Rabu, 08 Februari 2017

# esai

Serunya Menjadi Bagian Kelas Inspirasi Banjarbaru 2017

Kala Satu Mimpi Terwujud: Serunya Menjadi Bagian Kelas Inspirasi Banjarbaru 2017





Bertemu Kelas Inspirasi
Hai, aku Nailiya Nikmah JKF. Aku seorang penulis. Selain itu, jalan hidup menuntunku menjadi seorang pengajar di sebuah perguruan tinggi negeri di kotaku. Hari-hari kujalani sebagai seorang ibu, seorang dosen dan seorang penulis. Agak malu juga sih sebenarnya menyebut diri ini penulis. Kadang-kadang masih suka badmood sehingga ada saja alasan untuk tidak menulis. Jangan ditiru ya sisi gelapku. Harusnya kan penulis tiap hari menulis ya? Tak apa lah ya, kan nulis status nulis juga, ya gak? Kali ini aku ingin bercerita serunya pegalamanku mengajar di sebuah SD. Meski satu hari saja, pengalamannya sangat berkesan di hatiku. Satu hari itu, aku berkesempatan merasakan serunya menjadi pengajar SD karena aku bergabung dengan para relawan dalam sebuah program bernama Kelas Inspirasi Banjarbaru (KIBjb) 2017.
Jauh sebelum Pak Anis Baswedan menjadi salah satu calon pada Pilgub DKI Jakarta, aku sudah jatuh cinta dengan program Indonesia Mengajar-nya (bagian  ini sengaja kutulis karena ada saja yang menuduh program KI berbau politik). Ketertarikanku pada program Indonesia Mengajar makin menggebu ketika aku meminjam sebuah buku bertajuk Indonesia Mengajar dari salah seorang rekan kerjaku. Kalau tidak salah, temanku dapat hadiah buku tersebut dari temannya. Nah, dia sendiri belum tuntas membaca bukunya. Membaca buku tersebut membuat aku terkenang pada salah satu impian masa kecilku. Aku ingin sekali menjadi seorang guru di sekolah pinggiran, sekolah-sekolah di daerah terpencil. Sekolah yang atapnya bolong, anak-anaknya tidak bersepatu, fasilitas minim, yah..mirip mirip sekolah Laskar Pelangi. Dulu, waktu SD aku suka sekali menonton serial drama di salah satu tv yang mengisahkan perjuangan seorang guru muda yang mengajar di desa. Kalau tidak salah judulnya Ibu Guru Delima, pemainnya Monica Oemardi. Ini kalau aku tidak salah ingat lo yaaa. Maaf jika aku keliru, hehe. Setiap menonton serial tersebut, aku selalu membayangkan suatu saat aku akan seperti ibu guru Delima juga, mengajar di desa. Ketika aku mengembalikan buku Indonesia Mengajar, temanku bertanya seru tidak bukunya. Seru banget, jawabku. Aku pengen deh ikut jadi guru di program tersebut. Yaa...tapi ingat kenyataan juga sih. Persyaratannya tidak mungkin bisa aku penuhi. Aku kan sudah menikah dan sudah tidak muda lagi (ini kata anak-anakku) hehe.
Dan ...Beberapa tahun berlalu setelah aku meminjam buku tersebut adalah hari ini!
Suatu hari aku menerima pesan melalui WA dari seorang kenalan sesama komunitas penulis di Kalimantan selatan tapi beda kota. Namanya Rima. Kaka...tertarik ikut ini gak? Yang penulis belum ada, katanya. Kubaca pesan yang dia kirim. Kelas Inspirasi Banjarbaru. Kubaca buru-buru pesannya. Sedikit-sedikit aku mulai memahami apa itu kelas inspirasi. Singkatnya, Kelas Inspirasi merupakan  sebuah program yang menghadirkan para profesional ke sekolah-sekolah dasar untuk mengajar tentang profesinya masing-masing selama satu hari . Aku berteriak kegirangan. Ini mirip dengan Indonesia Mengajar, pekikku dalam hati. Tak apalah cuma sehari. Lagipula kalau lama-lama mana mungkin juga aku bisa meninggalkan tugas domestik sebagai ibu RT, bisa-bisa anak-anakku pada demoJ Belum ngisi link nya, aku langsung konfirmasi aja ke nomor WA koordinatornya. Namanya Jida. Lalu aku menghubungi Rima lagi, eh ternyata harus ngisi link pendaftaran dulu. Hehe, aku terlalu bersemangat. Ada data diri yag harus diisi lengkap dengan media sosial yang kita miliki. Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab, diantaranya apa motivasi ikut, apa yang akan dijelaskan, kesediaan cuti sehari, kesediaan menghadiri briefing sebelum hari inspirasi, dan kesediaan ditempatkan di sekolah mana saja di Banjarbaru. Aku tidak akan lupa pada bagian “hal apa yang akan disampaikan”, aku tulis begini nih: Manusia bisa mati tapi tulisan akan abadi. Terakhir disebutkan bahwa para pendaftar yang diterima atau lolos seleksi akan dihubungi pada 10 Januari 2017.
Hari berlalu. Tidak sabar menunggu tanggal 10. Ketika 10 Januari tiba, aku deg-degan. Lolos tidak, ya? Dari pagi aku mengecek handphone melulu. Belum ada pesan masuk dari panitia. Mungkin siang pikirku. Siang berlalu berganti sore, tak ada juga kabar yang kunantikan. Sampai tiba waktunya aku menjemput anak sulungku dari sekolah untuk kemudian langsung membawanya ke dokter karena ia sedang ada sedikit masalah pada gigi. Di perjalanan aku bercerita bahwa aku gagal menjadi relawan KIBjb karena tidak mendapat sms. Ketika sedang mengantri di dokter, handphone ku bergetar. Ada pesan masuk. Selamat Anda terpilih sebagai relawan dalam kegiatan KI Banjarbaru yang akan dilaksanakan Tanggal 23 Januari 2017. Anda diundang untuk briefing bersama seluruh relawan, panitia dan perwakilan sekolah pada tanggal 15 Januari 2017 di Aula BP-PAUD DIKMAS KALSEL Banjarbaru pukul 08.30-12.00 mohon konfirmasi kehadiran ke : xxxxxxxxxxx Alhamdulillah, betapa girangnya aku.
Panitia kemudian mengirimkan file modul kegiatan untuk dipelajari sebelum hari briefing. Membaca modul tersebut aku menjadi sedikit panik. Oh, programnya ternyata tidak main-main. Ada contoh format lesson plan, contoh strategi mengajar, dan panduan lainnya. Intinya bagaimana memberi wawasan kepada siswa tentang profesi kita sendiri. Aku membayangkan betapa mudahnya dokter mengenalkan profesinya dibanding aku yang penulis. Bagaimana tidak, dokter dengan menggantungkan steteskop saja di lehernya sudah bisa dikenali profesinya. Apalagi kalau mereka memakai jas putihnya dan membawa jarum suntik, hehe...  Akupun mencari ide dari Om Google dan pergi ke toko buku. Ada salah satu tulisan di sebuah blog penulis yang juga merasakan hal yang sama denganku ketika menjadi relawan KI. Membacanya aku sedkit terhibur. Aku juga membaca beberapa buku tentang mengajar anak SD. Akupun akhirnya menemukan ide untuk dituangkan dalam lesson plan. Tentu saja formula yang kutuangkan dalam lesson plan aku uji coba dulu pada anak-anakku sendiri. Dari situ aku bisa memperbaiki, menambah dan mengurangi. Panitia mem-follow akun Ig-ku. Aku balik mem-follow. Eh, ternyata ada KI Banjarmasin, kota tempat aku tinggal. Sesaat aku sempat tertegun, mengapa aku harus jauh-jauh ke Banjarbaru kalau ternyata ada di Banjarmasin? Detik berikutnya aku segera tersadar. Tak ada yang kebetulan, bukan? Aku yakin, Tuhan sudah memilihkan aku KI Banjarbaru.
Hari briefing tiba. Aku bangun penuh semangat. Kukenakan kerudung baru biar lebih semangat lagi (hahh, bagian yang ini gak nyambung ya?). Aku diantar oleh suamiku beserta keempat anakku yang tak pernah mau ditinggal di rumah. Mereka mau saja didesak-desak untuk bergegas siap-siap padahal itu hari Minggu, hari mereka bersantai. Aku tidak mau datang terlambat. Udara dingin karena hujan yang mengguyur Banjarmasin tidak menghalangi kami untuk berangkat sesegera mungkin. Sepanjang jalan kami ditemani nyanyian hujan. Agak susah menemukan gedung lokasi acara  karena sebelumnya kami tidak pernah ke sana. Anakku menggunakan GM. Setibanya di tempat acara, kulihat panitia sedang memasang spanduk di gerbang utama. Peserta yang lain belum datang. Di meja registrasi aku mendapatkan kartu tanda pengenal dan pin KI. Eh, kok ada tulisan www.indonesiamengajar.org yaa di bagian bawahnya.  Panitanya semua ramah-ramah dan masih muda-muda. Setelah Rima, aku disapa oleh Jida. Orangnya cantik, ramah dan penuh semangat. Jida mengingatkanku pada Yunisa, mahasiswaku dulu di D4 yang sekarang sudah lulus S2. Melihat Jida dan kawan-kawan, aku optimis banua bisa maju. Kulihat ada seorang pemuda berbaju kaos jingga dan rompi bertuliskan Indonesia Mengajar. Sebenarnya aku ingin menyapanya tapi aku merasa terlalu tua untuk itu (hihi...:)) sejam kemudian aku menyesal tidak melakukannya. Ternyata dia guru muda dalam program Indonesia Mengajar. Namanya Dikun. Ia berasal dari Palembang dan ditempatkan di Loksado. Dia salah satu pemateri di hari briefing. Dari materi yang ia sampaikan aku baru tahu, ternyata KI adalah turunan dari program Indonesia Mengajar. Pantas saja ada tulisan Indonesia Mengajarnya. Betapa bahagianya aku ketika mengetahui hal itu. Itu artinya, salah satu impianku terwujud!
Setelah menerima materi, kami para relawan dibagi menjadi tiga kelompok karena untuk program KI Bjb hanya mendatangi tiga sekolah dasar negeri. Aku termasuk dalam kelompok SDN Palam 3. Di kelompokku ada Abhel sang psikolog, ada Deddy ahli gizi, Karina ahli transportasi sekaligus dosen, Dwi yang enterpreuner, Alfian nurse, Sudais, Andry, Effendy, Rizka, Tiara, Elvin, Said. Kami berasal dari tiga kategori yaitu inspirator yang tugasnya mengajar, fotografer dan videografer.  Oiya selain kami, dalam grup tersebut ada juga fasilitator, mereka adalah Ina alias Sauqina, Hajidah, dan Rima. Jida sang koordinator juga ada lhoo. Di hari briefing tidak semua bisa datang. (Nanti di hari inspirasi ada juga yang akhirnya tidak bisa datang karena erbagai alasan). kami mendiskusikan rencana untk hari inspirasi. Pertama-tama setelah dikenalkan oleh Ina sang fasilitator kelompok Palam 3, kami memilih ketua kelompok. Karena yang paling keren itu Kak Abhel, jadilah dia yang kami tunjuk jadi ketua. Selanjutnya komunikasi terjalin melalui grup WA. Aku bersimpulan bahwa dalam timku banyak orang yang lucu dan menyenangkan. Kelak simpulanku salah lho. Ternyata mereka tidak lucu tapi lucuuu pakai bingits. Oiya, Seharusnya ada observasi ke sekolah sebelum hari H dan ada rapat keompok tapi aku tidak bisa ikut. Aku hanya bisa membaca hasil rapatnya di grup WA. Aku mendapat giliran dari pukul 08.30 di kelas 1 2 3. Hari inspirasi adalah hari Senin. Jadi, kami bakalan ikut upacara bendera di sekolah. Aku jadi sentimentil, terkenang masa indah waktu jadi murid yang tiap senin pagi ikut upacara bendera. Aku ingin upacara di sekolah lagi....
Hari inspirasi tiba. Aku bangun lebih awal meski malamnya begadang menyelesaikan persiapan media untuk mengajar. Kesepakatannya, semua anggota tim Palam 3 berkumpul di kampus FK ULM Banjarbaru pukul 06.30 karena pukul 07.00 harus sudah ada di sekolah. Semua perlengkapan kumasukkan dalam totebag pink kesayangan termasuk botol minum seperti yang diinstruksikan oleh fasilitator kami tercinta. Anak pertama dan kedua sudah kubangunkan sebelum azan Subuh. Setelah menyiapkan sarapan untuk mereka, aku segera mandi.  Anak-anak sudah tahu bahwa hari itu ayahnya tidak bisa mengantar mereka ke sekolah karena harus segera mengantarku ke Banjarbaru. Sebagai gantinya, ada ojek langganan yang akan menjemput dan mengantar ke sekolah. Mereka sarapan dengan tertib. Kudengar irama hujan di atas genteng. Dingin menyusup ke tulang. Kupilih terusan hitam dengan rompi sasirangan pink. Kupikir-pikir dengan rompi lumayan untuk mengurangi rasa dingin karena aku merasa tidak pas kalau memkai jaket. Masuk kawasan Banjarbaru, perutku melilit. “Kamu pasti sakit perut karena gugup” celutuk suamiku. “Santai aja kenapa sih”. Aku mengiyakan.
Dari FK aku ikut mobil Rina cantik ke SD Palam 3. Yang lain bersama Psikolog keren Abhel. Ina, fasilitator kami yang tangguh memilih naik motor. Sementara yang lain sebagian sudah berada di lokasi lebih awal. Sepertinya tim kami yang paling sedikit jika dibanding dua tim lainnya. Ini sesuai saja sebenarnya dengan jumlah murid di SDN Palam 3. Setelah semua datang, kecuali Said yang katanya ada sedikit rintangan, kami meluncur ke sekolah. SDN Palam 3 Banjarbaru lokasinya melewati Danau Seran. Kamu cari di google aja ya apa itu Danau Seran. Sayangnya, kami tidak menyempatkan diri untuk mampir ke danau itu. Tiba di SDN Palam 3 aku disergap susana asri dan tentram. Halamannya luas, banyak pohon, jadi rindang. Karena hujan, kami tidak jadi upacara. Sayang sekali padahal aku sudah kepingin banget upacara di SD. Tahap pertama perkenalan tim kami di kelas 1 2 3 yang di gabung dalam satu ruangan. Ketua tim sempat mengajari anak-anak yel-yel tepuk semangat. Agak kesusahan awalnya. Bayangkan mereka masih imut-imut sekali.  Ketika ketua tim melakukan opening dengan bertanya apa cita-cita mereka, murid-murid ramai menjawab. Mau tahu apa cita-cita mereka? Jadi, cita-cita murid-murid kelas 1 2 3 adalah dokter, polisi, tentara, guru. Itu saja semuanya sama. Eh, ada satu yang beda, mau jadi koki. Oh...belum ada yang ingin jadi penulis saudara-saudara. Lalu ketua kami menyambangi aku. “Kamu dapat kelas 1 2 3 kan ya? Penulis kan ya? Gimana kira-kira? Apa mau ditukar aja dengan kelas 4 5 6?” Rina pun menawari aku tukar kelas dengan dia. Aku menimbang sejenak lalu memutuskan untuk tetap di kelas 1 2 3. Baiklah, jadi misiku sangat jelas, ngasih tahu ada satu kosakata lagi untuk dijadikan pilihan masa depan mereka, yaitu penulis!
Penulis itu...orang yang mencatat, ya?

Ini ceritaku pas action.
Pertama-tama aku mengenalkan nama, lalu profesi. Waktu kutanya apa itu penulis, murid-murid bingung mau menjawab apa. Ada beberapa yang menjawab “Orang yang suka nulis; orang yang mencatat sesuatu; orang yang mengajar; orang yang membuat buku” semua jawaban kubenarkan. Aku hepi banget kelas tidak sepi.
Selanjutnya aku menambah beberapa penjelasan sesuai yang sudah kurancang dalam lesson plan meski ada bagian-bagian yang harus aku improv. Apa itu penulis, di mana mereka bekerja, apa manfaat penulis bagi orang banyak dan seterusnya. Aku mengeluarkan dua bukuku dari totebag pink. Ini contoh buku kaka yang sudah terbit dan ada yang dijual di toko buku. Kutanyakan siapa saja yang suka dan pernah ke toko buku dan ke perpustakaan. Banyak tangan yang mengacung. Dua bukuku kupersilakan untuk mereka lihat, sentuh dan baca sekilas. Ada kumpulan cerpen Rindu Ilalang dan satunya lagi novelku Sekaca Cempaka.  Lalu aku mengeluarkan beberapa buku dongeng klasik seperti Cinderella, Putri Salju, Putri Duyung, Gadis Tudung Merah. Buku-buku tersebut berkeliling dari tangan ke tangan.
“Kok semuanya putri-putrian yaa? Gak ada yang cowoknya kah?” tanya seorang murid laki-laki.
 Aku memekik pelan, “Ah iya...benar kamu. Ini ada buku yang bergambar anak cowok, ditulis oleh anak cowok juga. Ini buku puisi.” Aku mengeluarkan buku puisi karangan Abdurrahman Faiz.
Selanjutnya aku mengeluarkan lagi satu buku yang masih berbungkus plastik bening. Murid-murid penasaran.
“Naah...ini contoh buku yang masih baru. Lihat belum dibuka plastiknya. Sekarang kita buka yaaa.” Mungkin karena gambarnya kartun mereka lebih semangat melihatnya.
Mereka boleh memegang bukunya satu-satu. “Oiya,  buku ini ditulis oleh anak-anak dari berbagai kota. Yang dari Banjarmasin juga ada, lho. Ini nih yang cowok, yang namanya Ihda” kataku. “Coba lihat, anak-anak ini tidak bertemu satu sama lain tapi karya mereka berkumpul dalam satu buku, terus bukunya beredar di seluruh Indonesia. Jadi banyak anak yang bisa mengetahui cerita yang mereka tulis. Siapa yang mau begini? Tulisannya dijadikan buku macam begini. Siapa mau?”
Murid-mrid berdengung seperti lebah. Tangan-tangan mungil mengacung.
“Sekarang...kita latihan membuat buku yaaa,” ajakku.
Murid-murid antusias. Kubagikan kertas warna-warni yag sudah kusapkan untuk mereka menulis di dalamnya. Semula aku membagi 10 calon buku kecil  itu yang berwarna pink. Kubagi satu satu. Ketika aku mengeluarkan yang biru dan hijau, murid-murid maju menyerbu. Ibu...aku mau pink, aku yang hijau, aku yang biru. Anak-anak itu berdesakan di sekelilingku. Aku sedikit kaget. Mahasiswa mana ada yang berkerumun begitu demi memperebutkan kertas hvs berwarna yang sudah diolah menjadi bentuk buku tipis. Ada rasa yang tak dapat dijelaskan indahnya ketika anak-anak itu mengerubungi aku. Rasa yang belum pernah kudapatkan di tempat kerjaku selama ini.
Sesudah kupastikan semua murid memegang satu media dariku, akupun menyampaikan apa yang harus dilakukan oleh mereka. Di lembar sampul, kuinstruksikan mereka agar menulisi namanya. Ada yang bolak balik menyamperi aku sekadar bertanya betul atau salah yang ia tulis. Selanjutnya mereka kuminta menuliskan perasaan meraka masing-masing pada halaman berikutnya. Tentu saja dengan kalimat yang sederhana. Semua mengasyikkan hingga tak terasa waktuku habis, aku sampai diperingatkan oleh ketua tim. Aku harus gantian dengan inspirator lain. Kok sebentar ya? Perasaan aku baru melakukan bang! Untuk opening kok sudah harus berakhir sampai di sini... L Mau lagi, kakaks, hiks.
Waktu jeda kupakai untuk membantu inspirator lain pada bagian-bagian yang mereka memang memerlukan bantuan. Selebihnya, aku berkeliling seputar area sekolah sambil sesekali membayangkan aku adalah guru di sekolah itu. Asyik kali,ya? Selama berkeliling tentunya mataku bekerja dengan baik. Ya, barangkali ada bahan buat dijadikan ide cerpen atau novel. Dasar penulis! Tuing! Ide pun muncul.  Menurut pengamatanku, sekolah memiliki  satu area toilet yang sudah memadai. Area tersebut mempunyai 6 bilik toilet murid yang terletak di belakang sekolah bagian kanan. Tiga toilet untuk laki laki, tiga  toilet perempuan, berhadapan tiga tiga. Masing –masing dibagi untuk kelas 1 dan 6 satu toilet, 2 dan 5  satu toilet, serta 3 dn 4 satu toilet (sori kalau salah nulisnya). Air mengalir deras dari kerannya. Oiya tiap kelas ada fasitas untuk cuci tangan. Aku juga sempat ngobrol dengan guru mata pelajaran Agama. Bapaknya ramah sekali. Dari perbincangan kami aku mendapat informasi berapa jumlah guru, guru tetap dan guru honor, sedikit tentang dana BOS, dan yang paling penting nih, informasi tentang adanya lahan untuk bercocok tanam atau berkebun di belakang sekolah. Ada kacang dan tanaman lainnya. Murid dan guru yang menananmnya. Beliau mengajak kami berkeliling. Aku juga sempat menengok sebentar ruang perpustakaan sekolah. Setelah itu aku menuju kantin yang terlatak di kanan depan sekolahan. Aku memebeli  sepiring kecil bihun dan segelas teh hangat, totalnya Rp3.000,00 saja. Jajanan anak SD negeri la yaaa.  Lumayan buat mengganjal perut. Semula aku hendak beli nasi goreng tapi sudah habis. Sambil makan aku mengobrol dengan si ibu penjual dan beberapa murid yang beli. Ibu penjualnya sangat ramah dan santun. Rasanya semua orang di sekolah tersebut ramah-ramah deh.
Sesi terakhir, murid menuliskan nama dan cita-citanya pada pohon harapan. Setelah  itu, murid-murid kami minta membuat cap tangannya pada spanduk yang sudah disiapkan oleh timku. Cat warna dituang dalam piring-piring plastik berjejer di samping spanduk. Sebelumnya, murid yang memakai baju lengan panjang satu –persatu lengan bajunya kugulungi, mereka tak sabar ingin membuat cap tangan di spanduk. Selesai membuat cap tangan, satu satu mereka kami arahkan untuk cuci tangan. Semua dilakukan dengan tertib karena dikondisikan untuk mengantri dengan berbaris panjang sesuai kelas.  Ada saja yang sempat menangis diganggu oleh teman di barisan belakangnya...biasalah namanya juga anak-anak. Sementara itu para fotografer dan videografer sibuk mengabadikan momen demi momen. Beberapa kali kami membuat foto bersama. Kurasa timku penuh kehebohan. Orangnya pada ngocol semua. Ada yang tak luput dari ingatanku ketika sesi foto-foto. Ayo, semuanya yang ceriaaa kata salah seorang inspirator. Eh, suasana yang tadinya sudah ceria malah berubah sepi mencekam beberapa detik, lalu seorang murid bertanya, “Yang ceria itu yang bagaimana?” nah, lho!  Eh, ada lagi yang asyik nih. Anak kelas 1 dan 2 kan pulangnya lebih awal. Eh setelah dipulangkan oleh guru, ada 4 atau 5 anak yang masih bertahan di sekolah, sepertinya mereka masih betah dengan kami. (Maafkan jika agak sombong sedikit di bagian yang ini. Hehe).
Sesi yang beneran terakhir adalah say good bye dengan anak-anak dan pihak sekolah. “Kakak...besok datang lagi ya?” pertanyaan murid-murid membuatku terharu. Bener banget kata Ka Dikun di sat briefing: Hati-hati aja, kalau sudah sekali mencoba jadi relawan, awas nanti bisa ketagihan. Aku Pengen lagi...![] Nai





3 komentar:

  1. Wahhh keren bs ikut KI.. terus semangat ya mba..menebar manfaat bagi anak2 sekitar

    BalasHapus
  2. Waa kaka keren. Ulun tertarik jua lawan KI nih. Tapi kada bisa mengajar ulunnya. Heu

    BalasHapus