Minggu, 14 Januari 2018

# esai # Lemari Buku Nai

Ada Duka di Wibeng

 Analisis Buku Serial Ada Duka di Wibeng Karya Jazhimah Al-Muhyi*
Oleh Nailiya Nikmah JKF


Pendahuluan

Akhir-akhir ini media massa sedang heboh memberitakan peristiwa penarikan beberapa buku yang dianggap porno dan SARA dari sekolah-sekolah. Seperti biasa, masyarakat pun mendadak latah bicara buku porno. Tidak sedikit masyarakat yang langsung memvonis bahwa buku-buku yang disebutkan oleh media massa tersebut memang buku porno- tanpa melakukan cross-chek. Salah satunya adalah buku Ada Duka di Wibeng (ADdW) karya Jazhimah Al-Muhyi. Berikut adalah hasil pembacaan penulis terhadap ADdW.
Buku ini merupakan sebuah bacaan nonfiksi yang bergelar Serial Akta. Ia terdiri atas 15 bagian (bab), yaitu Empati untuk Bik Sum; Ada yang Lagi Jatuh Cinta (Lagi); Jilbab Kodok…Eh, Kedok; Gak Pede? Ke Laut Aje!; Bertemu Eks…; Heboh Ka El Pe; Sms-sms Dukungan; Ka El Pe Tandingan; Asal Mau Sama Mau?; Mau Jadi Jagoan?; Ada Duka di Widya Bangsa; Pisah Kelas?; Kala Duka Menyapa; Sahabat Sejati; dan Tataplah Dunia, Ze! Bab-bab dalam ADdW tersebut bercerita tentang kehidupan remaja dengan segala kekhasannya. AddW adalah seri ketiga, sebelumnya ada dua buku serial Akta yang lain. Serial Akta ini pernah juga dimuat di majalah remaja Annida.
1. Penokohan
Tokoh utama dalam cerita ini adalah seorang ABG bernama Akta. Akta adalah gadis remaja yang bersekolah di sebuah SMA. Ia mewakili gambaran remaja berjilbab/berkerudung yang cerdas, kreatif, pemikir, kritis dan peduli sesama. Ia hampir selalu bereaksi terhadap hal-hal yang dianggapnya tidak sesuai dengan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran.
Dengan karakter yang demikian, tokoh Akta diceritakan pernah mengemukakan ketidaksetujuannya terhadap seks bebas dan upaya beberapa LSM yang mengampanyekan kondom untuk seks (bebas) aman. Akta diutus oleh pihak sekolah untuk menghadiri Seminar Fenomena Pacaran dan Seks Bebas di Kalangan Remaja. Dalam seminar itu, Akta mendengar kalimat “Sebaiknya jangan melakukan ‘itu’ sebelum nikah. Namun, jika terpaksa…do it savely!” Akta langsung bereaksi. Ia melakukan interupsi namun tidak diperkenankan. Akhirnya ia berhasil mengemukakan pendapatnya ketika sesi tanya jawab.
“Mohon adakan pelatihan tentang seks untuk remaja secara benar. Kalau banyak yang melakukan seks di luar nikah, memangnya apa sih baiknya buat negeri ini? Biar makin banyak anak di luar nikah atau banyak aborsi? Oke, mungkin kita bisa selamat dari AIDS dan kehamilan, tapi tak mungkin selamat dari murka Allah dalam azab neraka jahanam”
Akta kembali ke tempat duduknya. Banyak pasang mata mengikuti dan menatapnya. Setelah hari itu, Akta mendapat banyak sekali teror. Teror berupa kalimat-kalimat tak senonoh dalam surat tak bernama, sms-sms gelap, juga gambar-gambar porno (hlm 104).

            Selain reaktif, Akta juga sangat sensitif terhadap penderitaan orang lain di sekitarnya. Salah satunya adalah ketika Akta mengetahui penyakit Bik Sum, si penjaga kantin sekolahnya.
Hari-hari jadi menyedihkan bagi Akta. Disadarinya kantin Bik Sum selama ini tidak hanya memenuhi kebutuhan perut, namun juga batiniahnya. …. Padahal Akta baru saja membeli bunga untuk Bik Sum, baru memecah tabungan logam seribuannya untuk membantu membeli obat. …. (hlm 8).

2. Pelataran
Latar tempat cerita pada umumnya adalah SMA Widya Bangsa (Wibeng), yaitu tempat Akta menimba ilmu sehari-hari. Seperti SMA pada umumnya, SMA Wibeng pun berisi ABG dengan berbagai karakter khas remaja. Hampir tiap bab menggambarkan hal ini.
 Sementara untuk latar yang berkaitan dengan suasana, ADdW berlatar kombinasi. Kadang-kadang suasana sedih, kadang-kadang gembira dan semangat. Tentu saja suasana tersebut tidak lepas dari suasana yang sering dialami para ABG. Jatuh cinta, patah hati, galau dan lain-lain. Suasana sedih misalnya dapat ditemukan pada bab satu, yaitu “Empati untuk Bik Sum”; bab sebelas “Ada Duka di Widya Bangsa”; dan tiga bab terakhir, yaitu “Kala Duka Menyapa”, “Sahabat Sejati” dan “Tataplah Dunia, Ze!” Sementara suasana galau dapat dilihat di bab dua “Ada yang Lagi Jatuh Cinta (Lagi) dan di bab lima, “Bertemu Eks…”.
3. Penyudutpandangan
Adapun sudut pandang cerita ADdW adalah sudut pandang third-person-omniscient atau diaan-mahatahu. Dengan sudut pandang ini, pengarang berada di luar cerita, pengarang hanya menjadi seorang pengamat dan bahkan mampu berdialog dengan pembaca. Salah satu kutipan ini bisa dijadikan contohnya.
Akta tak habis pikir. Setahunya, anak-anak Kelib bahkan menjadikan kuantitas dan kualitas hukuman yang diterima sebagai tolak ukur reputasi. … Akta dapat cerita itu dari Diana. Diana dari Zeus, Zeus dari Dani. Kalau ingin tahu hubungan keempatnya, baca seri-seri Akta sebelum ini, ya. Kan bete tuh kalo diulang-ulang :) (hlm 114).

4. Bahasa
Dilihat dari bahasa, ADdW menggunakan bahasa khas remaja/ABG yang gaul sehingga mudah dicerna oleh remaja. Pengarang sangat piawai menerjemahkan ajaran-ajaran kebaikan dan kebenaran ke dalam bahasa remaja. Hal ini membuat pembaca tidak merasa sedang digurui apalagi diomeli oleh pengarang – suatu hal yang paling dihindari oleh remaja.
Haaa! Sama guru kok manggil mas, yang bener aja!
Meski sudah tahu objeknya, tetap saja kekagetan itu tak bisa Akta sembunyikan dari raut muka yang berubah ekspresi secara tiba-tiba..
“Kenapa? Apa orang kayak aku gak boleh jatuh cinta ama orang kayak dia?”
Akta mengumpulkan energi untuk tersenyum. Tersenyum dengan tulus. “Emangnya, untuk jatuh cinta ke seseorang, diperlukan syarat-syarat tertentu? Kok, aku baru denger kali ini.”
“Hey, ternyata kamu lucu dan pintar!” Myrna terliha senang dengan jawaban Akta. “Jadi, aku boleh jadi pacar dia, kan?”
Ha, kok larinya ke situ? Otak Akta pun segera mengolah memori dan cepat menganalisisnya. … “Ngg…kalau untuk masalah itu, kamu bilang aja sendiri ke Mas… eh, Pak Wahib!”. Akta melakukan tindakan yang seolah-olah memberi peluang karena menurut analisisnya, Pak Wahib pasti bisa mengatasi Myrna lebih baik….(hlm 13).

Salah satu bab dalam AddW, yaitu bab sepuluh “Asal Mau Sama Mau?” berisi keprihatinan pengarang – yang disuarakan melalui tokoh Akta – terhadap fenomena seks bebas di kalangan remaja. Dalam bab ini terdapat adegan ketika Akta secara tidak sengaja mendengar percakapan temannya tentang seks bebas. Berikut kutipannya,
"Pokoknya, asal mau sama mau, gak masalah, kok."
Akta menegakkan telinga.
"Eh, tapi harus tahu trik-trik jitunya. Jangan sampai hamil, juga kena penyakit kelamin. Gawat kan kalau sampai kena gituan."
"Eh, ini nih... ada cara praktis yang manjur. Udah banyak yang ngebuktiin!"
"Mana ... mana?"
"Eh, katanya sperma itu..."
"Nah, di majalah ini dikatakan, sel telur itu kalau ketemu ama sperma...."
"Eh, ada yang asyik punya, nih. Petunjuk dengan pakai KB kalender!"
Akta berlalu dengan cepat mendengar obrolan di lokasi kamar mandi yang diselingi suara cekikikan. Suara-suara perempuan. Akta merasa sangat risi. Kok bisa sih, mereka tidak malu membicarakan masalah semacam itu? Niat utama ke kamar mandi menguap sudah. HIV alias ‘hasrat ingin vivisnya’ entah lenyap ke mana.
Seks, kalau itu berkaitan dengan diskusi tentang kesehatan reproduksi sih bagus. Malah akan mendalamkan ilmu biologi. Lha ini, seks yang diobrolin hanya berorientasi pada ‘how to make baby’ (hlm 94).

Sikap Akta menyiratkan bahwa pengarang menolak seks bebas di kalangan remaja. Bagian ini merupakan sex education bagi remaja yang disampaikan dengan bahasa remaja dan sesuai dengan keseharian remaja di era buku tersebut terbit. Penyampaiannya dikemas seapik mungkin agar pembaca bisa menangkap bahwa dalam cerita tersebut teman-teman Akta ada yang menjadikan seks sebagai topik pembicaraan. Titik tekan pada bagian ini adalah pengarang mencoba menyampaikan bahwa fenomena seperti itu ada di kalangan remaja.

5. Tema dan Amanat
ADdW bertemakan problematika remaja. Sebagai bacaan remaja, ADdW mengandung banyak pesan positif. Buku ini tidak hanya memaparkan indahnya dunia remaja dengan segala problematikanya tapi juga memberikan alternatif solusi pemikiran-pemikiran yang mencerahkan. Bacalah peran Akta dan teman-temannya ketika memberi dukungan kepada Zeus. Zeus sempat kehilangan semangat saat orang tuanya cekcok dan ingin bercerai. ADdW menyampaikan amanat jadilah sahabat sejati, sahabat yang selalu ada, tidak hanya di saat kita senang tapi juga di saat kita sedih. Sahabat yag tidak akan membiarkan kita terjerumus ke jalan yang salah apalagi tenggelam dalam keputusasaan. Tidak hanya kepada Zeus, Akta pun bersimpati kepada tiga kawannya yang dikeluarkan dari sekolah enam bulan menjelang ujian akhir karena kenakalan mereka.
Simpulan
Penulis tidak menemukan satu pun tanda yang bisa membuat buku ini termasuk dalam kategori buku porno. Ibarat menu makanan, ADdW adalah menu komplet bagi remaja. Hidangan ADdW begitu enak, bergizi dan halal. Mungkin, penempatan buku ini lah yang membuat sesuatu jadi janggal. Karena buku ini berlatar SMA, bertokoh ABG, mungkin sebaiknya buku ini berada di perpustakaan SMP dan SMA. Sesuai dengan yang tertera di kover bukunya, For Teenager. Tapi jika kita mau membuka mata dan telinga lalu memilih jujur, sebenarnya pun anak-anak SD sekarang lebih cepat matang.
Begitu banyak faktor yang bisa menjadi penyebab mereka lebih cepat meninggalkan masa kanak-kanaknya – yang tidak cukup dibahas di sini. Di luar hal-hal tersebut, dalam situasi yang demikian, justru mereka harus mendapat bacaan yang dapat mengarahkan mereka ke jalan yang benar – bisa jadi ADdW adalah salah satunya.
Buku ini sangat bagus dan layak dibaca oleh anak-anak atau adik-adik kita yang sedang dan akan memasuki masa remaja. Sebagai pencinta literasi bermutu, saya sarankan Anda membaca ADdW. Setelah itu, terserah Anda…

*Dimuat di Media Kalimantan, Minggu 24 Juni 2012





Sumber:Goodreads

Tidak ada komentar:

Posting Komentar