Minggu, 15 April 2018

Bumi dan Kekuasaan Perempuan dalam Novel Aroma Karsa Karya Dee Lestari

10.25 8 Comments

Novelis cantik Dee Lestari (Dee) pada Maret 2018 kembali menerbitkan novel terbarunya melalui penerbit Bentang Pustaka yang diberi judul Aroma Karsa (AK). Dilihat dari jumlah halamannya (710 hlm) buku setebal hampir 4 cm tersebut tentu bukan termasuk kategori bahan bacaan ringan, setidaknya tidak bagi saya dan kelompok ibu-ibu sibuk. Saya tidak yakin kelompok ibu-ibu sibuk bisa menyelesaikannya dalam sekali baca. Saya membaca AK dalam tiga atau empat fase pembacaan. Saya harus pandai membagi waktu agar bisa menamatkan AK dengan terus berusaha menahan sense-nya setiap saya menutup halaman untuk kemudian membacanya di fase berikutnya. Fase terakhir, saya menyediakan waktu khusus alias begadang untuk menamatkannya.
Saya berusaha menyandera setiap adegan dalam AK dan menampung segala aroma yang dideskripsikan di dalamnya. Selama proses pembacaan tersebut saya tetiba merasa indera penciuman menjadi lebih sensitif, lebih peka. Sesekali saya menciumi, membaui sekitar termasuk kulit tangan sendiri,  seakan-akan saya adalah Jati Wesi atau Tanaya Suma, dua tokoh yag memiliki indera penciuman spesial dalam AK. Diksi yang dipilih Dee dalam bangunan 61 bab tersebut seakan membuat aneka aroma keluar dari novel dan mengajak pembaca menari-nari di antara aroma tersebut.
Halaman-halaman pembuka AK membuat saya membayangkan dua pengusaha perempuan terkenal yang fokus dalam bidang kosmetik dan ramuan tradisional (jamu) di Indonesia. Kemudian saya menimbang-nimbang mana di antara keduanya yang lebih mendekati gambaran dalam novel. Halaman berikutnya saya menyadarkan diri, ini novel. Novel adalah karya fiksi. Sampai kapanpun ia tidak akan menjadi nyata meski dibangun oleh banyak fakta dan data. Jadi, realistis sajalah bahwa yang ada dalam cerita tersebut fiktif.
Terhitung sejak hlm 25, saya merasa (harus) menjadi lebih peka terhadap diksi dan kalimat-kalimat  yang mendeskripsikan kerja indera penciuman. Diikuti halaman setelahnya, saya makin yakin tokoh dalam AK bukan tokoh biasa dalam hal penciuman.

“...Jati meraih baju gantinya yang terjemur di tembok. Pergerakan udara di sekitar mereka berdua mengantarkan bau amonia berbaur sampo aroma apel yang sudah dibiarkan semalaman di rambut... Kibasan udara kini mengantarkan jejak furaneol yang digeontori metanol ke hidungnya.” (Lestari, 2018:25).

Halaman-halaman selanjutnya menambah informasi bahwa Jati Wesi, tokoh utama lelaki dalam AK tidak sekadar mampu membaui aroma tatapi lebih dari itu, ia membuat formulasi, melakukan analisis, membuat sintesis dan simpulan terhadap aneka aroma tersebut.

“Menjelang hujan turun, segala wewangian akan tercium lebih tajam baginya. Tadi, wangi asiri dan sayatan rmput begitu pekat sampai-sampai hidungnya gatal. Yang bakal hadir bukan hujan biasa, demikia Jati menyimpulkan. Hidungnya mengendus kedatangan badai. Ingin jati menyampaikan itu kepada Nurdin, tapi entah harus memulai dari mana.” (hlm 31).


Setelah rampung membacanya, saya menemukan simpul-simpul yang menalikan beberapa kata kunci yaitu bumi (:alam), perempuan dan kekuasaan perempuan yang sangat khas dalam novel ini. Siapa yang mendominasi siapa atau apa, saling silang dalam alur kehendak para tokoh. Paradigma yang dipakai dalam memahami hal-hal tersirat dan tersurat akan sangat menentukan hal-hal yang selanjutnya bakal mengepung kita pasca membaca tuntas AK. Saya menemukan beberapa kata kunci yang menuntun saya pada sebuah paradigma. Selanjutnya, berdasar kata kunci yang saya temukan, saya menggunakan teori ekofeminisme untuk menganalisis AK.
Kajian ulang terhadap paradigma sains yang mendukung dominasi alam dan perempuan sekaligus adalah agenda awal feminis new age. Kajian tersebut menumbuhkan keyakinan bahwa dominasi terhadap perempuan berjalan sudah sangat  lama- bahkan sama tuanya dengan dominasi terhadap bumi (alam). Bumi-perempuan sama-sama menjadi objek eksploitasi. Ini dapat dibuktikan misalnya dari mitos atau legenda yang menyimbolkan bumi sebagai ibu (:perempuan). Kemudian gerakan spiritual feminis lebih khusus digerakkan oleh spiritualitas ekofeminisme yang mengintegrasikan kesadaran spiritual feminis dengan kesadaran ekologis. Ekofeminisme ditafsirkan sebagai gerakan spiritual (spiritual movement) oleh Starhawk – seorang tokoh spiritual ekofeminisme yang tergabung dalam konteks gerakan new age. Hal ini disebabkan oleh sudah tercakupnya transformasi nilai kultural dan ekologis di dalam penafsiran tersebut. Ia pula yang mempopulerkan kata kunci “spiritualitas ekofeminis” yang disandarkan pada bumi (earth-based) dan ekologi (ecology-based). Starhawk memberikan informasi tentang seputar kebangkitan gerakan feminisme yang melindungi kerusakan hutan dengan cara merangkul pohon yang akan di-bulldozer, seperti gerakan Chipko Andolan di India. Masih banyak lagi contoh gerakan spiritual ekofeminisme yang ramah dan sadar-ekologis seperti New Age, Moral Majority dan Happiness of Womanhood di AS (Sukidi, 2001).
Analisis ini sangat relevan dengan peringatan Hari Bumi sedunia yang dirayakan setiap 22 April.  Merayakan hari Bumi tentu tidak hanya dilakukan dengan kegiatan berupa seremonial saja, namun lebih ke peran serta aktif masyarakat sesuai dengan kapasitas masing-masing dalam upaya pelestarian lingkungan. Di Indonesia, upaya-upaya penyelamatan lingkungan terutama disuarakan oleh para akktivis lingkungan dan masyarakat yang tinggal di area yang mengalami kerusakan alam parah akibat eksploitasi. Sebut saja area pertambangan batubara, perkebunan kelapa sawit, pertambangan intan, penambangan batu alam di pegunungan, penambangan pasir, penebangan hutan secara liar sampai penyempitan area sungai. Baru-baru ini, di provinsi saya tinggal, yaitu Kalimantan Selatan telah banyak masyarakat yang melakukan upaya #savemeratus dengan sangat serius dan mengundang perhatian banyak pihak. Dalam bidang sastra sendiri, ULM pernah mengadakan seminar prosiding bertema Ekologi Sastra (2015).
Dalam kajiannya terhadap beberapa puisi tentang kerusakan hutan di Kalimantan Selatan, Alfianti (2015) menyebutkan bahwa “Yang bertanggung jawab atas kerusakan hutan juga adalah mereka yang memiliki akses pada kekuasaan yang tak bisa dilawan begitu saja oleh masyarakat.” Aroma serupa dengan pernyataan ini dapat saya endus pula dalam AK.
Sementara itu, peran perempuan terkait teori kealaman oleh perempuan Indonesia dapat dilihat dari pelbagai lini kehidupan. Dalam bidang ekonomi misalnya, perempuan Indonesia di Kalimantan Selatan begitu lekat dengan sungai sebagai jalur mata pencaharian, kemudian sawah untuk pertanian, perkebunan, perikanan hingga pertambangan. Di pasar terapung, kita akan melihat setiap subuh para perempuanlah yang mengayuh ekonomi keluarga. Begitu juga di sawah, di kebun dan di area lainnya. Perempuan Indonesia sudah akrab dengan buminya dari masa ke masa.
Meskipun demikian, dalam hal lain, perempuan kerap dijadikan simbol bagi bumi dan unsur alam lainnya. Saya ambil satu contoh, intan sebagai hasil pendulangan sering disebut “galuh” oleh masyarakat Kalimantan Selatan. Mereka percaya turun-temurun bahwa intan harus disebut “galuh” karena alasan tertentu yang berhubungan dengan tradisi. Galuh adalah panggilan atau sebutan untuk gadis atau perempuan Banjar. Ini kemudian memposisikan perempuan menjadi pihak yang dikuasai (:oleh laki-laki) sebagaimana alam yang dikuasai oleh manusia. Karren J warren dalam Maimunah (2013:233) menyatakan bahwa opresi patriarki terhadap alam dan perempuan disebabkan oleh pandangan bahwa alam/perempuan adalah sesuatu yang feminin, tidak berdaya dan pantas untuk dikuasai. Politik othering ini didasarkan pada cara berpikir maskulin bahwa alam = perempuan. Dari sisi linguistik sering ditemui unsur-unsur yang meng’alam’kan perempuan atau mem’feminin’kan perempuan, misalnya frase “pemerkosaan hutan” atau “penggarapan tanah”.
Salah satu pertanyaan saya dalam analisis sederhana ini adalah “Adakah penyimbolan perempuan terhadap alam (:bumi) dalam AK? Jika ada, bagaimanakah semua hal yang terkait dengannya direpresentasikan oleh Pengarang?

Bumi (:Alam) memberi banyak tapi kehendak manusia tak berujung
Begitu banyak yang diberikan oleh alam akan tetapi manusia selalu punya kehendak di atas kehendak. Selama lebih dari tiga generasi, keluarga Prayagung menghabiskan usia dalam perburuan sumber puspa karsa. Meski percikan kekuatannya sudah berhasil dimiliki, keluarga Prayagung tidak berhenti melakukan perburuan terhadap hal yang turun-temurun diwariskan melalui dua hal kontras, dongeng dan penelitian ilmiah.

Porsi pertama akan mengubah nasibmu
Porsi kedua akan mengubah nasib keturunanmu
Porsi ketiga akan mengubah dunia sebagaimana keinginanmu. (Lestari, 2018:9)

Bermula dari temuannya dalam kotak besi berupa lontar-lontar, tiga tube berisi cairan sari puspa karsa disertai selembar catatan lapuk berisi tiga pesan tersebut, Janirah memulai langkah menuju hal-hal besar dalam hidupnya. Janirah percaya ia bisa menjadi lebih daripada dirinya sebelumnya, seorang abdi keraton yang bersahaja. Janirah bukan saja pencuri benda pusaka melainkan pencuri nasib yang dengan tangannya sendiri hendak mengubah garis hidupnya. Kematian bahkan tidak mampu menghentikan ambisi Janirah. Janirah mewariskan kehendak terbesar sepanjang sejarah pesonanya kepada cucunya. Bumi telah memberi Janirah (:manusia) aneka biji, rempah, bunga, tanaman yang  menjadi bahan baku bisnis Kemara milik keluarga Prayagung beserta sari puspa karsa curian yang mengantarkan mereka menjadi pengusaha sukses dan terkenal seantero negeri. Janirah merupakan simbol yang mewakili manusia – penghuni bumi yang tercipta dalam bentuk sempurna.
Pada halaman 605 diceritakan tentang dunia lain yang tak kasat mata. Pandangan Ambrik mewakili orang Dwarapala terhadap dunia manusia cukup untuk mendeskripsikan seperti apa penghuni bumi bernama manusia. “... Kisah dunia manusia selalu bernada suram; manusia bergerak cepat dalam ragam kendaraan gaduh; jalanan keras panas menyengat telapak, rumah-rumah kotak bertumpang tindih, sesak oleh barang yang tak ia pahami; siang terasa lebih panjang karena tak terputusnya penerangan, tak mengenal sunyi; ladang subur sekaligus tempat bermain sempurna bagi sanghyang Batari Karsa. Terlalu banyak orang muram, tegang, lelah, saling tak tegur sapa, jumlahnya banyak tapi seperti terasing satu sama lain. Di dunia semacam itu, cukup satu percik untuk Sanghyang Batari Karsa memuaskan laparnya.” (Lestari, 2018:605).
Selain Dwarapala, AK mengisahkan Alas Kalingga, sebuah hutan yang tidak biasa. Yang dijaga oleh para Banaspati, yaitu anak hutan. Kisah penjagaan Alas Kalingga ini patut ditiru oleh manusia dalam kehidupan nyata sebagai bentuk kepedulian terhadap bumi. Sebagaimana selama ini yang diperlihatkan oleh juru kunci pegunungan yang dapat memahami bahasa alam.

“...Mereka menyimpannya sebagai pengingat bahwa Bumi bisa dikendalikan dengan aroma. Bukan cuma pedang atau bubuk mesiu.” (Lestari, 2018:11).

Kutipan halaman 11 menggambarkan sebuah realitas tentang penguasaan dan pengendalian bumi (:alam). AK menyampaikan bahkan tidak perlu pedang dan bubuk mesiu untuk mengendalikan bumi. Cukup aroma. Terkesan mistis dan tidak ilmiah. Akan tetapi Dee mengantisipasinya secara kontras dengan menghadirka..n tokoh Raras yang menggunakan metode ilmiah dan ekspedisi serius untuk membuktikan keberadaan aroma tersebut.

Raras mendengar Puspa Karsa pada masa kecilnya, sekitar tahun 1960-an, saat Indonesia telah menjadi republik modern dan zaman kerajaan tinggal menjadi hantu arkais. Bertahun-tahun ia menelan cerita tentang Puspa Karsa tak lebih dari pengantar tidur layaknya Timun Mas dan Malin Kundang. ... semua asumsinya terjungkir pada momen ia membuka kotak besi di bank hari itu. Ia baru tersadar bahwa Eyang Putri tumbuh besar dalam lingkungan kerajaan, dan selama itu pula neneknya menyampaikan petunjuk terbalut dongeng.” (Lestari, 2018:11).

Selanjutnya, Raras menjadi pusaran perjuangan perwujudan ambisi yang diwariskan oleh Janirah. Janirah mengkader Raras sejak dini melalui dongeng masa kecil semacam Timun Mas dan Malin Kundang. Berbeda dengan anak lain seusianya, Raras mendapat tambahan “dongeng”, yaitu Puspa Karsa. Ketika waktu kematiannya telah tiba, Janirah tinggal meng-klik satu tombol dalam benak Raras untuk dalam sekejap mengubah dongeng menjadi warisan “kehendak”.

Puspa Karsa: Simbol Kekuasaan Perempuan
Secara keseluruhan, AK mengirimkan pesan tentang kekuasaan perempuan yang disimbolkan melalui Puspa Karsa. Terdapat beberapa unsur yang merepresentasikan hal tersebut. Inilah beberapa hal yang saya temukan dalam AK:

1. Keturunan laki-laki tidak bisa diandalkan
Janirah menikah dengan seorang keturunan keluarga ningrat Prayagung. Janirah dikaruniai anak laki-laki. Berikut gambaran anak lelaki Janirah yang disuarakan oleh tokoh Raras,

“... Romo ibarat kutukan. Romo tidak kebagian secuil pun keuletan Janirah Prayagung. Romo bertingkah persis ningrat-ningrat kebesaran nama, tapi tak berguna. Kerjanya Cuma makan harta turun-temurun. Romo senang membuat perusahaan baru dan macam-macam, sibuknya bukan main, tapi tak ada satupun yang jalan. Romo kebanyakan perempuan simpanan. Romo terlalu lama menghabiskan waktu di lapangan golf dan klub pria.” (Lestari, 2018:15).

Dengan deskripsi seperti itu, jelas anak kandung Janirah tidak dapat melanjutkan bisnis dan kekuasaan Janirah. Janirah menitis ke cucunya, yaitu Raras. Raras begitu sempurna menjadi replika Janirah. Ia bahkan lebih banyak melakukan gebrakan dibanding Janirah pada masanya.

2. Dominasi Raras terhadap banyak lelaki.
Raras sebagai tokoh perempuan dalam AK memiliki banyak kaki tangan maupun rekan kerja laki-laki. Dalam hidupnya, Raras selalu berhasil membuat para lelaki melakukan banyak hal sesuai dengan keinginannya. Ia bisa melakukan apapun untuk mencapai ambisinya mendapatkan sumber utama Puspa Karsa. Perusahaan Kemara hingga urusan ekspedisi Puspa Karsa memperlihatkan seluruh dominasi perempuan bernama Raras. Semua anggota tim ekspedisi pencarian Puspa Karsa adalah laki-laki yang punya ilmu, posisi dan keterampilan yang tidak main-main. Semuanya  berhasil dikuasai oleh Raras.

3. Empu Smarakandi
Jika di dunia manusia ada perempuan penguasa bernama Raras, maka di dunia dewa dalam AK Alas Kalingga memiliki perempuan hebat bergelar Empu Smarakandi. Selain kepemimpinannya, kepiawaian tokoh perempuan yang satu ini juga terlihat dalam urusan pengobatan hingga urusan asmara. Empu Smarakandi pula yang pertama kali menyadari puspa karsa telah menitis kepada Suma. Ia merupakan simbol perempuan bijak dan kuat dalam AK. Sebagaimana lazimnya kehidupan, selalu ada dua sisi berlawanan. Penokohan Empu Smarakandi menepis anggapan bahwa perempuan hanya memiliki potensi untuk mengacaukan dunia seperti yang dilakukan oleh Raras.

4. Ambrik: Istri sekaligus Ibu terbaik di Dwarapala
Sebagai perempuan yang telah dipilih oleh Batari Karsa sebagai wadak penitisan, Ambrik memahami betul tugas dan perannya serta konsekuensi apa yang harus ia lakukan sewaktu-waktu termasuk kepasrhannya terhadap ritual Girah Rudira. Sebuah ritual yang akan memisahkan ia dengan suami dan anaknya selama-lamanya. Untuk memahami perempuan pilihan bernama Ambrik, kita  bisa menyimak kutipan berikut:

“Di dalam gubuk, Ambrik tahu persis apa yang harus ia lakukan. Ia mengambil bedungan dari tangan Anung, lalu membaringkan bayi itu di dipan., bersisian dengan bayi dari dekapannya. Ambrik meminumkan air dari dalam kendi kecl kepada kedua bayi itu secara bergantian dengan telaten.” (Lestari, 2018:607)

“Sekarang atau nanti, sama saja.” Ambrik mengelus sekilas rambut suaminya. “Bantu aku.” (Lestari, 2018:608)


Kekuatan Puspa Karsa: Kekuasaan Perempuan

Puspa Karsa merupakan simbol kekuasaan dan kekuatan perempuan. Dalam AK fisik aslinya digambarkan sebagai  berikut:

“... organisme berbentuk bunga dengan ukuran sekepala manusia. Tanpa batang dan daun, bunga itu langsung tersambung ke akar. Fisiknya menyerupai anggrek yang memiliki tiga kelopak dan dua mahkota. Bagian kolomnya berbentuk sedemikian rupa hingga menyerupai rengkorak. Terjulur labelum panjang hingga ke lantai gua, bergerak-gerak seperti ular hidup. Warna dan teksturnya soperti daging busuk. ... yang lain tidak melihatnya seperti kita. Sanghyang Karsa sangat lihai membuat tipuan. Semua hewan jadi makanan bagi wujud bunganya tapi temanmu tadi dan semua penduduk Dwarapala, jika tertangkap, adalah makanan bagi rohnya. Kalau sanpai ia lepas dari wujud bunga pergi ke duniamu, beliau tidak akan habis-habis memangsa atma manuia.(Lestari,2018:646-647).

Sementara itu kekuatannya sendiri dimulai dari terbangunnya Sanghyang Batari Karsa dengan ditandai oleh bau atau aroma tajam yang sulit didefinisikan oleh indra biasa. Seiring dengan itu, Talinganbuana, semacam alarm yang dipasang Mahesa Guning akan berbunyi mengingatkan orang-orang Dwarapala akan ancaman terhadap Alas Kalingga. Ancaman terhadap dunia manusia pula. Seluruh makhluk berduyun-duyun menuju pusat aroma yang kemudian akan menjadi mangsa Puspa Karsa.
Seperti inilah efek aroma puspa karsa direpresentasikan melalui suara Lambang, salah satu tokoh AK yang menjadi bagian tim ekspedisi pencarian puspa Karsa:

“Aroma aneh di udara kian menyerang. Lambang tak tahan lagi. Ia beusaha menahan nafas dan malah semakin sesak. Anehnya bau tak lazim itu, yang bersabur limbur antara buah, bunga, kayu, rempah, daging, keringat, lendir kelamin dan entah apalagi. Terkadang begitu lezat hingga memancing liur dan membuat ia ingin menghirup sedalam mungkin. ... yang paling menggetarkan dari bau itu adalah kekuatannya. ... Lambang seperti dikuasai sesuatu dan tak berdaya mengambil alih. ... Di atas sana, di rumah-rumah pohon, pecahlah suara-suara tak terkendali. Laki-laki-perempuan. Jeritan melengking, tawa bengis, lolongan, geraman, racauan. Lambang menyaksikan kengerian baru. Rumah-rumah bergetar karena penghuninya menandak-nandak dan membetot-betot tali yang mengikat tangan dan kaki mereka.” (Lestari, 2018:644).

“Ambrik sudah diincar untuk penitisan. Kalau kalian kawin, punya anak, dan anak kalian perempuan, penitisan Sanghyang Batari Karsa akan bersambung ke anakmu, kecuali Girah Rudira dilakuan.” (Lestari, 2018:614).
Jika penitisan terjadi, maka kembangnya akan bertambah. Dunia pun semakin mudah berada di bawah kendalinya. Dee memilih perempuan sebagai perwujudan penguasa dalam AK. Dewi Puspa yang kemudian dikenal dengan Sanghyang Batari Karsa, menjelma dalam wujud bunga dan manusia perempuan, yang hanya akan menitis kepada perempuan pilihannya. Dialah yang dipanggil oleh Suma sebagai “Ibu”.

Epilog
Demikianlah, saya menemukan kekusaan perempuan dalam novel yang menyimpan pesan “Selamatkan lingkungan dari ambisi manusia” ini. Open ending yang dipilih Dee bagi saya memberikan peluang lebar bagi pemerhati ekofeminisme untuk mengkaji lebih dalam lagi. Manusia mestinya memahami betapa keserakahan dan ketidakarifan terhadap alam akan membuat celaka bagi dirinya sendiri. Semoga pembaca menangkap makna atas frase genderang perang yang dipilih Dee untuk menutup ceritanya. Akankah di dunia nyata bermunculan Banaspati-Banaspati yang dapat menjaga Hutan Meratus misalnya? Mari optimis. Mari melakukan sesuatu sebanyak yang bisa kita lakukan, sesuai peran kita di bumi ini. Selamat Hari Bumi.[] Nai

