Tampilkan postingan dengan label Buku Harianku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Buku Harianku. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 Agustus 2025

ARTJOG 2025: Gagap-Gempita Motif Amalan Benchmarking-ku

04.28 0 Comments

 

 



Jogja kota penuh cerita. Kali ini dari ruang sepiku, aku tulis sebuah catatan singkat yang merupakan bidikan-bidikan jiwaku saat mengunjungi Artjog 2025, sekadar oleh-oleh yang akan jadi artefak di sini, di Tatirahku.

Jika kau baca judul tulisan ini, bukan typo. Aku memang sengaja menulis Gagap-Gempita bukan gegap gempita sebagaimana seharusnya. Sebagai Ketua Banjarmasin Artweeks (BAW) 1 di kota Banjarmasin beberapa tahun lalu, sebuah kebahagiaan hari ini aku bisa menginjakkan jiwa di sini, di Artjog yang merupakan referensi utama BAW. 

Ada rasa yang tak dapat kulukiskan. Rasanya seperti mimpi melihat simbol Artjog secara langsung bukan via media lagi. Aku berjalan ragu, gagap melihat semuanya. Jika selama ini aku mengunjungi agenda seni -murni sebagai pengunjung/penikmat, kali ini aku datang dengan misi benchmarking.

Hal pertama yang kutandai adalah banyaknya motor di area parkir, artinya pengunjungnya banyak. Untuk bisa akses semua hal, kita harus membeli tiket terlebih dahulu. Rp80.000,00 angka yang lumayan fantastis jika diterapkan di Banjarmasin Artweeks, pikirku (yang setelah aku berkeliling, harga tersebut tidak ada artimya). Setelah membayar, pengunjung diberi gelang bertulis Artjog 2025 - visitor. Tidak kutemukan buku tamu. Di beberapa titik, terdapat beberapa panitia yang sesekali mengarahkan pengunjung.



Banyak ruang di sini. Banyak karya yang semuanya tentu saja tidak main-main. Astaga, rasanya waktu begitu singkat. Mungkin perlu seharian penuh untuk bisa membaca dan merasakan makna semua tampilan. Beragam lukisan, instalasi, karya seni rupa, tidak hanya sajian visual tapi juga audio. Tak muat ruang jiwa ini menampung semua itu sekaligus. Setiap karya disediakan tempelan deskripsinya di dinding yang memuat penjelasan singkat tentang pemilik karya dan karya itu sendiri. Cukup membantu pengunjung yang awam tentang karya seni.

Ada penampilan khusus dari Reza Rahadian, aktor serba bisa yang sudah tidak asing lagi di jagad perfilman Indonesia. Pengunjung tidak diperbolehkan memoto maupun merekam saat pertunjukan di layar diputar. Aku rasa, itu adalah penampilan Reza yang sangat keren. Di dinding tertera isi hati Reza. Aku terharu. kuabadikan di foto bawah ini:



Dari Artjog 2025 aku petik bahwa seni itu sangat universal. Seni tidak hanya menjanjikan penghiburan bagi jiwa tapi juga pengajaran, agar amalan yang dilakukan selaras dengan dunia dan kebutuhannya. Seni bukan pilihan kedua atau ketiga atau keempat atau kesekian dalam kehidupan. Sama seperti perut kita yang perlu diisi makanan, jiwa dan bahkan otak kita perlu diberi asupan seni.

Sebuah agenda seni, apapun itu, harus dirancang dengan serius. Diperhatikan semua aspek termasuk keamanan dan keselamatannya. 


Ia juga harus memperhatikan aspek keadilan dan kesetaraan. Semua pengunjung mendapat hak yang sama untuk bisa menikmati seni dalam kadar renungnya masing-masing. Artjog kids menjadi salah satu item yang mendukung pernyataanku ini.


