Sabtu, 06 Oktober 2018

Mencarimu di Bawah Langit Beku

00.44 0 Comments

Penggalan sebuah surat yang kutulis sehabis pertunjukan Musikalisasi Puisi di Bawah Langit Beku

---
Sedang apa kau sekarang?
Apa yang kau harapkan dari sebuah pertunjukan puisi? Kedamaian? Keindahan? Sesuatu yang menyentuh kalbu? Perenungan? Siraman jiwa?





Sungguh aku tak berani menyebutkan harapan yang muluk-muluk terhadap sebuah pertunjukan puisi. (Sama takutnya dengan berharap yang muluk-muluk terhadap kehidupan ini). Biasanya aku cukup berharap acara semacam itu mampu mengurangi sedikit dahaga dalam jiwa, mengusir penat, melabuhkan angan ke tempat semestinya. Minimal masih bisa meyakinkan diriku sendiri bahwa jalan yang kupilih bukan jalan yang keliru.
Malam ini, ketika surat ini kutulis, aku baru saja pulang dari menonton sebuah pertunjukan puisi di kota kita. Tak sabar untuk segera menceritakannya padamu (entah kaupaham atau tidak), kutulislah surat ini.
---
tiket

Apakah kau sudah makan? Kalau belum, makanlah dulu. Makan yang banyak. Kaubilang masakan temanmu enak bukan?

Oiya, Karya-karya yang dibawakan malam 5 Oktober 2018 tersebut adalah karya-karya terbaik penyair Y.S. Agus Suseno. Apa? Kau tidak mengenalnya? Ah, ya, aku lupa. Kamu bukan orang sastra. Kapan-kapan kamu cari tentang dia di mesin pencarian andalanmu, hehe.
Dari begitu banyak karya puisinya, yang digarap dan dipentaskan malam itu ada 9 puisi. Semula aku pesimis bisa menikmati sembilan  puisi berturut-turut dalam sekali pementasan. Aku lupa membawa bekal minum dan kudapan. Aku kira aku bakal didera bosan.


Mungkin kaubertanya-tanya, jika punya prasangka buruk begitu, mengapa aku mau membeli tiketnya (@Rp25.000,00) pada hari pementasan? Tunggu, ada yang belum aku ceritakan padamu. Beberapa hari sebelumnya, aku melihat cuplikan acara tersebut di akun medsos penyairnya. Di antara sekian rasa pesimis, terselip optimistis dalam hatiku. Seakan ada yang menarik-narik jiwa agar aku menonton acara bertajuk musikalisasi Puisi “Di bawah Langit Beku”dan Pembacaan Puisi oleh Y.S Agus Suseno.
Singkatnya, aku membeli tiket, duduk manis di bangku lalu menonton pertunjukan.
---

Sedang apa kau sekarang? Pasti jawabanmu, “Sedang membaca suratmu.”

Aku lanjut cerita, ya. Acara dibuka langsung oleh sang penyair Y.S. Agus Suseno. Dia berperan sebagai MC sekaligus menyampaikan kata pengantar yang manis, nyaris tak ada kalimat yang percuma. Dia sempat bilang, inilah musikalisasi versi dia. Tidak ada sambutan-sambutan dari pihak manapun lagi. Dia menyampaikan rencana atau skenario malam itu, termasuk pembacaan puisniya yang berbahasa Banjar tentang situasi terkini.

Setelah itu kami larut dalam puisi. Tiap selesai satu puisi aku selalu bilang dalam hati, ini puisi yang paling aku sukai. Itu terjadi berulang hingga puisi terakhir. Aku terpesona.
Ketika puisi pertama ditampilkan, ada sesuatu dalam hatiku. Ini ,,sungguh indah. Di sela-sela puisi tersebut dilagukan, ada selingan ungkapan hati mereka. Ada cerita di balik layar. Ada cerita di balik makna puisi yang mereka aransemen dan bawakan. Mereka: Isbey, Zay, Finni dan Ole. Mereka membuat suasana malam itu begitu spesial. 

Aku tidak percaya saat itu sedang ada di kota kita. Acara sekeren ini ada di kota kita? Kamu di mana? Meski kamu gak ngerti puisi, aku yakin kamu akan berkomentar “Sound system-nya keren, gila, bagus banget.” Atau “Kostumnya lucu, serasi, cantik” atau “Berasa sedang duduk di kafe minum kopi” atau "Suara vokalisnya bening banget", "Petikan gitarnya mantap", atau ungkapan lainnya selain puisi tentu saja.


Oiya, ini judul-judul puisinya:
Kata Pengantar untuk Sajak Cinta
Kota-kota pun Tertidur
Hujan
Perjalanan Pantai
Pondok Kulit Kayu di Pegunungan Meratus
Sajak Cinta
Menulis Sajak Membuka Cakrawala Membaca Sejarah
Di Redup Cahaya Bulan Mati
Di Bawah Langit Beku

Dari sembilam puisi yang terpilih untuk dibawakan malam itu, aku menangkap sebuah perenungan dan pencarian yang dalam tentang hidup dan kehidupan,; hakikat manusia, agama, Tuhan, rumah, kota, hutan. Di puisi Hujan, ketika sampai bait terakhir, aku tidak tahu bagaimana tiba-tiba sudut mataku basah. .../Orang-orang menepi di masjid ini./ Entah kalimatnya, entah nadanya, entah keduanya menyatu meluruhkan dinding tebal dalam hatiku.  Kubaca catatannya, puisi hujan ditulis 1985. Aku masih 5 tahun ketika puisi itu lahir. Bagaimana aku bisa menangis ketika malam ini puisi tersebut dimusikalisasikan?



Apa kabar, Cinta?


Jangan kurung puisi-puisi dalam kepalamu, tapi bebaskan maknanya dalam hatimu.

Hingga tiba puisi Sajak Cinta aku tak bisa menahan gejolak. Cinta selalu membuat kita menjadi lebih muda, remaja, ceria, bahagia, penuh harapan dan mimpi. Nada yang paling berbeda ada di puisi ini. Aransemennya membuat aku mengingat diriku dalam bingkai yang kaubuat, yaitu masa remaja. Aku mendengar nada itu dan aku melihat kebahagiaan itu dalam puisi Sajak Cinta. Aku ternganga. Bagaimana kebahagiaan sajak cinta bisa mewakili Agus malam itu? Semakin akhir, semakin serius dan berat makna yang kutangkap dari aransemennya. Puisi-puisi terakhir sukses membuat airmataku luruh; ada rasa yang tak dapat kuungkapkan dengan kata-kata.. Awesome!



bersama sastrawan  Hatmiati Masyud dan Sandy Firli

Kamu di mana?
Selama pertunjukan, beberapa kali aku membalikkan punggung dan kepalaku; kautahu, para penonton, para penikmat puisi, meraka begitu khidmat dan khusyuk. Nyaris tidak ada gangguan dari penonton. Dalam perjalanan pulang, aku tak putus-putus dari kesan berasa habis nonton konser ekslusif.  Ini pertunjukan terbaik yang pernah kutonton.

Aku sempat mewawancari Dr. Hatmiati Masy'ud, sastrawati Kalsel sekaligus dewan komisi pemilu, aku tanya bagaimana komentar dia terhadap pertunjukan. Kulihat beberapa orang penting malam itu hadir menyaksikan pertunjukan.


bersama Y.S.Agus Suseno dkk

Dia sempat terdiam. Aku tahu apa yang ia rasakan. Aku lihat pancaran ketakjuban di wajahnya. "Gurih" jawabnya sambil tersenyum renyah.

Aku rasa, ini bukan semata pencapaian seorang Y.S. Agus Suseno atau pencapaian 4 orang berkostum nuansa merah tersebut, melainkan pencapaian Kalimantan Selatan, pencapaian Indonesia. Usai pertunjukan ada adegan foto dan salam selamat. Lagi-lagi aku dikepung rasa "Di mana aku? Apakah benar aku sedang di kotaku? Dan bagaimana jawaban pertanyaanku di awal tulisan ini? Ah, kautahu aku mendapatkan semua hal dari pengharapan yang muluk-muluk itu malam ini.

Kau tahu apa yang paling kusesali dalam pertunjukan itu? Satu-satunya yang kusesali adalah kau tidak ada di situ malam itu. Harusnya kau ada, turut menjadi saksi keindahan kota kita di bawah langit beku. []




Rabu, 03 Oktober 2018

Menjadi Perempuan Cerdas di Era Digital

15.05 11 Comments


Prolog
Perkembangan dan kemajuan teknologi seakan mengepung kita dari berbagai sudut atau bidang kehidupan, siapapun dan sebagai apapun kita hari ini. Tidak dapat dielakkan lagi, gemuruh perkembangan zaman dan kemajuan teknologi tidak hanya menawarkan berbagai perubahan kepada kita tetapi juga menuntut banyak hal kepada kita untuk bisa survive di dalamnya. Ketika kita hanya bisa diam memandangi segala yang terjadi di sekitar kita, bukan tidak mungkin nantinya yang akan berlaku adalah kita tenggelam dan ditinggalkannya.
Sebagai perempuan, era digital merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa diabaikan salah satunya. Pada satu sisi, kemajuan teknologi dan digitalisasi berbagai hal memberikan banyak peluang dan kemudahan hidup bagi kita dengan berbagai ide-ide kreatifnya. Misalnya betapa digitalisasi itu menjadikan alur keseharian kita sebagai perempuan menjadi lebih efektif dan efisien dengan bantuan teknologi. Akan tetapi di sisi lain, ia juga membawa peluang suburnya hal-hal negatif yang akan memberi dampak buruk bagi kita. Berbagai penelitian menyebutkan perkembangan dan kemajuan teknologi di era digital dapat memberikan dampak buruk bagi manusia, sebut saja hal-hal semacam kecanduan gawai, kecanduan game, rusaknya berbagai hubungan keluarga, perubahan emosi yang cenderung ke arah labil, serta masih banyak hal negatif lainnya.
Yang menjadi PR besarnya adalah bagaimana kita sebagai perempuan bisa tetap survive di era digital seperti sekarang. Bagaimana kita tetap bisa menikmati kemajuan teknologi tanpa dihantui rasa takut terhadap dampak buruk yang juga tersimpan di sebaliknya. Untuk mengerjakan semua PR itu tentu kita harus menjadi perempuan cerdas.

Tantangan Perempuan di Era Digital
Ada banyak tantangan yang akan kita hadapi sebagai perempuan di era digital. Digitalisasi sebagai sebuah proses maupun sebagai sebuah produk tidak begitu saja hadir di tengah-tengah kita. Ada efek sertaan atau ikutan yang selalau ada tanpa bisa kita abaikan.  

Tantangan pertama adalah suatu keadaan yang saya sebut sebagai shocking technology. Tidak sedikit di antara kita mengalami suatu keadaan mendadak teknologis. Ketika kita kurang siap dan kurang cerdas menghadapinya, kita bisa jadi tidak mendapat banyak sisi positif, sebaliknya malah lebih banyak mendapat sisi negatif. Shocking technology yang dimaksud adalah suatu keadaan ketika kita mengalami hal-hal buruk dan tidak seimbang dalam hidup sebagai akibat kemajuan teknologi. Beberapa contohnya yaitu: lebih banyak waktu terbuang untuk bermain game online; lebih banyak memegang gawai daripada mengerjakan pekerjaan lain yang lebih penting dan bermanfaat; terlalu banyak hal tidak penting dan tidak layak menjadi konsumsi publik yang di-share ke dunia maya; menjadikan kegiatan online di dunia maya lebih utama dibanding pekerjaan lain/primer seperti makan, minum dan tidur.
Solusi:
Untuk itu, kita sebagai perempuan harus cerdas menimbang dan memilah kapan dan bagian mana dari kemajuan teknologi yang bisa kita pakai dan membantu pekerjaan kita. Kita yang harus menguasai teknologi bukan teknologi yang menguasai kita. Kita sebagai perempuan misalnya, bisa membangun perekonomian keluarga dari rumah, membangun bisnis dengan tidak meninggalkan tugas utama kita sebagai seorang ibu.

Tantangan kedua adalah dalam hal komunikasi. Tidak saja kita akan mengalami misscommunication dengan orang-orang di sekitar, bahkan lebih dari itu, mungkin saja kita akan lost contact dari orang-orang terdekat. Kita tentu tidak asing dengan kalimat “Mendekatkan yang jauh tapi menjauhkan yang dekat” sebagai salah satu dampak kemajuan teknologi di bidang informatika dan  telekomunikasi. Hari ini sering kita jumpai orang-orang duduk dan bersama dalam satu meja tetapi mereka tidak saling bertegur sapa; mereka tidak saling berkomunikasi. Mereka masing-masing sibuk dengan gawainya, entah berselancar di dunia maya, bermain game atau sekadar ngobrol dalam sebuah grup di media sosial yang tidak jauh lebih penting daripada percakapan di dunia nyata.
Solusi: Tidak ada yang terbaik yang bisa kita lakukan selain memulainya dari diri kita sendiri dan dari rumah kita sendiri. Kita harus cerdas menentukan mana komunikasi yang lebih penting di antara hubungan-hubungan komunikasi yang kita anggap sangat penting.
Salah satu hal lagi yang 

Tantangan ketiga adalah kemungkinan hidup dalam Kepura-puraan.
Siapakah diri kita yang sesungguhnya hari ini? Sebagai siapa kita dikenal oleh kawan-kawan kita, keluarga kita, rekan kerja kita, bahkan mungkin rival-rival atau musuh-musuh kita? Berapa persen kejujuran tentang kita yang kita sajikan dalam akun media sosial kita? Tidakkah kita menulis dengan niat jaim (jaga image) semata atau pencitraan belaka atau jangan-jangan kita pun terlalu berlebihan meng-ekspose kelemahan kita serta aib-aib kita? Foto-foto editan yang hanya menampilkan wajah tercantik kita, tidakkah itu sebuah kebohongan yang suatu saat menjadi bumerang bagi kita.
Hari ini, berapa banyak orang menilai kita hanya dari status-status di akun medsos? Baik buruknya kita dinilai dari status dan postingan kita di media sosial. Tidakkah itu menakutkan? Seberapa besar orang memahami pribadi kita yang sesungguhnya sebagai suatu individu?
Solusi: mulai sekarang kita harus lebih cerdas memilih mana yang layak kita posting dan mana yang sebaiknya hanya tersimpan di galeri hp kita. Jika kita bingung, bertanyalah pada hati kecil sebelum kita memposting sesuatu. Terkait dengan komunikasi dalam keluarga, memanfaatkan teknologi adalah sebuah keharusan. Jangan sampai kita kehilangan moment penting dengan anggota keluarga hanya karena kita tidak bisa mengakses akun-akun mereka. 

Mengapa tidak mencoba membuat grup keluarga misalnya.
grup seorang ibu bersama anak-anaknya


Langkah kecil biar tetap cerdas dan cantik
Di era digital, pertemanan sudah lintas ruang dan waktu. Seperti itulah yang dialami oleh para perempuan yang tergabung dalam Female Blogger of Banjarmasin (FBB). Sebuah komunitas bloger yang tahun ini secara resmi berusia 2 tahun. Di tahun keduanya ini, FBB bekerja sama dengan Iwita untuk melakukan sebuah upaya untuk menjadi perempuan yang lebih cerdas di era digital. Indonesia Women Information Technology Awareness (IWITA) merupakan organisasi berbadan hukum untuk mencerdaskan perempuan Indonesia melalui Teknologi Informasi.
Perempuan akan menjadi ibu bagi anak-anaknya. Kecerdasan ibu akan menjadi bekal meraih kebahagiaan anak-anaknya, sebaliknya kebahagiaan anak-anak akan menjadi alasan bagi ibu untuk tetap cerdas dalam hidupnya.

Iwita hadir dengan visi terwujudnya perempuan Indonesia tanggap teknologi informasi melalui advancement, learning, impelentation dan socialization sehingga perempuan dapat berperan dan berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi Indonesia dan membentuk generasi bangsa yang beraklak mulia dan berprestasi. Berbagai kegiatan diadakan oleh Iwita, salah satunya adalah Gerakan kesadaran literasi digital.
Tentu bukan sesuatu yang berlebihan jika para member FBB pun berharap bisa berperan serta sebagaimana yang telah dicanangkan oleh Iwita.
Selamat ulang tahun yang kedua FBB. Semoga meraih impian dan harapan di tahun berikutnya.



Epilog
Siapapun kita di luar sana yang hingar-bingar, kita tetaplah seorang perempuan di dalam keheningan jiwa kita.[]