Referensi
Alfianti, Dewi. “Kerusakan Hutan sebagai Pengetahuan Bersama dalam Perspektif Sosiokognitif
Teun A. Van Dijk (Analisis Wacana Kritis Kumpulan Puisi Konser Kecemasan karya Penyair Kalimantan Selatan)” dalam Prosiding Ecology of Language and Literature, Seminar Proceedings Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Maret, 2015, 45-65.
Lestari, Dewi. 2018. Aroma Karsa. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
Nikmah, Nailiya. “Alam dan Femininitas dalam Kumpulan Puisi Mantra Rindu Karya Kalsum Belgis“ dalam
Prosiding Ecology of Language and Literature, Seminar Proceedings Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Maret, 2015, 185 -202.
Sukidi. 2001. “Spiritualitas Feminis dalam Gerakan New Age” dalam Jurnal Perempuan No.20 Tahun 2001,
7-21. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Blog Collab Female of Blogger Banjarmasin Edisi April 2018 dengan tema “Hari Bumi” selanjutnya sedang dikaji ulang secara serius untuk sebuah karya tulis ilmiah di bidang sastra oleh penulis.


Selasa, 03 April 2018

Perawatan Wajah Praktis untuk Perempuan Bekerja

17.24 15 Comments
Wajah adalah aset berharga bagi perempuan. Tentu saja pernyataan ini harus dimaknai sesudah memahami bahwa akhlak atau karakterlah yang paling utama.

Sayangnya, tidak sedikit perempuan yang kurang peduli terhadap perawatan wajah dengan berbagai alasan. Memasuki usia 30-an biasanya perempuan baru mulai peduli dengan kesehatan wajahnya. Ini pun setelah berbagai masalah mulai muncul menghiasi wajahnya.

Setiap perempuan seharusnya melakukan perawatan wajah sesibuk apapun dirinya. Melakukan perawatan wajah bukan berarti harus mengeluarkan banyak biaya dengan membeli peralatan kosmetik mahal dan bermerk maupun pergi ke salon-salon ternama. Jika permasalahan kulit tidak terlalu serius kita bisa melakukan perawatan sendiri di rumah.

Lakukan perawatan yang memang benar-benar diperlukan oleh wajah saja. Yang penting adalah wajah harus bersih, tidak tertutup debu dan bekas kosmetik, serta tetap terjaga kelembabannya. Wajah yang bersih dan lembab cenderung bebas dari masalah yang berarti.

Bagaimana kalau tidak punya waktu alias sangat sibuk?
Sempatkan diri untuk melakukan perawatan minimal yang bertujuan menjaga kebersihan dan kelembaban sebab perawatan itulah yang paling penting bagi wajah.

Ada beberapa langkah praktis yang harus dilakukan untuk merawat wajah bagi perempuan sibuk. Anda dapat memilih produk yang sesuai dan cocok dengan jenis kulit. Dalam artikel ini, saya menggunakan contoh produk Wardah dan Viva.
Langkah tersebut yaitu:

1. Gunakan milk cleanser
Milk cleanser atau susu pembersih dari berbagai macam merk dengan berbagai variasi harga dapat kita jumpai di toko-toko kosmetik. Milk Cleanser berfungsi untuk membebaskan wajah dari kotoran baik dari debu maupun sisa make up. Cara memakainya tuang milk cleanser secukupnya, usapkan ke wajah secara perlahan dengan gerakan melawan arah bulu halus pada wajah. Angkat dengan kapas khusus wajah.
Milk cleanser dan face toner


2. Gunakan facial wash atau facial foam.
Facial wash atau facial foam berfungsi membersihkan wajah dengan penggunaan serupa penggunaan sabun pada umumnya. Pilih yang cocok dengan jenis kulit. Usap perlahan lalu bilas dengan air bersih. Gunakan terutama di pagi hari setelah bangun tidur.


3. Gunakan face toner
Face toner adalah rangkaian yang harus kamu pakai setelah menggunakan milk cleanser dan facial wash. Face toner berguna mengangkat sisa kotoran yang tidak terjangkau oleh susu pembersih dan sabun. Selain itu, face toner dapat menyegarkan dan meringkas pori-pori.

4. Gunakan air mawar bila perlu
Air mawar bisa diaplikasilan setelah memakai toner. Air mawar juga bisa dipakai sebagai campuran masker wajah. Wajah akan terasa lebih segar dan lembab sepanjang hari.

Air Mawar dan Face Toner

Sampai langkah ini, kita sudah melakukan upaya perawatan wajah praktis untuk rutinitas harian. Lakukan 2 kali sehari, di pagi hari sebelum kita mengaplikasikan make up dan malam hari sebelum tidur.

5. Gunakan pelembab wajah
Langkah ini sering kali diabaikan oleh perempuan bekerja karena merasa tidak penting dan tidak sempat. Padahal wajah sangat memerlukan pelembab agar tidak mengalami kekeringan yang membuat wajah lebih cepat mengalami penuaan. Tentu saja harus berhati-hati memilih pelembab. Pilih yang cocok dengan jenis kulit. Terutama bagi perempuan yang bekerja dalam ruangan ber-ac, pelembab sangat diperlukan. Sekarang pelembab pun sudah banyak yang mengandung SPF dan zat lain yang diperlukan oleh kulit. Bahkan sekarang banyak ditawarkan pelembab yang berfungsi memutihkan atau mencerahkan. Jangan sampai salah kaprah dalam hal ini. Salah memilih pelembab malah akan menimbulkan masalah bagi wajah.
Masker, Pelembab dan Bedak 


6. Gunakan bedak ketika hendak keluar
Setelah menggunakan pelembab kita bisa menggunakan bedak. Pilih warna dan jenis bedak yang cocok dan sesuai dengan kulit. Warna bedak yang terlalu terang justru akan membuat wajah kita menjadi lebih gelap dan pucat.

7. Gunakan masker secara rutin
Perawatan lain sebagai tambahan yaitu masker. Sekarang tersedia masker aneka jenis dan fungsi. Gunakan yang dibutuhkan oleh wajah. Jangan mudah tergiur dengan iklan yang mengklaim produknya dapat membuat kulit wajah kembali muda seperti kulit bayi misalnya. Teliti kandungan dan efek sampingnya jika ada.

8. Gunakan micellar water
Jika kita benar-benar kehabisan kesempatan untuk membersihkan wajah dengan beberapa langkah yang sudah disebutkan, gunakan produk micellar water. Micellar water diaplikasikan seperti kita menggunakan pembersih dan toner. Setelah kita tuang pada kapas secukupnya, usapkan pada wajah dan kotoran pun terangkat dari wajah. Tanpa perlu dibilas.


Demikian informasi dari saya. Semoga artikel ini bermanfaat. Selamat bekerja, para perempuan pekerja. Tetap semangat, tetap terawat. Jalani hidup dengan selalu bersabar dan bersyukur atas segala yang dititipkan oleh-Nya.
Di atas itu semua, hidup ini hanya sementara. Wajah cantik hanya titipan dan bisa jadi hanya ujian bagi kita.

Salam sayang.
Nai.

Belajar Tata Bahasa untuk Pemula

11.32 16 Comments
Ada baiknya kita mempelajari tata bahasa yang baik dan benar agar tulisan kita lebih bagus dan enak dibaca. Tulisan dengan tata bahasa yang baik dan benar akan membuat pembaca lebih mudah memahami makna dan informasi yang kita sampaikan dalam tulisan kita.

Belajar tata bahasa tentu tidak bisa sekali duduk dan sambil lewat saja. Apalagi sekadar iseng mengisi waktu luang. Mahasiswa jurusan bahasa yang kuliah bertahun-tahun pun belum tentu menguasai tata bahasa dengan baik dan benar jika ia tidak mengaplikasikan ilmu yang sudah ia peroleh. Artikel ini tidak bermaksud menggurui apalagi menghentikan minat dan langkah penulis pemula. Sebaliknya, artikel ini dimaksudkan untuk membantu para penulis agar bisa lebih baik lagi ketika menulis. Kadang-kadang, penulis yang sudah tinggi jam terbangnya pun belum tentu sempurna tata bahasanya. Untuk itulah editor atau peyunting ada, hehe.

Sebagai pendahuluan, berikut saya sampaikan beberapa hal yang membuat orang tidak mau mempelajari tata bahasa.

Tidak ada niat
Alasan pertama ini simpel saja. Sudah tidak bisa diganggu gugat. Kalau tidak ada keinginan belajar, ya mau bagaimana lagi. Hehe.

Anggapan yang keliru
Terdapat beberapa anggapan keliru yang membuat orang tidak mau mempelajari tata bahasa. Berikut beberapa anggapan keliru terkait mempelajari tata bahasa.

Tata bahasa adalah urusan editor/penyunting
Belajar tata bahasa susah
Belajar tata bahasa hanya untuk mahasiswa bahasa
Tata bahasa tidak penting, yang penting adalah konten dan ide
Tidak ada penulis yang sempurna, jadi wajar saja kalau tata bahasa saya salah. 

Rasa malas yang menumpuk
Rasa malas akan menjadi penghalang utama setiap kemajuan dalam bidang apapun, termasuk bidang tulis-menulis dalam hal mempelajari tata bahasa. Sebagai penulis, hendaknya kita membuang jauh-jauh rasa malas terutama malas mempelajari tata bahasa. Cara mengatasinya adalah dengan memberi sugesti kepada diri kita bahwa tulisan dengan ejaan yang baik dan benar akan lebih bagus dan efektif.

Merasa sudah hebat
Ini alasan yang paling merusak. Ketika orang sudah merasa hebat, jangan berharap dia mau belajar lagi apalagi sesuatu yang dianggapnya remeh. Merasa sudah paling bagus dalam menulis, merasa lebih hebat daripada yang lain dan merasa merasa lainnya.

Darimana memulai?

Setelah menyingkirkan semua alasan di atas, langkah berikutnya adalah memulai mempelajari tata bahasa. Apa yang seharusnya dilakukan?

Langkah Pertama
Langkah pertama adalah miliki dan pelajari bahan atau materi. Bahan untuk mempelajari tata bahasa cukup banyak. Saran saya, milikilah buku atau berkas (PDF) yang berisi aturan berbahasa yang berlaku. Sejak 2015, secara resmi ejaan yang berlaku di Indonesia adalah Ejaan Berbahasa Indonesia (EBI). Tentu saja saya tidak menyuruh menghafal EBI. Yang penting adalah mempelajari dan menerapkannya dalam tulisan kita.

Langkah Kedua
Sudah membuka EBI? Syok? Bingung? Pusing? Hehe. Itu biasa. Jangan buang bukumu. Kita mulai dari yang paling sederhana tapi paling banyak dipakai.

Penulisan di (kata depan) dan di- (awalan)
Sejak EYD diberlakukan, sudah diatur bahwa penulisan di dan di- berbeda.

Penulisan di (kata depan)
Penulisan di yang merupakan kata depan ditulis terpisah dari kata setelahnya. Kadang tidak gampang untuk mengingat perbedaan kata depan dan awalan. Untuk gampangnya, kamu cukup mengingat bahwa di yang menunjukkan tempat dipisah penulisannya.
Contoh:
Nailiya membeli buku di toko.
Mila tinggal di Amuntai.

Penulisan di- (awalan)
Penulisan di sebagai awalan ditandai oleh tanda - yang menunjukkan ada kata setelahnya yang masih serangkai sehingga penulisannya pun serangkai atau tidak dipisah.
Contoh: 
Sejak kecil dia dipisahkan dari saudaranya.
Karena marah, buku Sandra disembunyikannya.

Makna dan Ciri Satu Kalimat
Sebuah kalimat diawali oleh huruf kapital atau huruf besar dan diakhiri tanda titik (.) atau tanda seru (!) atau tanda tanya (?).
Dalam ragam resmi, satu kalimat tunggal minimal terdiri atas satu subjek (S) dan satu predikat (P).
Contoh:
Pamanku nelayan. 

Meski hanya terdiri dua kata, ini sudah bisa disebut sebagai sebuah kalimat.
Pamanku (subjek)
nelayan (predikat)

Penulisan Tanda Baca
Tanda baca ditulis atau diketik rapat tanpa spasi dengan huruf sebelumnya. Akan tetapi, berilah spasi satu ketuk setelahnya. Tidak ada kalimat yang diakhiri dengan tanda tanya dan tanda seru jika sudah diberi tanda titik.
Contoh:
Saya membeli kue bersama Mira . Ia tidak mau saya bayari. (salah)
Saya membeli kue bersama Mira. Ia tidak mau saya bayari. (benar)

Mengapa kita harus belajar?. (salah)
Mengapa kita harus belajar? (benar)

Ibu berkata “berilah adikmu buku tulis yang baru”. (salah)
Kalimat tersebut salah karena tidak ada tanda koma setelah kata berkata dan tanda titik diletakkan di luar tanda petik. Kesalahan lainnya terdapat pada huruf b pada kata berilah. Seharusnya huruf pertama petikan langsung adalah huruf kapital.

Ibu berkata, “Berilah adikmu buku tulis yang baru.” (benar)


Kesalahan penggunaan “di mana" dan "Yang mana"
di mana adalah salah satu kata tanya. Kata tanya hanya dipakai dalam kalimat tanya/pertanyaan. Jangan menggunakan di mana kalau kalimatmu bukan kalimat tanya/pertanyaan. 

Contoh penggunaan di mana yang benar:
Di mana kamu tinggal?

Contoh penggunaan di mana yang keliru:
Penggunaan alat ini sudah lama diketahui di mana semua orang memulainya sejak dua tahun terakhir.

Begitu juga dengan yang mana. Yang mana hanya boleh dipakai kalau kalimat kita merupakan kalimat pertanyaan yang bermaksud menanyakan sesuatu (pilihan).

Contoh penggunaan yang mana yang benar:
Yang mana buku pilihanmu?

Contoh penggunaan yang mana yang keliru:
Kemajuan teknologi sudah semakin pesat yang mana kita semakin terbantukan oleh berbagai temuan di bidang tersebut.



Bersambung