Benchmarking ini kulengkapi dengan menelusuri website-nya. Dari sana kutemukan penjelasan terkait tema Artjog 2025, yaitu Amalan. Kukutipkan untuk kalian:

Amalan sebagai ‘motif’ di dunia seni bisa dikenali baik melalui otonomi maupun heteronomi. Keduanya tidak kedap, bukan arena yang bulat sempurna. Akan tetapi di dalam dunia seni yang berpegang pada nilai-nilai estetik yang bersifat intrinsik, motif ini seringkali tidak diperhitungkan oleh para seniman. Di sisi lain, ketika fungsi seni dipertanyakan di dalam realitas yang sungguh heteronom, strukturnya cenderung telah dibayangkan mirip tindakan. Dunia yang heteronom selalu membuyarkan batas-batas seni yang otonom.


Makna amalan dalam ARTJOG tahun ini tidak terikat pada definisi kamus yang menekankan ‘klise’ pahala. Amalan di dunia seni terbentuk baik secara intrinsik maupun ekstrinsik, dalam dan luar bahasa. Amalan adalah laku praksis sebagai subjek, baik subjek estetik, sosial, politikal, tekstual, agamis, atau sebutlah apa saja. Relasi seniman dengan dunia adalah kelindan persepsi yang menubuh, begitu pula sebaliknya. 

Dengan itulah kebaikan hidup bersama dapat mulai diperbincangkan dan karya seni dipandang sebagai ‘hadiah’ bagi dunia, di luar kalkulasi laba rugi yang kerap tak bisa ditakar nilainya. Demikian tulis Tim Kurator ARTJOG, Hendro Wiyanto, Bambang ‘Toko’ Witjaksono, Ignatia Nilu.

Arah keluar area ini, kupatri memori nada-nada pertunjukan musik band yang memiliki pangsa pasar tersendiri.

Di dinding ada tulisan tonggak-ziarah 1. Aku terenyuh. Betapa mereka sangat menghargai para perintis. Entah apakah ini kunjungan pertama sekaligus terakhirku. Sebelum pulang, kusempatkan membeli cinderamata, tas dagadu-ala Artjog.


Keluar dari Artjog, seketika riuh isi kepalaku, menyaingi riuhnya kota Jogja dalam perjalanan pulang malam itu. Jiwaku seperti teko yang kepenuhan. Banyunya limpuar, limpas. Aku ingin menuangkannya tapi tidak tahu ke gelas yang mana.

Terima kasih Artjog, terima kasih Jogja. Terima kasih yang setia menemaniku sepanjang malam itu.[]



Sabtu, 12 November 2022

Banjarmasin Art Week 2022: Merengkuh Dayung Bersama, Sekali Ini Jangan Berlayar Sendiri

12.46 2 Comments

 

Banjarmasin Art Week 2022 (Doc Nailiya)



Semua hal akan punah, kecuali yang ditulis. Untuk itulah catatan ini ada. Aku tulis dengan perspektif seorang Nailiya Nikmah. Mungkin akan lebih subjektif dibanding catatan para media partner, meski aku berusaha menulis seobjektif mungkin. Semoga menjadi bagian dari prasasti. 

Halaman Pengantar Katalog Pameran Lukis BAW 2022 (Desain Badri)

***

“Nai, kamu jadi ketua panitia Pasar Seni, ya?” suara Ketua Dewan Kesenian Banjarmasin merambat di udara, terdengar ngeri-ngeri sedap di telingaku melalui ponsel. Saat itu aku lagi di Jogja sehingga tidak bisa ikut rapat. Entah karena pengaruh suasana Jogja saat itu, entah karena ada hal lain, aku tidak ingat, yang pasti setelah sempat berargumen, ujungnya aku terima permintaan itu.

“Kamu mau naruh siapa saja di kepanitiaanmu?” tanya ketua DK. Seingatku, konsep Pasar Seni adalah kegiatan yang menggabungkan semua komite DK untuk bersama berkarya dalam satu event. Pasti sangat majemuk orang-orangnya. Bukan saatnya pilah-pilah rekan kerja. Ini saatnya belajar. Belajar bekerja dan berkarya bersama. Belajar memanajemen sedikit dana yang diamanahkan kepada kami. Lebih dari itu, aku ingin belajar dipercaya oleh teman-teman.

“Putuskan saja di rapat, Bang. Ulun siap bekerja dengan siapapun,” itu jawabanku.

***

Dari Pasar Seni ke Banjarmasin Art Week (BAW)

Aku mulai meminta teman-teman komite menyetor konsep dan ide project beserta anggaran masing-masing. Rapat demi rapat, rancangan demi rancangan kegiatan terus digulirkan. Hingga suatu malam, di Kampung Buku, pada rapat kami yang ke sekian, nama kegiatan Pasar Seni sepakat direvisi menjadi Banjarmasin Art Week dengan berbagai pertimbangan. Kami berharap revisi nama akan lebih menarik para generasi milenial meski ada sedikit kekhawatiran dianggap tidak meng-Indonesia. Seingatku, selain Ketua DK-Bang Hajri, malam itu ada nama-nama berikut: Nafi, Munir, Masno, Dewi, Iki, Syam. Kalau ada yang ketinggalan, konfirmasi aku ya. Biar tulisan ini kusunting. Pada rapat-rapat lainnya, hadir juga Abay, Hafiz, Wanyi, Reza, Cupi, Cahyo, Surya, Jaya, Putri, Atien, Ipul, dll.

Malam itu kami merumuskan tema juga. Dari tiga tema yang muncul, akhirnya Jukung Barenteng menjadi tema BAW 2022. Iki kemudian bersedia membuatkan logo BAW. Dengan proses perenungan yang cukup panjang dan obrolan seru seputar filosofi Jukung barenteng, jadilah logo BAW yang sangat cantik itu.



“Kita perlu koordinator acara,”seru Ketua DK. Lalu, suatu malam, kami sepakat Nafi yang akan jadi koor acara. Sejak itu, kerja kami mulai lebih terarah (:lebih menggugupkan, haha). Kami sepakat akan ada performance/pergelaran/happening art dari para kolaboran, akan ada diskusi tiap komite, akan ada workshop tari dan teater masing-masing dari komite tari dan teater, pergelaran aneka genre music dari komite Musik dikoordinatori oleh Masno dan Surya serta Jaya, ada pameran Lukis komite Rupa; ada Lapak Baca dan Baturai Pantun Komite Sastra dikoordinatori oleh Ipul dan Abay, dijalankan oleh Ahim dkk; ada Movie Booth-nya Komite Film yang ditangani oleh Munir. Happening art secara personal sudah ada nama Gita Kinanthi dan Edi Sutardi yang kami kantongi. Untuk Pameran, ada Badri sebagai kurator dengan tema Jarujut yang lebih awal memulai titik start melalui open kurasi. Dari sini terjaring 25 nama perupa/pelukis. Untuk workshop tari, koor dari komite tari-Putri menegaskan akan menggarap Radap Rahayu minimal 100 penari. Begitu juga workshop teater-kelas actor bersama Bayu Bastari, meski target 30 peserta, ternyata pendaftar lebih dari itu.

***

Langkah pertama yang kami lakukan adalah menemui orang nomor satu di kota Banjarmasin. Ya, siapa lagi kalau bukan Walikota Banjarmasin-Bapak Ibnu Sina. Selama ini memang Dewan Kesenian Banjarmasin selalu menjalin komunikasi dan koordinasi dengan beliau mengingat SK Kepengurusan juga ditandatangani oleh beliau. Alhamdulillah beliau menyambut baik rencana BAW dan beliau juga sempat bilang bahwa November adalah bulan yang tepat.



Selanjutnya, aku dan Mbak Atien-Bendahara BAW meluncur ke Siring Menara Pandang menemui Kepala UPT Menara Pandang. Di sanalah kami bertemu dan berkenalan dengan Kepala UPT Menara Pandang-Pak Naziza yang sangat ramah dan terbuka. Kami membawa proposal dan menjelaskan rencana peminjaman beberapa titik area di Siring Menara Pandang, yaitu Rumah Anno untuk loaksi pameran lukisan, Area teras samping rumah Anno untuk Diskusi dan Pergelaran Musik dan Happening Art, Lantai Dasar Siring Menara Pandang untuk Workshop Tari dan Teater, serta Selasar antara Rumah Anno dan Menara Pandang untuk Lapak Baca Komite Sastra dan Area Movie Booth-nya Komite Film. Semua disetujui. Kami tinggal urus perlengkapannya.



Setelah secara tidak formal Ketua DK menghubungi Sekda Kota, aku ke kantor beliau membawa surat untuk mengurus beberapa keperluan peminjaman bangku, sofa dan tenda. Di sini aku sangat terkesan dengan keramahan semua pegawainya. Mulai dari satpam depan hingga semua orang yang aku temui di sana full senyum. Semoga mereka semua selalu dimudahkan urusannya. Selanjutnya, urusan di-handle oleh Riza.

Jangan kira semua berjalan mulus. Setiap kerja ada tantangan, setiap kepanitiaan ada riak-riaknya. Jujur saja, aku sempat berada pada fase lelah dan ingin menyerah. Merasa gagal menjadi ketuplak. Saat-saat seperti itu, support teman-teman sangat bermakna bagiku.

***

Lobi-lobi Sponsor

Salah satu yang melegakanku, ketika tahu Bendahara kegiatan BAW adalah Mbak Atien. Temanku yang bisa dipercaya dalam urusan duit. Proposal yang dibuat oleh Dewi-Sekretaris, mulailah kami bawa ke mana-mana. Ke beberapa pihak yang menurut pandangan kami bisa memberikan dukungan. Kami membuka diri untuk diberi support dan bekerja sama dalam bentuk apapun. Mengajukan proposal dan proses lobi-lobi ini membuatku halu. Rasanya dejavu. Ingat masa dulu waktu jadi aktivis di kehidupan yang lain, sebelum reinkarnasi ini, hehe.

Dari pintu ke pintu, dari satu Lembaga ke Lembaga lainnya. Sebagian besar yang kami bawa pulang adalah kegagalan. Uniknya, beberapa calon rekan sponsor malah memberi kami pelajaran gratis seputar proposal dan manajemen kegiatan. Ada yang memberi kami persyaratan baru bisa memberikan bantuan, dsb. Beberapa persyaratan ada yang tidak bisa kami penuhi, maka gagallah kami bermitra.

Aku dan Mbak Atien sempat juga konsul ke Bang Majid dan Ka Lina di Rumah Alam. Beliau berdua sudah banyak pengalaman menyelenggarakan kegiatan besar. Banyak ilmu yang kami peroleh, tapi bertambah pula kecemasan kami karena merasa masih banyak kekurangan.



Ketua DK pun gencar melakukan lobi-lobi ke kenalan dan teman beliau. Alhamdulillah, ada aja cintanya, hehe.

Beberapa relasi pengurus DK membawa aku ke ruang dengar alias siaran radio sebagai salah satu bentuk promosi/publikasi BAW selain melalui media sosial resmi BAW. Siaran pertama di acara Palidangan yang dibawakan oleh Bang Noorcholis Majid di RRI. Aku bersama ketua DK menjadi pengisi di acara tersebut. Mbak Atien setia menemani, sambil jepret-jepret. Dari sana kami juga ke Bank Kalsel dan Kantor lainnya untuk beberapa urusan. Radio lainnya adalah Sun FM, beberapa hari menjelang pelaksanaan, BAW berkesempatan menjadi konten acara Sun Shine. Setelah itu beberapa media partner menuliskan berita BAW. DK juga sempat silaturrahim ke Pak Zulfaisal Putra selaku Kadis Kebudayaan. (Sayang aku tidak bisa ikut hari itu, karena aku baru saja mengalami kecelakaan dan kemudian sakit beberapa hari).



 


FenomeNafi: Beberapa Peluang dan Kendala, Mulai SDM hingga Dana

H minus dekat banget, beberapa personil kepanitiaan menulis chat di grup, “Saya ada tugas xxxx, jadi tidak bisa aktif beberapa waktu ke depan. Saya ke luar kota sampai tanggal sekian,” dsb. Chat yang sangat membuat aku cemas.

“Tenang, semua akan baik-baik saja” kurang lebih begitu yang disampaikan koor acara, Nafi. Dia mengajak beberapa UKM dan Komunitas Seni untuk berkolaborasi dengan kami.

Ketua DK juga menginstruksikan memasukkan beberapa personil baru dalam kepanitiaan. Di antara para personil tambahan tersebut, ada beberapa wajah yang aku sebenarnya sudah familiar tapi belum tahu namanya. Ada juga sebaliknya, namanya sudah sering aku dengar tapi belum tahu yang mana orangnya.

Beberapa nama seniman senior turut menjadi konsultan kami seperti Agus Suseno dan Edi Sutardi dkk. Salah satu rapat besar DK juga sempat menghadirkan para penasehat untuk memberikan saran dan masukan. Pak Sukhro dan Bang Majid sangat banyak memberikan masukan dan ide kreatif.

Rundown seluruh agenda BAW sangat dinamis, bahkan sampai hari H masih ada pergerakan dan perubahan. Para penampil dan kolaboran juga masih penuh dinamika. Yang paling mencemaskan adalah dana. Hitung-hitungan kasar kami menunjukkan bahwa dana sangat minim. Diperlukan relawan konsumsi yang pintar mengelola budget. Mbak Wid dari Kampung Buku ternyata yang akhirnya bergabung dalam ketahanan pangan.

Beberapa kali aku menemukan hal-hal yang mencemaskan dan selalu Koor Acara alias Nafi bilang, “Tenang, semua aman.” Dari sini aku mulai berubah pikiran. Ternyata dalam kegiatan ini aku tidak sedang belajar dipercaya tapi sebaliknya aku justru sedang belajar mempercayai orang yang bekerja satu tim denganku. Bismillah, aku mulai mengubah mindset-ku.

 

Pembukaan

Jumat, 04 November 2022 menjadi tanggal penting bagi perkembangan seni di Kalimantan. Setelah hujan yang sempat mengguyur kota Banjarmasin, kami melangsungkan acara pembukaan yang sederhana, khidmat, di area terbuka Siring Banjarmasin. Acara dibuka langsung oleh Bapak Ibnu Sina selaku Walikota Banjarmasin. Ada sesi baturai pantun menjadi bagian acara pembukaan. Resmilah, Banjarmasin Art Week 2022 dibuka sejak hari itu.

“Dewan Kesenian Banjarmasin dengan enam komite di bawahnya mencoba menggelar satu event bersama, yang selama ini belum pernah ada. Kami ingin menghadirkan seluruh cabang seni yang mungkin selama ini terkurung dalam ruangnya masing-masing ke tengah publik. Kami ingin mendekatkan seni kepada masyarakat dan sebaliknya kami juga ingin melihat apresiasi masyarakat terhadap seni itu sendiri. Kami memilih area Siring Menara Pandang mengingat area ini sangat strategis dan sudah menjadi ikon kota Banjarmasin. Kami ingin menyentuh semua kalangan masyarakat. Jika agenda ini sukses dan dianggap perlu oleh masyarakat, insya Allah BAW akan jadi agenda unggulan-andalan Dewan Kesenian Banjarmasin tiap tahunnya.” Demikian yang kusampaikan pada sambutan sebagai ketua pelaksana BAW. Itu juga yang sering aku sampaikan ketika diwawancarai oleh pihak media.

Tujuh Hari Penuh Makna

Movie Booth, Pameran Lukisan dan Lapak Baca merupakan konten yang tujuh hari penuh memanjakan pengunjung BAW 2022. Di luar itu, pergelaran musik, tari, teater bergantian menghiasi ruang performance BAW. Sebagai point yang harus digarisbawahi adalah semua konten yang menjadi bagian agenda BAW gratis alias tidak dipungut biaya. Pengunjung hanya harus membayar parkir yang memang sudah jadi ketentuan di Area Siring Kota Banjarmasin.


Hari pertama

Ada penyerahan selendang dan bokor oleh Walikota Banjarmasin kepada Ketua Panitia dan Ketua DK sebagai simbol dimulainya serangkaian agenda seni BAW (dengan sedikit drama di balik layar). Selendang dan bokor dipilih karena akan ada workshop Tari Radap Rahayu yang menggunakan dua properti tersebut.

Pengalungan selendang  dan penyerahan bokor oleh Walikota Banjarmasin, simbolisasi dibukanya agenda BAW 2022



Walikota didampingi oleh Ketua Dewan Kesenian Banjarmasin melihat pameran lukisan



Setelah seremoni pembukaan, para pejabat mengunjungi pameran lukisan di Rumah Anno. Beberapa pejabat juga menggoreskan garis pertama di atas kanvas untuk kemudian diselesaikan oleh para pelukis. (Cek pemberitaan berbagai media partner BAW pada tanggal ini untuk mendapatkan liputan lengkap).

Malamnya, KS3B menampilkan pergelaran yang sangat manis dan apik. Selain itu, Edi Sutardi menampilkan happening art yang sangat memukau pengunjung. Beberapa pembaca puisi turut meramaikan pergelaran seperti Hajriansyah, Y.S. Agus Suseno, Baim, Riza Rahim dkk. Siring menjadi tidak biasa malam itu. Malam yang indah bagi penikmat seni. Hari pertama yang awesome. Terima kasih, tim.






Hari Kedua

Diskusi perkembangan seni tari Kalimantan Selatan berlangsung di Ruang Terbuka samping Rumah Anno dengan pembicara Gita Kinanthi dan Rahmani, dimoderatori oleh Nafi berlangsung di siang yang hangat. Gita sang perantau telah menjadi pejuang tari di Kalimantan Selatan. Bersama Rahmani, ia memaparkan bagaimana tari di masa awal hingga di masa pandemic. Dibahas pula tentang film tari. Para koreo tari hendaknya berkolaborasi dengan ahli IT untuk menghasilkan film tari yang bagus.

Setelah itu, agenda berikutnya adalah Sharing with Ibnu Sina dimoderatori langsung oleh Ketua DK Hajriansyah. Terlibat dalam diskusi beberapa seniman dan pengurus DK Banjarmasin. Pada saat yang sama di titik lain, Bayu Bastari dan tim ruang aktor bersama 100-an peserta ber-workshop teater di lantai dasar Menara Pandang. Uniknya peserta workshop sangat majemuk dari berbagai usia dan latar pendidikan.




Diskusi Teater “Quo Vadis Teater Modern Kalimantan Selatan” berlangsung seru menghadirkan nara sumber Sekda Kota Banjarmasin, Ikhsan Budiman dan Bayu Bastari dimoderatori oleh Dewi Alfianti. Beberapa seniman masih terlibat aktif dalam diskusi termasuk Bunda Elly Rahmi yang sudah tidak asing lagi dalam dunia seni di Kalimantan Selatan. Hari kedua yang sangat bergizi.

Hari Ketiga

Hari ketiga berlangsung tepat pada hari Minggu. Pagi yang cerah untuk mendiskusikan Tata Kelola Seni Budaya Kota Banjarmasin bersama moderator Dewi Alfianti. BAW menghadirkan narsum yang komplet, yaitu Kabid Kebudayaan Disbudparpora Banjarmasin-Zulfaisal Putra; Dewan Pertimbangan DK Banjarmasin-Ilham Noor; Anggota Komisi 4 DPRD Kota Banjarmasin-Sukhrowardi dan Sastrawan asal Kalsel-Micky Hidayat. Y.S. Agus Suseno, Hajriansyah dan seniman lain terlibat seru dalam diskusi.

Agenda selanjutnya ada baturai pantun dan Pentas Balet oleh komite sastra dan komite tari. Disusul oleh diskusi musik yang membahas geliat dan masa depan musik di Banjarmasin. Nara sumber Dino Sirajuddin dan Sumasno Hadi dengan moderator Susyam Widhianto. Turut meramaikan, Hariadi Asa menampilkan kepiawaiannya dalam bernyanyi dan main music.

Hari Keempat

Langit dan tanah masih basah oleh hujan pagi itu tapi tidak menyurutkan langkah komite tari melaksanakan workshop Tari Radap Rahayu yang sudah ditetapkan sebagai harta kekayaan warisan budaya tak benda. Lebih 100 peserta memenuhi lantai dasar Menara Pandang. Narsum sekaligus instruktur Bapak Heriyadi Haris dan Ibu Putri Yunita Permata Kumala Sari dari komite tari sangat bersemangat pagi itu. Peserta membawa selendang dan bokor ataupun semacamnya sebagai properti.




