Kamis, 04 September 2014

# Buku Harianku # Hijab

Hari Hijab Sedunia?

Foto OSD dari internet


Hijab yang Keren Itu
Oleh Nailiya Nikmah JKF
  
Katanya hari ini hari hijab sedunia. aku pengen nulis sesuatu di sini tentang hijab...
Kita boleh berbangga hati ketika melihat perkembangan busana muslimah di negara kita sekarang. Sekarang busana muslimah sudah diterima oleh masyarakat luas dari kalangan mana saja. Tidak hanya bu guru agama (Islam) yang mengenakannya, tapi juga bu dokter, bu hakim, polwan, bu bidan, mbok jamu gendong, ibu petani, ibu pedagang, ibu-ibu arisan, mbak penyiar dan presenter, ibu-ibu pejabat, bahkan para artis. Pemakai busana muslimah tidak hanya ditemukan di tempat pengajian. Sekarang pemakai busana tersebut juga gampang ditemukan di tempat lain seperti di mal, di sanggar senam, di pasar, di rumah sakit, di sekolah, di kantor-kantor. Karakter pemakai busana muslimah juga sudah banyak ditemukan dalam novel, sinetron dan film.
Busana muslimah yang rapi menutup aurat, dulu identik dengan istilah jilbab, sekarang mempunyai istilah baru yang lebih populer, yaitu hijab. Sayang, pada sebagian kalangan, istilah hijab yang dikaitkan dengan busana muslimah ini mengalami penyempitan makna. Sekarang kalau kita mendengar ada yang menyebut si A memakai hijab, maka artinya dia memakai kerudung dengan aneka warna dan gaya yang menyerupai penataan rambut sehingga kadang tetap memperlihatkan lekuk tubuh terutama bagian dada yang seharusnya ditutupi atau dilindungi dari pandangan orang yang tidak berhak. Lalu untuk menandingi istilah tersebut, muncullah istilah hijab syari. Ciri yang paling menonjol dari hijab syari ini adalah kerudung yang lebih panjang dan lebar. Keduanya sama-sama memiliki tren modenya masing-masing. Keduanya sama-sama berperan penting dalam perkembangan busana muslimah di Indonesia.
Dulu, busana muslimah membuat pemakainya terlihat sangat bersahaja dan anggun. Secara ekonomi, satu set busana muslimah merupakan busana yang hemat biaya karena bisa dipakai untuk segala keperluan dan sepanjang masa selama tidak ada kerusakan yang berarti. Sekarang, busana muslimah banyak sekali modelnya dan selalu dimutakhirkan secepat kilat. Busana muslimah bukan lagi busana yang simpel dan hemat biaya. Busana muslimah sekarang bisa mencapai harga yang terbilang fantastis. Satu kerudung ada yang mencapai harga sampai ratusan ribu rupiah. Satu gamis bahkan ada yang mencapai harga jutaan rupiah. Ini kadang masih harus ditambah dengan aksesoris pelengkapnya seperti bros, gelang, cincin, sepatu dan tas. Selain bisa mempengaruhi kestabilan perekonomian rumah tangga, hal ini tentu tidak relevan lagi dengan idealisme kebersahajaan seorang muslimah.
Di era 90-an dan sebelumnya, memakai busana muslimah merupakan sebuah pilihan yang harus diputuskan dengan sungguh-sungguh. Beberapa di antara pemakainya bahkan pernah mengalami fase “penolakan” dan “pelarangan” oleh lingkungan. Mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan kerja sampai lingkungan sosial masyarakat umumnya. Mulai dari hal kecil seperti dipanggil “Ninja”, dianggap ekslusif, sampai dikeluarkan dari lingkungan. Kita patut bersyukur karena sekarang relatif sudah tidak ada lagi hal-hal semacam itu. Kalaupun ada, biasanya hanya bersifat kasuistik  internal kelembagaan.
Mudahnya memakai busana muslimah secara sempurna sekarang ini hendaknya dibarengi dengan meningkatnya kualitas para muslimah. Menjamurnya para pemakai busana muslimah hendaknya diiringi dengan meningkatnya minat menuntut ilmu terutama ilmu tentang busana muslimah itu sendiri. Ada beberapa hal yang perlu dipelajari. Pertama, belajar tentang aurat dan dalil kewajiban menutup aurat/berjilbab. Ini penting karena akan mempengaruhi niat dalam memilih busana yang dipakai. Kedua, belajar tentang mahrom. Belajar tentang mahrom diperlukan karena terkait dengan kewajiban menutup aurat di hadapan non-mahrom. Para muslimah perlu tahu apa itu mahrom, siapa saja yang termasuk mahromnya dan siapa saja yang bukan, sehingga tidak sembarangan membuka hijabnya. Ketiga, selain memahami hakikat mahrom dan non-mahrom, para muslimah juga perlu mempelajari seperti apa sejatinya busana muslimah. Secara singkat, busana muslimah harus memenuhi persyaratan berikut: tidak memperlihatkan aurat perempuan (seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan), tidak memperlihatkan lekuk tubuh (tidak transparan dan tidak ketat), tidak menyerupai pakaian laki-laki, tidak menyerupai pakaian nonmuslim dan tidak mencolok.
Beberapa hal di atas jangan lantas dijadikan alasan untuk melepas hijab kembali apalagi menunda berhijab. Tidak sedikit para perempuan menunda menutup aurat secara sempurna dengan dalih memperbaiki hati dulu baru memperbaiki penampilan. Menuju perbaikan diri memang memerlukan proses tetapi berbusana menutup aurat dengan benar adalah satu kewajiban yang harus segera dilaksanakan oleh perempuan muslim yang sudah baligh. Alangkah indahnya jika menyegerakan menutup aurat dengan terus berikhtiar memperbaiki hati (diri). Ada juga yang berdalih, tidak apa-apa tidak menutup aurat dengan sempurna yang penting hatinya baik. Sekali lagi, menutup aurat adalah satu kewajiban. Sementara itu jika sudah memiliki hati yang baik tentu itu satu hal plus lainnya.
Sebagai bagian dari perwujudan ketundukan seorang muslimah terhadap peraturan agamanya, memakai busana muslimah yang sempurna merupakan bagian dari realisasi keimanan. Karena keimanan itu sendiri sifatnya fluktuatif, maka tidak menutup kemungkinan adanya hijab-hijab yang terlepas baik secara permanen maupun secara insindental. Banyak faktor yang melatarbelakanginya. Salah satunya adalah kurang mendalamnya pemahaman terhadap hijab sebagai sebuah kewajiban dari Allah dan hikmah yang terkandung dibalik kewajiban tersebut. Selain itu, terdapat berbagai argumen yang tidak masuk akal dan terkesan dibuat-buat saja sebagai pembenaran bongkar pasangnya hijab oleh seseorang. Salah satu contohnya, melepas hijab gara-gara mendapat ujian hidup yang terlalu berat.
Pada level sekolah dasar dan menengah, sudah banyak sekolah yang mewajibkan muridnya memakai jilbab. Hal ini tentu saja menggembirakan. Akan tetapi jika tidak dibarengi dengan beberapa langkah penguatan, maka murid akan menganggap jilbab sebatas kewajiban dari sekolah/guru sama seperti kewajiban memakai atribut sekolah lainnya seperti ikat pinggang dan topi. Jangan heran, jika guru tidak melihat, para murid ramai-ramai melepas jilbabnya. Jangan heran, keluar dari gerbang sekolah, keluar pula rambut mereka. Jangan bingung, setelah lulus sekolah, tamat juga riwayat jilbabnya. Lalu, di bangku kuliah, jadilah jilbab sebatas tren yang bisa dipakai sesuai suasana hati dan suasana pergaulan.
Untuk menghindari ketidaklurusan dalam berhijab diperlukan upaya penanaman nilai-nilai akidah yang benar. Salah satunya adalah menanamkan kesadaran bahwa yang memerintahkan memakai busana muslimah yang sempurna adalah Allah Swt bukan makhluknya. Setelah pemahaman mendasar ini sudah tertanam dengan baik, langkah selanjutnya adalah mengetahui manfaat dan hikmah yang terkandung di dalamnya baik secara medis, sosial, budaya, ekonomi, hukum maupun bidang lainnya. Tahapan berikutnya adalah banyak bergaul dalam lingkungan para pemakai busana muslimah yang konsisten. Dengan cara ini, para muslimah dapat saling mengingatkan, saling menguatkan, saling menasehati, saling menyemangati. Efek lainnya, mereka bahkan memancarkan nilai positif ke mana-mana, ke setiap tempat atau lingkungan lain yang mereka datangi.
Kini, apapun istilahnya, bagaimanapun bentuk dan coraknya, busana muslimah sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat. Hal ini seperti pisau bermata dua. Ia bisa menjadi positif bisa pula menjadi negatif. Busana muslimah sebagai gaya hidup akan bermakna positif ketika ia dipahami secara utuh sebagai bagian dari kepribadian muslimah dengan memperhatikan hal-hal lain yang menyertainya secara kaffah. Sebaliknya, busana muslimah sebagai gaya hidup akan menjadi negatif ketika ia dimaknai hanya sebagai tren mode yang suatu saat akan berubah.
Menyikapi busana muslimah sebagai sebuah tren mode, para perempuan hendaknya menyadari siapa dan bagaimana dirinya seharusnya. Bicara tren mode tentu tidak dapat dilepaskan dari kepentingan bisnis. Mau tidak mau, perempuan dalam hal ini adalah konsumen. Mereka menjadi target atau sasaran perusahaan.
Secara teori, suatu perusahaan yang menganut konsep pemasaran harus memahami perilaku konsumen secara keseluruhan agar perusahaan dapat bertahan. Perusahaan mempelajari perilaku konsumen  untuk dapat diaplikasikan pada proses produksi dan pemasaran. Perusahaan mempelajari perilaku konsumen dengan baik, tidak hanya apa yang dibeli oleh konsumen tapi juga hal lainnya seperti di mana konsumen melakukan pembelian, bagaimana dan kapan mereka melakukan pembelian. Kotler (2009) menyebutkan beberapa faktor seperti faktor budaya, sosial, kepribadian dan psikologis akan mempengaruhi tingkah laku konsumen khususnya dalam hal keputusan pembelian.
Jika dipahami mendalam, sebenarnya produk yang dipasarkan akan bergantung pada perilaku konsumen (:muslimah). Artinya, pemahaman terhadap hijab itu sendiri akan sangat mempengaruhi keputusan pembelian yang ke depannya akan mempengaruhi proses produksi dan pemasaran pula. Tidak ada salahnya dari sekarang jika kita berpikir bahwa bukan kita yang mengikuti tren mode hijab yang keren itu melainkan tren mode yang mengikuti kita. Jadi, teruslah berproses menjadi  muslimah yang lebih baik dan keren di mata Allah. Semoga di balik hijab yang keren tersimpan kepribadian muslimah yang keren pula.[]



















                                   








Tidak ada komentar:

Posting Komentar