Senin, 13 Oktober 2014
5 Tahun Menjadi Mamanya Si Kembar
Oleh Nailiya Nikmah JKF
Hari ini, 13
Oktober 2014 si kembar genap berusia 5 tahun. Itu artinya sudah 5 tahun 9 bulan
aku diamanahii-Nya menjaga sepasang anak laki-laki yang istimewa. Aku
menyebutnya istimewa karena memiliki bayi kembar semula dalam pikiranku adalah
hal yang sangat jauh dari kemungkinan akan kualami (mustahil). Sungguh aku
harus menambah keyakinanku tentang tidak ada yang mustahil di dunia ini jika
Allah berkehendak.
Lebih dari 5
tahun yang lalu, ketika anak pertamaku berusia 5 tahun dan anak keduaku berusia
4 tahun, aku merasa hidupku sudah lengkap. Anak pertama perempuan yang cantik,
anak kedua laki-laki yang ganteng. Mereka sudah pula kusekolahkan di sebuah TK
yang menurutku cukup bagus masih di kawasan kecamatan kami tinggal. Aku tiap
hari berangkat kerja, begitu juga suamiku. Aku rutin menulis, mengikuti
organisasi, semua terasa sudah berada pada level “aman” setelah tahun-tahun
sebelumnya aku harus menghadapi berbagai rintangan rumah tangga yang tidak
mudah.
Maka, ketika ada
yang menawari kami untuk membeli tanah di sebuah kawasan prospektif, aku pikir
tidak ada salahnya kami mencobanya. Hitung-hitung sebagai simpanan. Tempatnya
di luar kota,
dekat dengan bandara. Pemandangannya cukup bagus. Pada hari yang ditentukan,
kami mendatangi lokasinya. Aku masih ingat, hari itu aku dan suami naik motor,
membawa kedua anak kami. Hitung-hitung rekreasi. Banyak ilalang di sana. Mengingatkanku pada
rencanaku membukukan kumpulan cerpen RRI (kelak, akhirnya RRI terbit).
Di perjalanan
pulang, entah kenapa kami merasa sangat haus dan lapar. Kami mampir di warung
pinggir jalan masih kawasan tanah yang kami beli. Penduduk setempat
ramah-ramah. Aku mserasa berada di Hulu Sungai. Gorengan dan minuman yang
dijual juga mengingatkanku pada masa kecilku di Hulu Sungai. Ada minuman panta tapi bukan Fanta yang
seperti sekarang lhoo.
Pulang dari sana aku selalu ingin
mencari makanan yang (kadang) aneh. Gorengan ala Hulu Sungai, Panta ala masa
kecilku, dan sore itu tiba-tiba saja aku pengen makan buah ketapi pake kecap
lombok. Kata suamiku sekarang lagi tidak musim ketapi. Pas ia pulang kampung,
ia berhasil mendapatkan buah ketapi yang masih kecut dan aku memakannya dengan
lahap pake kecap lombok. Aku juga mengeluhkan badanku yang masih saja
pegal-pegal habis pulang dari lokasi tanah yang kami beli. Kupikir karena
jaraknya yang lumayan jauh untuk kami tempuh pakai motor. Aku juga merasa
kulitku jadi kusam gara-gara terpapar matahari hari itu. Akupun membeli
suplemen kulit yang mengandung Vitamin E. Anehnya setelah mengonsumsinya aku
merasa sangat mual. Akupun menghentikannya. Akupun ingat, biasanya kalau mual
dan pegal seperti ini tanda aku mau datang tamu bulanan. Lalu aku mencoba minum
ramuan pegel linu kemasan yang dijual di mini market dekat rumahku. Aku juga
berpikir, dengan minum ramuan itu, mungkin haidku bisa cepat keluar agar
pegelku juga berakhir. Sayangnya tidak berhasil juga.
Lama-lama
suamiku curiga. Ia mulai menghitung sudah berapa lama aku telat. Ia mencoba
menghubung-hubungkan keinginan-keinginan anehku terhadap makananan dan minuman
akhir-akhir ini terutama ketapi pake kecap lombok. Ia menyuruhku membeli alat
tes kehamilan. Jangan mengada-ada,
bantahku. Aku tidak hamil, kok. Cuma lagi mau dapet haid aja. Tapi aku
tetap membelinya untuk menyenangkan hati suamiku.
Subuhnya, masih setengah ngantuk,
aku mencoba alat tersebut pada urine yang kutampung di wadah kecil. Mataku
langsung melek melihat dua garis merah yang begitu cepat muncul di alat mungil
itu. Aku hamil?!? Anak ketiga?
Besoknya aku
memborong susu Ibu Hamil. Mulai membuka-buka lagi buku-buku kehamilan. Lalu
menyampaikan berita ini kepada keluarga besar. Semua senang. Aku teringat
tahun-tahun tersebut harusnya aku sudah mengurus kepangkatan fungsionalku ke
3C. Setahuku persiapannya tidak semudah waktu fungsional 3A. Aku mengelus
perutku dan aku menjadi pening. Aku memandangi motor butut suamiku. Aku
menghibur hatiku, pasti akan tambah seru naik motor bersama tiga anak.
Di bulan keempat
kehamilanku, aku masih beraktivitas seperti biasa. Toh ini kehamilan ketiga,
aku sudah pegalaman dua kali hamil. Semua lancar dan aman saja. Kupikir untuk
anak ketiga ini aku tidak perlu tiap bulan ke dokter spesialis kandungan.
Periksa di bidan puskesmas saja cukup. Hitung-hitung berhemat. Aku juga sempat
iseng mikir. Anak pertama sudah perempuan, anak kedua sudah laki-laki. Artinya
aku sudah tahu akan menghadapi anak yang ketiga ini seperti apa. Sudah
pengalaman, gitu loh.
Pagi naas itu,
aku dibonceng suami. Kami ada keperluan keluar rumah. Entah kenapa motor yang
dikendarainya terpeleset, kami jatuh di perempatan jalan. Ia panik menanyaiku
berkali-kali apakah aku baik-baik saja. Kurasa tidak ada yang perlu
dikhawatirkan. Besoknya, ada flek darah di celana dalamku. Kamipun khawatir.
Malamnya aku ke dokter kandungan. Rupanya doketr tersebut masih ingat denganku.
Ia terperanjat karena aku hamil lagi (:2 kali melahirkan, aku selalu
bermasalah). Waktu kubilang ada flek, dokternya agak cemas. Ia pun melakukan
USG.
“Lho, lho…kok,
jantungnya ada dua ya?” gumamnya. Aku bingung. Apa maksudnya jantung ada dua.
Apakah bayiku mengalami pembelahan jantung gara-gara aku jatuh. Ataukah bayiku
ada kelainan jantung?
“Coba ibu dan
bapak lihat, itu yang berdenyut-denyut, ada dua, nah..itu..itu jantungnya..”
katanya sambil menunjuk layar. Aku tidak terlalu jelas melihatnya.
“Bayi ibu
kembar” sambungnya.
Kembar? Aku
diamanahi bayi kembar???
“Ibu sebaiknya
rutin USG,…”
Aku tidak
menyimak lagi. Aku hanya sedang mikir, ada maksud apa Tuhan kali ini? Bahagia,
senang, cemas, takut, semua bercampur aduk. Anak kembar! Aku akan punya anak
kembar, bukankah itu istimewa? Tapi itu artinya aku harus belajar lagi. Dimulai
dari buku menyususi anak kembar, merawat anak kembar, memberi nama anak kembar,
membeli perlengkapan bayi kembar, bagaimana anak kembar sekolah, psikologi anak
kembar, oooh banyak sekali yang harus kupelajari. Bagaimana urusan kantorku?
Dan, sejak
insiden berdarah itu, aku tidak boleh naik motor sendiri lagi. Akupun menjadi
tergantung dengan suami. Sungguh menyebalkan menggantungkan diri dengan orang
lain. Pulang kerja nunggu suami dulu padahal pinggang dah capek berat. Aku
mulai blues gitu. Kalau makan, porsinya dua kali lipat ibu hamil biasa. Makan
bakso semangkok gak berasa. Makan bingka sebijian sendiri aja. Makan anggur 1
kilo belum puas. Sebentar-sebentar aku lapar. Berat badanku naik drastis. Anehnya
waktu USG bulan-bulan berikutnya dokter bilang anakku beratnya masih kurang.
Mungkin nanti akan diinkubator setelah lahir. Kelahirannya sendiri, menurut
dokter bisa saja normal karena posisinya bagus saja keduanya. Akupun tidak
ingin cesar. Aku paling takut cesar.
Tibalah hari
itu, ketika ciri atau tanda melahirkan sudah nampak. Kami pergi ke rumah sakit.
Sampai bukaan lengkap sikembar tidak ada yang mau keluar duluan. Rasa sakit
luar biasa sudah menjalariku. Akhirnya diputuskan untuk cesar. Aku takut tapi
rasa sakit mengalahkan rasa takutku. Aku ingin bayi-bayiku segera keluar dengan
selamat. Suami dan orang tuaku panik karena kami tidak menyiapkan untuk cesar.
Mencari tapih bahalai saja baru hari
itu. Aku tidak ingat apa-apa lagi, terakhir yang kulihat para perawat dan
dokter yang menyiapkan operasiku.
Aku menggigil
kedinginan. Ketika kubuka mata aku sudah di ruangan rawat inap. Keluargaku
ramai, semua hepi terhadap kelahiran bayi kembarku. Aku pikir, tidak ada yang
peduli dengan rasa sakit yang kualami. Oh, rupanya baby blues mulai
menjangkitiku. Aku berusha duduk tapi semua berputar-putar. Akupun diperiksa.
Tes hb, tensi. Ternyata hb ku sangat rendah. Tensiku juga. Menurut dokter aku
harus tambah darah, 4 kantong. Aku takut. Seumur hidup aku belum pernah
transfusi darah. Pihak keluarga segera mencarikan donor darah yang cocok
denganku. Aku mendapat donor darah dari 4 orang yang berbeda. 3 orang masih
keluarga dekat ibu, 1 orang teman ayahku. Semuanya laki-laki.
Bayi-bayiku
alhamdulillah normal dan sehat, laki-laki keduanya dengan berat masing-masing
3kg dan 2,6kg. Kembar identik, satu tembuni saja. Pantas agak susah keluar
normal. Tidak ada yang perlu masuk inkubator. Tidak ada yang akan tertinggal di
rumah sakit, justru akulah yang masih harus menjalani perawatan.
Menyusui bayi
kembar sekaligus ternyata hanya gampang dibaca di buku tapi tidak gampang untuk
dijalani. Apalagi ditambah suara-suara sumbang di sekitar kita yang akan
menyurutkan langkah. Aku bersyukur ada adikku yang selalu memotivasiku tentang
ASI. Ah, memberi ASI adalah perjuangan yang paling berat bagi seorang ibu setelah
melahirkan. Bahkan mungkin lebih berat daripada proses melahirkannya itu
sendiri. Apalagi bagiku yang selalu jatuh sakit setelah melahirkan. Apalagi
setelah aku masuk kerja kembali.
Banyak hal yang
sudah kami jalani selama 5 tahunan ini. Banyak cerita sebenarnya. Mungkin cukup
dulu untuk kali ini. Yang pasti, jika ada yang bertanya padaku, “Sudah punya
anak?”, waktu kujawab ya dan ada 4, rata-rata mereka tidak percaya. Badan kecil
gini anaknya 4? Hehe.
Selamat ulang
tahun yang ke 5 anak-anakku, semoga jadi anak yang soleh, kuat, sehat, disayang
Allah, calon penghuni surga, berguna bagi umat. Amiin… Terima kasih, Tuhan,
telah memberiku kepercayaan sampai detik ini. Insha Allah aku akan terus
belajar menjadi ibu yang baik, mengantarkan anak-anakku ke gerbang kesuksesan
mereka, dunia akhirat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar