Selasa, 25 April 2023

# sastra

Ngaji Puisi 2023 Mengenang Jamal T. Suryanata dan Abdussukur




Sudah lama aku tidak ke sini. Aku ingin menulis sesuatu dengan santai saja. Kali ini aku hanya ingin mencatatkan sekelumit kenangan pada Ramadan ke-25 di tahun 2023 atau 1444H. Malam itu aku diminta menjadi moderator acara bertajuk Ngaji Puisi yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Banjarmasin. Tahun lalu aku juga menjadi moderator di acara yang sama. Jika tahun lalu yang dibahas adalah Ajamuddin Tiffani, tahun ini yang dibahas adalah Jamal T. Suryanata dan Abdussukur. Bang Jamal dan Bang Sukur, demikian beliau berdua biasanya disapa. Oiya, kalau mau tahu apa itu Ngaji Puisi, silakan berselancar di sumber lain ya. 

Acara dihantarkan dengan apik oleh pembawa acara, Akbar atau Abay dari Komite Sastra DKBjm. Rekan kami, Cupi yang multilatent membacakan doa. Istimewanya, malam itu acara dihadiri oleh Walikota Banjarmaisn. Ya, setelah disambut oleh Ketua DK yaitu Bang Hajriansyah, acara Ngaji Puisi malam itu kemudian dibuka secara resmi oleh Walikota Banjarmasin, Bapak Ibnu Sina. Pak Ibnu Sina sempat juga membacakan puisi setelah menyampaikan sambutannya.

Aku pikir setelah membuka acara, Walikota akan meninggalkan forum. Tak disangka beliau masih bertahan saat aku sudah dipanggil oleh MC untuk bergabung memoderatori jalannya acara. Jadilah aku duduk di sebelah Pak Wali, malam itu. Acara menghadirkan guru-guruku di bidang seni dan sastra sebagai pemantik. Siapa lagi kalau bukan Bapak Micky Hidayat dan Y.S. Agus Suseno. Suatu kehormatan pula, panitia menghadirkan Bapak Hadani yang merupakan Ketua DK Tala.

Siapa Bang Jamal, siapa Bang Sukur, tak ingin kujelaskan lebih dalam. Keduanya memiliki tempat spesial di hati masyarakat Kalsel. Khusus bagiku, kepergian beliau berdua dalam rentang waktu yang tidak terlalu jauh, setelah sebelumnya berada dalam satu forum dengan mereka berdua (aku juga sebagai moderator dan beliau berdua nara sumber), forum terakhir yang sangat berkesan bagiku. Lalu, ketika malam Ngaji Puisi aku mendapat kesempatan menjadi moderator di acara mengenang mereka berdua, tidakkah aku merasa sendu dan haru. 


Oiya, malam itu, panitia membagikan semacam buklet berisi puisi-puisi Bang Jamal dan Bang Sukur. Aku diminta Ketua DK untuk menulis sebuah pengantar. Berikut yang kutulis:

Sebuah Pengantar

Ada begitu banyak kehilangan dalam beberapa tahun terakhir, terkhusus di dunia sastra Kalimantan Selatan. Nama Abdussukur dan Jamal T. Suryanata menjadi bagian tersedih dari lirik kehilangan tersebut. Banyak catatan telah ditulis oleh rekan dan sahabat-teman seperjuangan mengantar kepergian keduanya sejak hari pertama berpulang. Baik Abdussukur maupun Jamal T Suryanata, keduanya mendapat tempat tersendiri di hati masyarakat sastra Kalimantan Selatan.

Dari berbagai catatan kisah dan jejak lainnya yang masih dapat ditelusuri dapat diketahui bahwa Jamal menoreh sangat banyak prestasi di dunia sastra hingga membawa harum nama Kalsel hingga ke kancah internasional. Berbagai prestasi dan karyanya terangkum dalam berbagai penghargaan yang pernah ia terima. Jamal pernah menerima Hadiah Seni dari Gubernur Kalsel (bidang sastra) tahun 2006, penerima Penghargaan Sastra dari Kepala Balai Bahasa Banjarmasin (bidang cerpen) tahun 2007, penerima Anugerah Budaya dari Gubernur Kalimantan Selatan tahun 2015, bukunya Sastra di Tapal Batas terpilih sebagai pemenang Hadiah Sastra Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) dari Pemerintah Malaysia tahun 2016, penerima Hadiah Sastra Rancage dari Yayasan Kebudayaan Rancage, Bandung atas novel berbahasa Banjar Pambatangan tahun 2017 dan novelet Naga Runting tahun 2022.

Berbeda dengan Jamal, Abdussukur memilih dan “dipilih” untuk lebih banyak berjalan di alur tradisi lisan. Banyak hal yang ia lakoni selama karir kesenimannya dengan lebih menonjolkan keterampilan lisannya. Ada saja yang bisa ia jadikan bahan untuk membuat pendengar/penonton terkesima ketika ia tampil di panggung. Pertunjukan dan panggung adalah dunianya. Seakan panggung adalah takdir yang selalu berpihak padanya. Bapandung merupakan salah satu kepiawaiannya yang hingga hari ini belum mendapat tandingan sepadan di bumi Kalimantan. Kepergiannya akan menjadi  putusnya salah satu rantai seni tradisi lisan yang harus menjadi perhatian lebih dunia sastra Kalimantan Selatan untuk segera diantisipasi.

Terlepas dari seluruh prestasi mereka berdua, patutlah kita menyimak tutur hati mereka di jalan sunyi para penyair. Sambil mengenang hari-hari indah bersama mereka di masa yang silam sebelum mereka pamit, mari kita baca dan selami puisi-puisinya. Mari kita kaji dalam “Ngaji Puisi 2023” pada Ramadan kali ini.

Banjarmasin, 15 April 2023

                                                                                    Nailiya Nikmah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar