Sabtu, 12 November 2022

# Buku Harianku

Banjarmasin Art Week 2022: Merengkuh Dayung Bersama, Sekali Ini Jangan Berlayar Sendiri

 

Banjarmasin Art Week 2022 (Doc Nailiya)



Semua hal akan punah, kecuali yang ditulis. Untuk itulah catatan ini ada. Aku tulis dengan perspektif seorang Nailiya Nikmah. Mungkin akan lebih subjektif dibanding catatan para media partner, meski aku berusaha menulis seobjektif mungkin. Semoga menjadi bagian dari prasasti. 

Halaman Pengantar Katalog Pameran Lukis BAW 2022 (Desain Badri)

***

“Nai, kamu jadi ketua panitia Pasar Seni, ya?” suara Ketua Dewan Kesenian Banjarmasin merambat di udara, terdengar ngeri-ngeri sedap di telingaku melalui ponsel. Saat itu aku lagi di Jogja sehingga tidak bisa ikut rapat. Entah karena pengaruh suasana Jogja saat itu, entah karena ada hal lain, aku tidak ingat, yang pasti setelah sempat berargumen, ujungnya aku terima permintaan itu.

“Kamu mau naruh siapa saja di kepanitiaanmu?” tanya ketua DK. Seingatku, konsep Pasar Seni adalah kegiatan yang menggabungkan semua komite DK untuk bersama berkarya dalam satu event. Pasti sangat majemuk orang-orangnya. Bukan saatnya pilah-pilah rekan kerja. Ini saatnya belajar. Belajar bekerja dan berkarya bersama. Belajar memanajemen sedikit dana yang diamanahkan kepada kami. Lebih dari itu, aku ingin belajar dipercaya oleh teman-teman.

“Putuskan saja di rapat, Bang. Ulun siap bekerja dengan siapapun,” itu jawabanku.

***

Dari Pasar Seni ke Banjarmasin Art Week (BAW)

Aku mulai meminta teman-teman komite menyetor konsep dan ide project beserta anggaran masing-masing. Rapat demi rapat, rancangan demi rancangan kegiatan terus digulirkan. Hingga suatu malam, di Kampung Buku, pada rapat kami yang ke sekian, nama kegiatan Pasar Seni sepakat direvisi menjadi Banjarmasin Art Week dengan berbagai pertimbangan. Kami berharap revisi nama akan lebih menarik para generasi milenial meski ada sedikit kekhawatiran dianggap tidak meng-Indonesia. Seingatku, selain Ketua DK-Bang Hajri, malam itu ada nama-nama berikut: Nafi, Munir, Masno, Dewi, Iki, Syam. Kalau ada yang ketinggalan, konfirmasi aku ya. Biar tulisan ini kusunting. Pada rapat-rapat lainnya, hadir juga Abay, Hafiz, Wanyi, Reza, Cupi, Cahyo, Surya, Jaya, Putri, Atien, Ipul, dll.

Malam itu kami merumuskan tema juga. Dari tiga tema yang muncul, akhirnya Jukung Barenteng menjadi tema BAW 2022. Iki kemudian bersedia membuatkan logo BAW. Dengan proses perenungan yang cukup panjang dan obrolan seru seputar filosofi Jukung barenteng, jadilah logo BAW yang sangat cantik itu.



“Kita perlu koordinator acara,”seru Ketua DK. Lalu, suatu malam, kami sepakat Nafi yang akan jadi koor acara. Sejak itu, kerja kami mulai lebih terarah (:lebih menggugupkan, haha). Kami sepakat akan ada performance/pergelaran/happening art dari para kolaboran, akan ada diskusi tiap komite, akan ada workshop tari dan teater masing-masing dari komite tari dan teater, pergelaran aneka genre music dari komite Musik dikoordinatori oleh Masno dan Surya serta Jaya, ada pameran Lukis komite Rupa; ada Lapak Baca dan Baturai Pantun Komite Sastra dikoordinatori oleh Ipul dan Abay, dijalankan oleh Ahim dkk; ada Movie Booth-nya Komite Film yang ditangani oleh Munir. Happening art secara personal sudah ada nama Gita Kinanthi dan Edi Sutardi yang kami kantongi. Untuk Pameran, ada Badri sebagai kurator dengan tema Jarujut yang lebih awal memulai titik start melalui open kurasi. Dari sini terjaring 25 nama perupa/pelukis. Untuk workshop tari, koor dari komite tari-Putri menegaskan akan menggarap Radap Rahayu minimal 100 penari. Begitu juga workshop teater-kelas actor bersama Bayu Bastari, meski target 30 peserta, ternyata pendaftar lebih dari itu.

***

Langkah pertama yang kami lakukan adalah menemui orang nomor satu di kota Banjarmasin. Ya, siapa lagi kalau bukan Walikota Banjarmasin-Bapak Ibnu Sina. Selama ini memang Dewan Kesenian Banjarmasin selalu menjalin komunikasi dan koordinasi dengan beliau mengingat SK Kepengurusan juga ditandatangani oleh beliau. Alhamdulillah beliau menyambut baik rencana BAW dan beliau juga sempat bilang bahwa November adalah bulan yang tepat.



Selanjutnya, aku dan Mbak Atien-Bendahara BAW meluncur ke Siring Menara Pandang menemui Kepala UPT Menara Pandang. Di sanalah kami bertemu dan berkenalan dengan Kepala UPT Menara Pandang-Pak Naziza yang sangat ramah dan terbuka. Kami membawa proposal dan menjelaskan rencana peminjaman beberapa titik area di Siring Menara Pandang, yaitu Rumah Anno untuk loaksi pameran lukisan, Area teras samping rumah Anno untuk Diskusi dan Pergelaran Musik dan Happening Art, Lantai Dasar Siring Menara Pandang untuk Workshop Tari dan Teater, serta Selasar antara Rumah Anno dan Menara Pandang untuk Lapak Baca Komite Sastra dan Area Movie Booth-nya Komite Film. Semua disetujui. Kami tinggal urus perlengkapannya.



Setelah secara tidak formal Ketua DK menghubungi Sekda Kota, aku ke kantor beliau membawa surat untuk mengurus beberapa keperluan peminjaman bangku, sofa dan tenda. Di sini aku sangat terkesan dengan keramahan semua pegawainya. Mulai dari satpam depan hingga semua orang yang aku temui di sana full senyum. Semoga mereka semua selalu dimudahkan urusannya. Selanjutnya, urusan di-handle oleh Riza.

Jangan kira semua berjalan mulus. Setiap kerja ada tantangan, setiap kepanitiaan ada riak-riaknya. Jujur saja, aku sempat berada pada fase lelah dan ingin menyerah. Merasa gagal menjadi ketuplak. Saat-saat seperti itu, support teman-teman sangat bermakna bagiku.

***

Lobi-lobi Sponsor

Salah satu yang melegakanku, ketika tahu Bendahara kegiatan BAW adalah Mbak Atien. Temanku yang bisa dipercaya dalam urusan duit. Proposal yang dibuat oleh Dewi-Sekretaris, mulailah kami bawa ke mana-mana. Ke beberapa pihak yang menurut pandangan kami bisa memberikan dukungan. Kami membuka diri untuk diberi support dan bekerja sama dalam bentuk apapun. Mengajukan proposal dan proses lobi-lobi ini membuatku halu. Rasanya dejavu. Ingat masa dulu waktu jadi aktivis di kehidupan yang lain, sebelum reinkarnasi ini, hehe.

Dari pintu ke pintu, dari satu Lembaga ke Lembaga lainnya. Sebagian besar yang kami bawa pulang adalah kegagalan. Uniknya, beberapa calon rekan sponsor malah memberi kami pelajaran gratis seputar proposal dan manajemen kegiatan. Ada yang memberi kami persyaratan baru bisa memberikan bantuan, dsb. Beberapa persyaratan ada yang tidak bisa kami penuhi, maka gagallah kami bermitra.

Aku dan Mbak Atien sempat juga konsul ke Bang Majid dan Ka Lina di Rumah Alam. Beliau berdua sudah banyak pengalaman menyelenggarakan kegiatan besar. Banyak ilmu yang kami peroleh, tapi bertambah pula kecemasan kami karena merasa masih banyak kekurangan.



Ketua DK pun gencar melakukan lobi-lobi ke kenalan dan teman beliau. Alhamdulillah, ada aja cintanya, hehe.

Beberapa relasi pengurus DK membawa aku ke ruang dengar alias siaran radio sebagai salah satu bentuk promosi/publikasi BAW selain melalui media sosial resmi BAW. Siaran pertama di acara Palidangan yang dibawakan oleh Bang Noorcholis Majid di RRI. Aku bersama ketua DK menjadi pengisi di acara tersebut. Mbak Atien setia menemani, sambil jepret-jepret. Dari sana kami juga ke Bank Kalsel dan Kantor lainnya untuk beberapa urusan. Radio lainnya adalah Sun FM, beberapa hari menjelang pelaksanaan, BAW berkesempatan menjadi konten acara Sun Shine. Setelah itu beberapa media partner menuliskan berita BAW. DK juga sempat silaturrahim ke Pak Zulfaisal Putra selaku Kadis Kebudayaan. (Sayang aku tidak bisa ikut hari itu, karena aku baru saja mengalami kecelakaan dan kemudian sakit beberapa hari).



 


FenomeNafi: Beberapa Peluang dan Kendala, Mulai SDM hingga Dana

H minus dekat banget, beberapa personil kepanitiaan menulis chat di grup, “Saya ada tugas xxxx, jadi tidak bisa aktif beberapa waktu ke depan. Saya ke luar kota sampai tanggal sekian,” dsb. Chat yang sangat membuat aku cemas.

“Tenang, semua akan baik-baik saja” kurang lebih begitu yang disampaikan koor acara, Nafi. Dia mengajak beberapa UKM dan Komunitas Seni untuk berkolaborasi dengan kami.

Ketua DK juga menginstruksikan memasukkan beberapa personil baru dalam kepanitiaan. Di antara para personil tambahan tersebut, ada beberapa wajah yang aku sebenarnya sudah familiar tapi belum tahu namanya. Ada juga sebaliknya, namanya sudah sering aku dengar tapi belum tahu yang mana orangnya.

Beberapa nama seniman senior turut menjadi konsultan kami seperti Agus Suseno dan Edi Sutardi dkk. Salah satu rapat besar DK juga sempat menghadirkan para penasehat untuk memberikan saran dan masukan. Pak Sukhro dan Bang Majid sangat banyak memberikan masukan dan ide kreatif.

Rundown seluruh agenda BAW sangat dinamis, bahkan sampai hari H masih ada pergerakan dan perubahan. Para penampil dan kolaboran juga masih penuh dinamika. Yang paling mencemaskan adalah dana. Hitung-hitungan kasar kami menunjukkan bahwa dana sangat minim. Diperlukan relawan konsumsi yang pintar mengelola budget. Mbak Wid dari Kampung Buku ternyata yang akhirnya bergabung dalam ketahanan pangan.

Beberapa kali aku menemukan hal-hal yang mencemaskan dan selalu Koor Acara alias Nafi bilang, “Tenang, semua aman.” Dari sini aku mulai berubah pikiran. Ternyata dalam kegiatan ini aku tidak sedang belajar dipercaya tapi sebaliknya aku justru sedang belajar mempercayai orang yang bekerja satu tim denganku. Bismillah, aku mulai mengubah mindset-ku.

 

Pembukaan

Jumat, 04 November 2022 menjadi tanggal penting bagi perkembangan seni di Kalimantan. Setelah hujan yang sempat mengguyur kota Banjarmasin, kami melangsungkan acara pembukaan yang sederhana, khidmat, di area terbuka Siring Banjarmasin. Acara dibuka langsung oleh Bapak Ibnu Sina selaku Walikota Banjarmasin. Ada sesi baturai pantun menjadi bagian acara pembukaan. Resmilah, Banjarmasin Art Week 2022 dibuka sejak hari itu.

“Dewan Kesenian Banjarmasin dengan enam komite di bawahnya mencoba menggelar satu event bersama, yang selama ini belum pernah ada. Kami ingin menghadirkan seluruh cabang seni yang mungkin selama ini terkurung dalam ruangnya masing-masing ke tengah publik. Kami ingin mendekatkan seni kepada masyarakat dan sebaliknya kami juga ingin melihat apresiasi masyarakat terhadap seni itu sendiri. Kami memilih area Siring Menara Pandang mengingat area ini sangat strategis dan sudah menjadi ikon kota Banjarmasin. Kami ingin menyentuh semua kalangan masyarakat. Jika agenda ini sukses dan dianggap perlu oleh masyarakat, insya Allah BAW akan jadi agenda unggulan-andalan Dewan Kesenian Banjarmasin tiap tahunnya.” Demikian yang kusampaikan pada sambutan sebagai ketua pelaksana BAW. Itu juga yang sering aku sampaikan ketika diwawancarai oleh pihak media.

Tujuh Hari Penuh Makna

Movie Booth, Pameran Lukisan dan Lapak Baca merupakan konten yang tujuh hari penuh memanjakan pengunjung BAW 2022. Di luar itu, pergelaran musik, tari, teater bergantian menghiasi ruang performance BAW. Sebagai point yang harus digarisbawahi adalah semua konten yang menjadi bagian agenda BAW gratis alias tidak dipungut biaya. Pengunjung hanya harus membayar parkir yang memang sudah jadi ketentuan di Area Siring Kota Banjarmasin.


Hari pertama

Ada penyerahan selendang dan bokor oleh Walikota Banjarmasin kepada Ketua Panitia dan Ketua DK sebagai simbol dimulainya serangkaian agenda seni BAW (dengan sedikit drama di balik layar). Selendang dan bokor dipilih karena akan ada workshop Tari Radap Rahayu yang menggunakan dua properti tersebut.

Pengalungan selendang  dan penyerahan bokor oleh Walikota Banjarmasin, simbolisasi dibukanya agenda BAW 2022



Walikota didampingi oleh Ketua Dewan Kesenian Banjarmasin melihat pameran lukisan



Setelah seremoni pembukaan, para pejabat mengunjungi pameran lukisan di Rumah Anno. Beberapa pejabat juga menggoreskan garis pertama di atas kanvas untuk kemudian diselesaikan oleh para pelukis. (Cek pemberitaan berbagai media partner BAW pada tanggal ini untuk mendapatkan liputan lengkap).

Malamnya, KS3B menampilkan pergelaran yang sangat manis dan apik. Selain itu, Edi Sutardi menampilkan happening art yang sangat memukau pengunjung. Beberapa pembaca puisi turut meramaikan pergelaran seperti Hajriansyah, Y.S. Agus Suseno, Baim, Riza Rahim dkk. Siring menjadi tidak biasa malam itu. Malam yang indah bagi penikmat seni. Hari pertama yang awesome. Terima kasih, tim.






Hari Kedua

Diskusi perkembangan seni tari Kalimantan Selatan berlangsung di Ruang Terbuka samping Rumah Anno dengan pembicara Gita Kinanthi dan Rahmani, dimoderatori oleh Nafi berlangsung di siang yang hangat. Gita sang perantau telah menjadi pejuang tari di Kalimantan Selatan. Bersama Rahmani, ia memaparkan bagaimana tari di masa awal hingga di masa pandemic. Dibahas pula tentang film tari. Para koreo tari hendaknya berkolaborasi dengan ahli IT untuk menghasilkan film tari yang bagus.

Setelah itu, agenda berikutnya adalah Sharing with Ibnu Sina dimoderatori langsung oleh Ketua DK Hajriansyah. Terlibat dalam diskusi beberapa seniman dan pengurus DK Banjarmasin. Pada saat yang sama di titik lain, Bayu Bastari dan tim ruang aktor bersama 100-an peserta ber-workshop teater di lantai dasar Menara Pandang. Uniknya peserta workshop sangat majemuk dari berbagai usia dan latar pendidikan.




Diskusi Teater “Quo Vadis Teater Modern Kalimantan Selatan” berlangsung seru menghadirkan nara sumber Sekda Kota Banjarmasin, Ikhsan Budiman dan Bayu Bastari dimoderatori oleh Dewi Alfianti. Beberapa seniman masih terlibat aktif dalam diskusi termasuk Bunda Elly Rahmi yang sudah tidak asing lagi dalam dunia seni di Kalimantan Selatan. Hari kedua yang sangat bergizi.

Hari Ketiga

Hari ketiga berlangsung tepat pada hari Minggu. Pagi yang cerah untuk mendiskusikan Tata Kelola Seni Budaya Kota Banjarmasin bersama moderator Dewi Alfianti. BAW menghadirkan narsum yang komplet, yaitu Kabid Kebudayaan Disbudparpora Banjarmasin-Zulfaisal Putra; Dewan Pertimbangan DK Banjarmasin-Ilham Noor; Anggota Komisi 4 DPRD Kota Banjarmasin-Sukhrowardi dan Sastrawan asal Kalsel-Micky Hidayat. Y.S. Agus Suseno, Hajriansyah dan seniman lain terlibat seru dalam diskusi.

Agenda selanjutnya ada baturai pantun dan Pentas Balet oleh komite sastra dan komite tari. Disusul oleh diskusi musik yang membahas geliat dan masa depan musik di Banjarmasin. Nara sumber Dino Sirajuddin dan Sumasno Hadi dengan moderator Susyam Widhianto. Turut meramaikan, Hariadi Asa menampilkan kepiawaiannya dalam bernyanyi dan main music.

Hari Keempat

Langit dan tanah masih basah oleh hujan pagi itu tapi tidak menyurutkan langkah komite tari melaksanakan workshop Tari Radap Rahayu yang sudah ditetapkan sebagai harta kekayaan warisan budaya tak benda. Lebih 100 peserta memenuhi lantai dasar Menara Pandang. Narsum sekaligus instruktur Bapak Heriyadi Haris dan Ibu Putri Yunita Permata Kumala Sari dari komite tari sangat bersemangat pagi itu. Peserta membawa selendang dan bokor ataupun semacamnya sebagai properti.




Siangnya, Narsum Woko Lestarianto dan Cahyo Purwadi dimoderatori oleh Sumasno Hadi membahas tema Diskusi Pendidikan Seni. Diskusi yang

Sorenya, Sainul Hermawan dan Titik Wijanarti hadir secara spesial membahas tema sastra medsos. Terima kasih, tim BAW yang telah mempercayai aku menjadi moderatornya.

Malamnya pergelaran musik Komunitas Gambus Banjarmasin (KGB), Awang Fitra, serta teater monolog Tukang Obat karya Y.S. Agus Suseno dimainkan oleh Riza Fahlipi sangat mengundang kehadiran pengunjung untuk merapat. Riza bermonolog ditemani ular-ular kesayangannya. Hari yang sangat ajaib. Pengunjung BAW semakin banyak.



Hari Kelima

Diskusi seni rupa dengan nara sumber Badri Hurmansyah yang merupakan kurator pameran Jarujut bersama Rokhyat pelukis dimoderatori oleh Cahyo Purwadi membawa tema Pasar dan Ruang Penciptaan Seni Rupa. Menurut pengamatanku, ini merupakan diskusi yang cukup panjang dibanding diskusi lainnya. Novriandi Saputra dari Banjarbaru hadir dan terlibat dalam diskusi seru. Setelah selesai diskusi, disponsori oleh Wardah Kosmetik, agenda selanjutnya adalah lomba melukis dengan media kosmetik. Klinik Zimbe dengan apik mengantarkan BAW kepada ujung senja. Malamnya ada pergelaran dansa oleh komite tari dan 


Hari Keenam

Lapak Baca dan Movie Booth pindah ke Ruang Terbuka Samping Rumah Anno. Malam dibuka dengan indah oleh Ugahari dan performing tari Gita Kinanthi dkk serta hadir juga Persatuan Seniman Soundsystem Banua (PSB) . Setelah itu dilanjutkan diskusi film bertajuk Persoalan di Seputar Produksi Film Lokal oleh HE Benyamin dan Ade Hidayat Matolese dengan moderator Munir Shadiqin. Sesaat sebelum itu, BAW juga menghadirkan Aktor Mathias Muchus dan Sutradara Avicena sebagai nara sumber, seputar pembuatan film mereka di kota Banjarmasin.

Hari Ketujuh-Penutupan

Hari terakhir, pengunjung BAW masih berdatangan. Sebelum penutupan, siangnya diisi oleh diskusi bersama para perupa/pelukis. Diskusi yang tak putus, obrolan yang takkan pupus. Hingga akhirnya sore menjelang. Seremoni penutupan pun berlangsung meriah.

Sebagai ketua pelaksana, aku berterima kasih kepada stake holders, kepada walikota dan seluruh jajaran pejabat di bawahnya yang selalu mendukung kami, tentunya kepada UPT Menara Pandang tempat kami selama tujuh hari ini berkegiatan. Aku juga melaporkan seluruh rangkaian BAW dalam sambutan terakhir.

Ada lebih dari 1000 pengunjung yang menyambangi BAW. Ada sekitar 100 penonton Movie Booth, dan 100 pembaca Lapak Sastra. Ada 11 Diskusi/Workshop. Ada 10 pergelaran dan happening art. Ada 110 peserta workshop tari Radap Rahayu, ada 100an peserta ruang aktor. Bersama 20 panitia inti, kami ditemani tim kolaboran yang digawangi Nafi. Semuanya gratis, tidak dipungut biaya. Dan jika di sambutan pembukaan, aku menyampaikan bahwa tujuan BAW adalah menghadirkan seluruh cabang seni ke ruang publik, maka pada sambutan penutupan aku sampaikan bahwa tujuan itu tercapai. Demikian aku mengakhiri sambutan.

Ketua DK menyampaikan terima kasih kepada seluruh penampil, kolaboran, relawan, sponsor dan lainnya. Beliau pun menghantarkan iringan penari Radap Rahayu dengan kostum tarinya yang harum mewangi. Ini merupakan hasil workshop komite tari. Usai tarian, Sekda Kota Banjarmasin membacakan sambutan Walikota untuk menutup Banjarmasin Art Week 2022 secara resmi.


Tepat setelah Sekdakota Banjarmasin mengucapkan “…dengan ini Banjarmasin Art week 2022 dengan resmi dinyatakan ditutup.” Para penari yang berbaris di belakang menaburkan kembang yang ada dalam bokor masing-masing.

Berlatar lampu taman, pagar besi, backdrop BAW dan langit senja; di antara tetaburan kembang itu, aku melihat harapan bagi dunia seni Kalimantan khususnya kotaku Banjarmasin. Aku mengusap air mata yang mengalir pelan di sudut mata. Jukung barenteng yang kami dayung hari ini, menjadi saksi bahwa berlayar bersama jauh lebih membahagiakan daripada merengkuh dayung sendiri. Enam komite Dewan Kesenian Banjarmasin bersama para pelaku seni lainnya dengan segala kelebihan dan kekurangan, telah mengukir satu parade dalam sejarah seni di banua; menoreh kenangan yang tak luput dari khilaf. Rasanya larung semua lelah, luruh segala keluh. Terima kasih, semuanya. Alhamdulillah, tunai sudah persembahan ini. Maafkan segala kekurangan dan keterbatasan. Sampai bertemu tahun depan. [] Nai.


Catatan:

Dokumentasi lengkap silakan kunjungi instagram resmi BAW, @banjarmasinartweek

2 komentar: