjang dibuat dengan skala mm, dan akan menghasilkan data kuantitatif panjang dengan satuan mm.
Dengan skala pengukuran ini, maka nilai variabel yang diukur dengan instrument tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga akan lebih akurat, efesien dan komunikatif. Misalnya berat emas 19 gram, berat besi 100 kg, suhu badan orang yang sehat 370 Celcius, IQ seseorang 150. Selanjutnya dalam pengukuran sikap, sikap sekelompok orang akan diketahui termasuk gradasi mana dari suatu skala sikap. Macam-macam skala pengukuran dapat berupa : skala nominal, skala ordinal, skala interval dan skala rasio, dari skala pengukuran itu akan diperoleh data nominal, ordinal, interval dan ratio.
Dari empat macam seperti yang telah dibicarakan, ternyata skala interval yang lebih banyak digunakan untuk mengukur fenomena/gejala sosial. Para ahli sosial membedakan dua tipe skala menurut fenomena sosial yang diukur, yaitu :
1.   Skala pengukuran untuk perilaku sosial dan kepribadian
2.   Skal pengukuran mengukur berbagai aspek budaya dan lingkungan sosial
Yang termasuk tipe yang pertama  adalah : skala sikap,  skala moral, test dan karakter dan partisipasi sosial. Yang termasuk tipe kedua  adalah skala untuk mengukur status sosial ekonomi, lembaga-lembaga sosial, kemasyarakatan (communities) dan kondisi kerumahtanggaan.
Pada dasarnya skala pengukuran dapat digunakan dalam berbagai bidang. Perbedaan terletak pada isi dan penekanannya. Para ahli psikologi lebih menekankan pada pengembangan instrument untuk mengukur perilaku manusia. Tetapi baik ahli sosiologi maupun psikologi, keduanya sama-sama menekankan pada pengukuran sikap yang menggunakan skala sikap.
Berbagai jenis skala yang dapat digunakan untuk mengukur fenomena sosial, dan dapat dianalisis menggunakan metode statistic adalah skala untuk mengukur intelegensi, kepribadian, sikap, status sosial, institusional (kelembagaan) dan berbagai tipe yang lainnya seperti : arbitrary scale, scale in which the item, scales values, scale constructed in accordance with “scale analysis” techniques device by Louis guttman and coworker, “projective test” in projective test’. Skala yang lain dapat merupakan penggabungan dari berbagai macam skala di atas (young dalam Sugiyono, 2005:107).
Berbagai skala yang dapat digunakan untuk penelitian administrator antara lain adalah :
1.      Skala likert
2.      Skala Guttman
3.      Ratting scale
4.      Semantic deferential
5.      Skala thurstone
Kelima jenis skala tersebut bila digunakan dalam pengukuran, akan mendapatkan data interval, atau rasio. Hal ini akan tergantung pada bidang yang akan diukur. Skala Thurstone tidak dibicarakan di sini.
1.      Skala likert
Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara sfesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.
Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indicator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain :
a.       Sangat setuju                     a.  Selalu
b.      Setuju                                b.  Sering
c.       Tidak setuju                      c.  Kadang-kadang
d.      Sangat tidak setuju           d.  Tidak pernah
a.       Sangat positif                    a.  sangat baik
b.      Positif                                b.  baik
c.       Negatif                              c.  tidak baik
d.      Sangat  negatif                  d.  sangat tidak baik
untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor, misalnya :
1.      Setuju/selalu/sangat positif diberi skor                             5
2.      Setuju/sering/positif diberi skor                                        4
3.      Ragu-ragu/kadang-kadang/netral diberi skor                    3
4.      Tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif diberi skor       2
5.      Sangat tidak setuju/tidak pernah/diberi skor                    1
Instrument penelitian yang menggunakan skala likert dapat dibuat dalam bentuk : check list ataupun pilihan ganda.
a.       Contoh bentuk check list
Berilah jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda dengan cara memberi tanda ( v ) pada kolom yang tersedia.
No
Pertanyaan
Jawaban
SS
ST
RG
TS
STS
1

2
Prosedur kerja yang baru itu akan segera diterapkan diperusaan anda
……………………………………



v



S          = sangat setuju            diberi skor       5
ST        = setuju                       diberi skor       4
RG      = ragu-ragu                  diberi skor       3
TS        = tidak setuju              diberi skor       2
TS        = tidak setuju              diberi skor       1
Kemudian dengan teknik pengumpulan data angket, maka instrument tersebut misalnya diberikan kepada 100 orang karyawan yang diambil secara random. Dari 100 orang pegawai setelah dilakukan analisis misalnya :
25        orang menjawab          SS
40        orang menjawab          ST
5          orang menjawab          RG
30        orang menjawab          TS
10        orang menjawab          TS
Berdasarkan data tersebut 65 orang (40+25) atau 65 % karyawan menjawab setuju dan sangat setuju. Jadi kesimpulannya mayoritas karyawan setuju dengan adanya metode kerja baru.
Data interval tersebut juga dapat dianalisis dengan menghitung rata-rata jawaban berdasarkan skroring setiap jawaban dari responden. Berdasarkan skor yang telah ditetapkan dapat dihitung sebagai berikut :
Jumlah skor 25 orang yang menjawab SS       = 25 x 5           = 125
Jumlah skor 40 orang yang menjawab SS       = 40 x 4           = 160
Jumlah skor 5 orang yang menjawab RG       = 5 x 3             = 15
Jumlah skor 20 orang yang menjawab TS       = 20 x 2           = 20
Jumlah skor 10 orang yang menjawab STS    = 10 x 1           = 10
Jumlah total                                                                             = 350

Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item 5 x 100 = 500 (seandainya smena menjawab SS). Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian = 350. Jadi berdasarkan data itu tingkat persetujuan terhadap metode kerja baru itu = (350 : 500) x 100% = 70%.
Secara kontinum dapat digambarkan seperti berikut :


 




Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 100 responden maka rata-rata 350 terletak pada daerah setuju.

b.      Contoh bentuk pilihan ganda
Berilah salah satu jawaban terhadap pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara memberi tanda lingkaran pada nomor jawaban yang tersedia.
            Prosedur kerja yang baru itu akan segera diterapkan di lembaga anda ?
a.       Sangat tidak setuju
b.      Tidak setuju
c.       Ragu-ragu/netral
d.      Setuju
e.       Sangat setuju
Dengan bentuk pilihan ganda itu, maka jawaban dapat diletakkan pada tempat yang berbeda-beda. Untuk jawaban diatas, sangat tidak setuju, diletakkan pada jawaban nomor pertama. Untuk item selanjutnya jawaban “sangat tidak setuju” dapat diletakkan pada jawaban nomor terakhir.
Dalam penyusunan instrument untuk variabel tertentu. Sebaiknya butir-butir pertanyaan dibuat dalam bentuk kalimat positif. Netral atau negatif sehingga responden dapat menjawab dengan serius dan konsisten. Contoh :
1.      Saya mencintai mobil diesel karena hemat bahan bakar (positif)
2.      Mobil diesel banyak diproduksi di jepang (netral)
3.      Mobil diesel sulit dihidupkan di tempat dingin (negatif)
Dengan cara demikian maka kecenderungan responden untuk menjawab pada kolom tertentu dari bentuk ceck list dapat dikurangi. Dengan model ini juga responden akan selalu membaca pertanyaan setiap item instrument dan juga jawabannya. Pada bentuk check list, sering jawaban tidak dibaca karena letak jawaban sudah menetu. Tetapi dengan bentuk check list maka akan didapat keuntungan dalam hal ini singkat dalam pembuatannya, hemat kertas, mudah mentabulasikan data dan secara visual lebih menarik. Data yang diperoleh dari skala tersebut adalah berupa data interval.
2.      Skala Guttam
Skala pengukuran dengan tipe ini, akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “ya-tidak”: “benar-salah”; “pernah-tidak pernah”; “positif-negatif” dan lain-lain. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikotomi (dua alternatif). Jadi kalau pada skala likert terdapat 3, 4, 5, 6, 7 interval, dari kata “sangat setuju”-“sangat tidak setuju”, maka pada dalam skala Guttman hanya ada dua interval yaitu “setuju atau tidak setuju”. Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. Contoh :
1.   Bagaimana pendapat anda bila orang itu menjabat pimpinan diperusahaan ini ?
a.       Setuju
b.      Tidak setuju
2.   Pernahkah pimpinan melakukan pemeriksaan di ruang kerja anda ?
a.       Tidak pernah
b.      Pernah
Skala Guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga dapat dibuat dalam bentuk (v) jawaban dapat diberi skor tertinggi satu dan terendah nol. Missal untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan tidak setuju diberi skor 0, analisa dilakukan seperti pada skala likert. Pernyataan yang berkenaan dengan fakta benda bukan termasuk dalam skala pengukuran interval dikotomi.
Contoh.
1.      Apakah tempat kerja anda dekat jalan protocol ?
a.       Iya
b.      Tidak
2.      Anda punya ijazah sarjana ?
a.       Tidak
b.      Punya
3.      Semantic Defferensial
Skala pengukuran yang berbentuk semantic defferensial dikembangkan oleh Osgood. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun cheek list, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban “sangat positifnya” terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang “sangat negatif” terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang.
Contoh :


Beri nilai gaya kepemimpinan Manajer anda
 
 



Oval: 4
 
Oval: 3Oval: 5Bersahabat                  5                      3          2          1          tidak bersahabat
Tepat janji                               4                      2          1          lupa janji
Oval: 1Bersahabat                  5          4          3          2          1          memusuhi
Oval: 3Memberi pujian           5          4          3          2                      mencela
Mempercayai               5          4                      2          1          mendominasi

Respon dapat memberi jawaban, pada rentang jawaban yang positif sampai dengan negatif. Hal ini tergantung pada persepsi responden kepada yang dinilai. Responden yang memberi penilaian dengan angka 5, berarti persepsi responden terhadap pemimpin itu sangat positif, sedangkan bila memberi jawaban pada angka 3, berarti netral dan bila memberi jawaban pada angka 1, maka persepsi responden terhadap pemimpinya sangat negatif.
4.      Reting Scale
Dari ketiga skala pengukuran seperti yang telah dikemukakan, data yang diperoleh semuanya adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Tetapi dengan rating-scale data mentah yang berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.
Respon menjawab, senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, pernah-tidak pernah adalah merupakan data kualitatif. Dalam skala model rating scale, responden tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi menjawab salah satu dari jawaban kuantitatif yang telah disediakan. Oleh karena itu rating scale ini lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lainnya, seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan, pengetahuan, kemampuan, proses kegiatan dan lain-lain.
Yang penting bagi penyusun instrument dengan rating scale adalah harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban pada setiap item instrument. Orang tertentu memilih jawaban angka 2, tetapi angka 2 oleh orang tertentu dalam tentu sama maknanya dengan orang lain yang juga memilih jawaban dengan angka 2.

Contoh 1 :
Seberapa baik data ruang kerja yang ada di Perusahaan A ?
Berilah jawaban dengan angka :
4          bila tata ruang itu sangat baik
3          bila tata ruang itu cukup baik
2          bila tata ruang itu kurang baik
1                    bila tata ruang itu sangat tidak baik
Jawablah dengan melingkari nomor jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
No.
Item
Pertanyaan tentang tata ruang kantor
Interval jawaban
1

2
3

4

5
6

7
8
9
10

Penataan meja kerja sehingga arus kerja menjadi pendek
Pencahayaan alam tiap ruangan
Pencahayaan buatan/listrik tiap ruang sesuai dengan kebutuhan
Warna lantai sehingga tidak menimbulkan pantulan cahaya yang dapat mengganggu pegawai
Sirkulasi udara setiap ruangan
Keserasian warna alat-alat kantor, perabot dengan ruangan
Penempatan lemari arsip
Penempatan ruangan pimpinan
Meningkatkan keakraban sesama pegawai
Kebersihan ruangan
4        3       2       1

4        3       2       1
4        3       2       1

4        3       2       1

4        3       2       1
4        3       2       1

4        3       2       1
4        3       2       1
4        3       2       1
4        3       2       1


Bila instrument tersebut digunakan sebagai angket dan diberikan kepada 30 responden, maka sebelum dianalisis, data dapat ditabulasikan seperti pada halaman berikut.
Jumlah skor kriterium (bila setiap butir mendapatkan skor tertinggi) = 4 x 10 x 30 = 120. Untuk ini skor tertinggi tiap butir 4, jumlah butir 10 dan jumlah responden 30.
Jumlah skor hasil pengumpulan data = 818. Dengan demikian kualitas tata ruang kantor lembaga A menurut persepsi 30 responden itu 818 : 120 = 68 %, dari kriterium yang ditetapkan. Hal ini secara kontinum dapat dibuat kategori sebagai berikut :


 





 Nilai 818 termasuk dalam kategori interval “kurang baik dan cukup baik”, tetapi lebih,……..lekati cukup baik.
Contoh 2 :
Seberapa tinggi pengetahuan anda terhadap mata pelajaran berikut sebelum dan sesudah mengikuti pendidikan dan latihan. Arti setiap angka adalah sebagai berikut :
0        = bila sama sekali belum tahu
1        = telah mengetahui sampai dengan 25 %
2        = telah mengetahui sampai dengan 50 %
3        = telah mengetahui sampai dengan 75 %
4        = telah mengetahui 100 % (semuanya)
Mohon dijawab dengan cara melingkari nomor sebelum dann sesudah latihan.
Pengetahuan
Sebelum mengikuti diklat
Mata pelajaran
Pengetahuan
Sesudah mengikuti diklat
0     1      2      3     4
Komunikasi
0     1      2      3     4
0     1      2      3     4
Tata ruang kantor
0     1      2      3     4
0     1      2      3     4
Pengambilan keputusan
0     1      2      3     4
0     1      2      3     4
System pembuatan laporan
0     1      2      3     4
0     1      2      3     4
Pemasaran
0     1      2      3     4
0     1      2      3     4
Akutansi
0     1      2      3     4
0     1      2      3     4
Statistic
0     1      2      3     4

Tabel 5.1 Jawaban responden tentang tata ruang kantor
Nomor
responden
Jawaban responden untuk item nomor
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Jumlah
4
3
3
1
4
1
2
3
4
1
3
2
3
4
3
4
2
3
3
1
2
3
2
3
4
3
3
3
3
3
3
4
3
2
3
1
2
3
4
1
3
2
2
4
3
4
2
3
3
1
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
1
2
3
4
1
3
2
2
4
3
4
2
2
3
1
3
3
4
3
4
2
4
3
3
2
4
1
3
2
3
1
2
3
4
1
3
2
3
3
3
4
2
3
2
2
3
3
4
3
4
2
4
2
2
2
3
3
3
3
3
2
2
3
4
1
3
2
3
3
3
4
2
3
2
2
3
3
4
3
4
2
4
2
2
2

2
4
2
3
3
2
2
3
4
1
2
1
3
3
3
4
2
3
2
3
3
3
4
3
3
2
4
2
2
3
1
4
2
3
1
1
1
4
3
2
2
1
3
3
2
4
2
3
3
3
3
3
3
4
3
3
4
2
2
4
2
3
2
3
2
2
1
4
3
2
1
1
3
3
2
3
2
3
3
2
3
4
3
4
3
4
3
2
1
4
3
2
3
2
2
2
2
4
3
2
1
1
3
3
2
3
2
2
3
3
2
2
4
2
3
4
4
4
4
4
4
1
4
3
4
1
1
3
3
2
3
1
3
3
2
3
2
2
3
2
2
2
4
3
3
4
4
2
2
2

29
29
28
25
29
15
18
33
36
14
24
15
28
33
20
38
20
27
27
21
26
28
37
30
35
29
38
26
25
29
818


Dengan dapat diketahuinya pengetahuan sebelum dan sesudah mengikuti diklat, maka pengaruh pendidikan dan latihan dalam menambah pengetahuan para pegawai yang mengikuti diklat dapat dikenali.
Data dari pengukuran sikap dengan skala sikap adalah berbentuk data interval, demikian juga dalam pengukuran tata ruang. Tetapi data hasil dari pengukuran penambahan pengetahuan seperti diatas akan menghasilkan rasio. Selain instrument seperti yang telah dibicarakan diatas, ada instrument penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data nominal dan ordinal.
1.      Instrument untuk menjaring data nominal
Contoh :
a.       Berapakah jumlah pegawai di tempat anda bekerja….pegawai
b.      Berapakah orang yang dapat berbahasa Belanda….. orang
c.       Berapakah orang pemimpin yang anda sukai…..
d.      Berapakah jumlah komputer yang dapat digunakan di lembaga anda…..komputer
e.       Dari mana anda mengetahui tata kerja yang baru…..
2.      Instrument untuk menjaring data ordinal
Contoh :
Berilah rangking terhadap sepuluh pegawai di bidang pelayanan rumah sakit sebagai berikut :
Tabel 5.2 Rangking terhadap sepuluh pegawai
di bidang pelayanan Rumah Sakit
Nama Pegawai
Rangking Nomor
A
………………………….
B
………………………….
C
………………………….
D
………………………….
E
………………………….
F
………………………….
G
………………………….
H
………………………….
I
………………………….
J
………………………….

Misalnya pegawai E adalah yang paling baik kinerjanya, maka pegawai tersebut diberi rangking 1.
Berikut ini juga diberikan contoh instrument untuk mendapatkan data ordinal. Dengan instrument tersebut responden diminta untuk mengurutkan rangking 23 faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan. Misalnya system pembinaan karir merupakan faktor yang paling berperan dalam mempengaruhi produktivitas, maka factor no. 10 tersebut diberi rangking 1.


Tabel 5.3
Rangking faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas karyawan

Rank
No
Faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan
……..
……..
……..
……..
……..
……..
……..
……..
……..
……..
……..
……..
……..
……..
……..
……..
……..
……..
……..
……..
……..
……..
……..
1.      Latar belakang pendidikan formal
2.      Dorongan keluarga
3.      Training sebelum bekerja
4.      Magang sebelum bekerja
5.      Bakat seseorang
6.      Pengawasan atasan
7.      Peranan pimpinan
8.      Gajih bulanan
9.      Uang lembur
10.  Pembinaan karier
11.  Pekerjaan sesuai minat
12.  Hubungan dengan teman kerja
13.  Hubungan dengan pemimpin
14.  Kejelasan apa yang dikerjakan
15.  Kreatifitas
16.  Kebersihan ruangan
17.  Cahaya ruangan
18.  Sirkulasi udara
19.  Waktu istirahat
20.  Alat-alat kerja
21.  Kesehatan kerja
22.  Harapan karyawan yang dipenuhi
23.  Disiplin kerja
Rounded Rectangle:
5.4     Instrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam. Meneliti dengan data yang sudah ada lebih tepat kalau dinamakan membuat laporan dari pada melakukan penelitian. Namun demikian dalam skala yang paling rendah laporan juga dapat dinyatakan sebagai bentuk penelitian.
Karena pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrument penelitian. Jadi instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian.
Instrument-instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel dalam ilmu-ilmu sudah banyak tersedia dan telah teruji validitas dan reabilitasnya. Variabel-variabel dalam ilmu alam misalnya panas, maka instrumenya adalah colorimeter. Variabel suhu maka instrumenya adalah thermometer, variabel panjang maka instrumennya adalah mistar (meteran), variabel berat maka intrumennya adalah timbangan berat. Instrumen-instrumen tersebut mudah didapat dan telah teruji validitas dan relibilitasnya, kecuali yang rusak dan palsu. Instrument-instrumen yang rusak atau palsu bila digunakan untuk mengukur harus diuji validitas dan reabilitasnya terlebih dahulu.
Instrument-instrumen dalam penelitian sosial memang ada yang sudah tersedia dan telah teruji validitas dan relibilitasnya, seperti instrument untuk mengukur motif berprestasi (…..) untuk mengukur sikap, mengukur IQ, mengukur bakat dan lain-lain.
Walaupun instrument-instrumen tersebut sudah ada tetapi sulit untuk dicari, dimana harus dicari dan apakah bisa dibeli atau tidak. Selain itu instrument-instrumen dalam bidang sosial budaya walaupun telah teruji validitas analisis reabilitasnya, tetapi bila digunakan untuk tempat tertentu belum tentu tepat dan mungkin tidak valid dan realibel lagi. Hal ini perlu dimaklumi karena gejala/fenomena sosial itu cepat berubah dan sulit dicari kesamaannya. Instrument tentang kepemimpinan mungkin valid untuk kondisi Amerika, tetapi mungkin tidak valid untuk Indonesia.
Untuk itu maka peneliti-peneliti dalam bidang sosial instrument penelitian yang digunakan sering, disusun sendiri termasuk menguji validitas dan relibilitasnya. Jumlah instrument penelitian tergantung pada jumlah variabel penelitian yang telah ditetapkan untuk diteliti. Misalnya akan meneliti tentang “peranan kepemimpinan dan iklim kerja lembaga terhadap produktivitas kerja pegawai”. Dalam hal ini ada tiga instrument yang perlu dibuat yaitu:
1.      Instrumen untuk mengukur kepemimpinan
2.      Instrumen untuk mengukur iklim kerja
3.      Instrument untuk mengukur produktivitas kerja pegawai
5.5     Cara Menyusun Instrumen
Instrument-instrumen penelitian dalam bidang sosial umumnya dan khususnya bidang administrasi yang sudah baku sulit ditemukan. Untuk itu maka penelitian harus mampu membuat instrument yang akan digunakan untuk penelitian. Titik tolak dari penyusunan adalah variabel-variabel penelitian yang ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel-variabel tersebut diberikan definisi operasionalnya, dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Dari indikator ini kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan atas pernyataan. Untuk memudahkan penyusunan instrument, maka perlu digunakan “matrik pengembangan instrument” atau kisi-kisi instrument.
Sebagai contoh misalnya variabel penelitiannya “tingkat kekayaan”. Indikator kekayaan misalnya : rumah, kendaraan, tempat belanja, pendidikan, jenis makanan yang sering dimakan, jenis olahraga yang dilakukan dan sebagainya. Untuk indikator rumah, bentuk pertanyaannya misalnya : 1) berapa jumlah rumah 2) dimana letak rumah 3) berapa luas masing-masing rumah 4) bagaimana kualitas bangunan rumah dan sebagainya.
Untuk bisa menetapkan indikator-indikator dari tiap variabel yang diteliti, maka diperlukan wawasan yang luas dan mendalam tentang variabel yang diteliti dan teori-teori yang mendukungnya. Penggunaan teori untuk menyusun instrument harus secermat mungkin agar diperoleh indicator yang valid. Caranya dapat dilakukan dengan membaca berbagai referensi (seperti buku, jurnal) membaca hasil-hasil dari penelitian sebelumnya yang sejenis, dan konsultasi pada orang yang dipandang ahli
Moorhed (1986) mengemukakan indikator birokrasi yang ideal menurut Max Weber, indicator (prinsip) pengorganisasian menurut Fayol, dan indikator performace kerja (kinerja) adalah sebagai berikut :
1.      Indikator  Birokrasi yang ideal menurut Weber :
a.      Rules and procedur
b.      Division of labor
c.       Hierarchy of authority
d.      Technical competence
e.       Separation of ownership
f.        Right and property of the position
g.      Documentation
2.      Indikator pengorganisasian (prinsip organisasi) menurut Fayol
a.      Division of work
b.      Authority and responsibility
c.       Discipline
d.      Unity of command
e.       Unity of direction
f.        Subordination of individual interst to general interest
g.      Remuneration of personnel
h.      Centrallization
i.        Scalar chain
j.        Order
3.      Indikator Performance
a.      Quantity
b.      Quanlity
c.       Teamwork
d.      Innovation
e.       Independence
Osborne dalam bukunya yang berjudul “Reinventing Government” How the Entreprencurial Spirit is Transforming The Public Sector, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Mewirausahakan Birokrasi” mengemukakan 10 prinsip yang dapat dijadikan sebagai indikator pemerintah wirausaha :
1.      Pemerintah katalis : mengarahkan daripada mengayuh (Catalytic Government Streering Rather Than Rowing).
2.      Pemerintah milik masyarakat : memberi wewenang daripada melayani (Community Owned-Gobvernment : Empowering rather than serving).
3.      Pemerintah yang kompetitif : menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan (Competitive government : injecting Competition in to service delivery)
4.      Pemerintah yang digerakkan oleh Misi : mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan (Mission driven government : transferring rule-driven organization)
5.      Pemerintah yang berorientasi hasil : membiayai hasil, bukan masukan (Result oriented government : funding outcome nor input)
6.      Pemerintah berorientasi pelanggan : memenuhi kebutuhan pelanggan bukan birokrasi (Customer-driven government : Mecting the needs of the customer, not bureaucracy)
7.      Pemerintah wirausaha : menghasilkan ketimbang membelanjakan (Enterprising Government: Earning rather than spending)
8.      Pemerintah Antisipatif : mencegah daripada mengobati (Anticipatory Government :prevention rather than cure)
9.      Pemerintah berorientasi pasar : mendongkrak perubahan melalui pasar (Market-Oriented Government leveraging change through out the market)
10.  Mengumpulkan semua menjadi satu (Put it all together)
Robert M. Ranftl (1982) mengemukakan indicator manajemen yang efektif dilihat dari variabel planning, organizing and staffing, directing, control, communication, space and facilities.
5.6     Rangkuman
1.      Dalam penelitian kuantitatif, peneliti akan menggunakan instrument untuk mengumpulkan data, sedangkan dalam penelitian kualitatif-naturalistik peneliti akan lebih banyak menjadi instrument, karena dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan key instrument.
2.      Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagau acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif.
3.      Berbagai skala yang dapat digunakan untuk penelitian Administrator antara lain adalah :      1) Skala Ikert, 2) Skala Guttman, 3) Rating Scala 4) Semantic Defferensial, 5) Skala Thurstone.
4.      Karena pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrument penelitian. Jadi instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian.
5.      Peneliti harus mampu membuat instrument yang akan digunakan untuk penelitian. Titik tolak dari penyusunan adalah variabel-variabel penelitian yang ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel-variabel tersebut diberikan definisi operasionalnya, dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Dari indicator ini kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan atau pernyataan. Untuk memudahkan penyusunan instrument maka perlu digunakan “matrik pengembangan instrument” atau kisi-kisi instrument”.
5.7  Soal
Jawablah pertanyaan berikut dengan baik !
1.      Sebutkan dan jelaskan macam-macam skala pengukuran ?
2.      Apa yang dimaksud dengan instrument penelitian ? jelaskan beserta contoh !