Siangnya, Narsum Woko Lestarianto dan Cahyo Purwadi dimoderatori oleh Sumasno Hadi membahas tema Diskusi Pendidikan Seni. Diskusi yang

Sorenya, Sainul Hermawan dan Titik Wijanarti hadir secara spesial membahas tema sastra medsos. Terima kasih, tim BAW yang telah mempercayai aku menjadi moderatornya.

Malamnya pergelaran musik Komunitas Gambus Banjarmasin (KGB), Awang Fitra, serta teater monolog Tukang Obat karya Y.S. Agus Suseno dimainkan oleh Riza Fahlipi sangat mengundang kehadiran pengunjung untuk merapat. Riza bermonolog ditemani ular-ular kesayangannya. Hari yang sangat ajaib. Pengunjung BAW semakin banyak.



Hari Kelima

Diskusi seni rupa dengan nara sumber Badri Hurmansyah yang merupakan kurator pameran Jarujut bersama Rokhyat pelukis dimoderatori oleh Cahyo Purwadi membawa tema Pasar dan Ruang Penciptaan Seni Rupa. Menurut pengamatanku, ini merupakan diskusi yang cukup panjang dibanding diskusi lainnya. Novriandi Saputra dari Banjarbaru hadir dan terlibat dalam diskusi seru. Setelah selesai diskusi, disponsori oleh Wardah Kosmetik, agenda selanjutnya adalah lomba melukis dengan media kosmetik. Klinik Zimbe dengan apik mengantarkan BAW kepada ujung senja. Malamnya ada pergelaran dansa oleh komite tari dan 


Hari Keenam

Lapak Baca dan Movie Booth pindah ke Ruang Terbuka Samping Rumah Anno. Malam dibuka dengan indah oleh Ugahari dan performing tari Gita Kinanthi dkk serta hadir juga Persatuan Seniman Soundsystem Banua (PSB) . Setelah itu dilanjutkan diskusi film bertajuk Persoalan di Seputar Produksi Film Lokal oleh HE Benyamin dan Ade Hidayat Matolese dengan moderator Munir Shadiqin. Sesaat sebelum itu, BAW juga menghadirkan Aktor Mathias Muchus dan Sutradara Avicena sebagai nara sumber, seputar pembuatan film mereka di kota Banjarmasin.

Hari Ketujuh-Penutupan

Hari terakhir, pengunjung BAW masih berdatangan. Sebelum penutupan, siangnya diisi oleh diskusi bersama para perupa/pelukis. Diskusi yang tak putus, obrolan yang takkan pupus. Hingga akhirnya sore menjelang. Seremoni penutupan pun berlangsung meriah.

Sebagai ketua pelaksana, aku berterima kasih kepada stake holders, kepada walikota dan seluruh jajaran pejabat di bawahnya yang selalu mendukung kami, tentunya kepada UPT Menara Pandang tempat kami selama tujuh hari ini berkegiatan. Aku juga melaporkan seluruh rangkaian BAW dalam sambutan terakhir.

Ada lebih dari 1000 pengunjung yang menyambangi BAW. Ada sekitar 100 penonton Movie Booth, dan 100 pembaca Lapak Sastra. Ada 11 Diskusi/Workshop. Ada 10 pergelaran dan happening art. Ada 110 peserta workshop tari Radap Rahayu, ada 100an peserta ruang aktor. Bersama 20 panitia inti, kami ditemani tim kolaboran yang digawangi Nafi. Semuanya gratis, tidak dipungut biaya. Dan jika di sambutan pembukaan, aku menyampaikan bahwa tujuan BAW adalah menghadirkan seluruh cabang seni ke ruang publik, maka pada sambutan penutupan aku sampaikan bahwa tujuan itu tercapai. Demikian aku mengakhiri sambutan.

Ketua DK menyampaikan terima kasih kepada seluruh penampil, kolaboran, relawan, sponsor dan lainnya. Beliau pun menghantarkan iringan penari Radap Rahayu dengan kostum tarinya yang harum mewangi. Ini merupakan hasil workshop komite tari. Usai tarian, Sekda Kota Banjarmasin membacakan sambutan Walikota untuk menutup Banjarmasin Art Week 2022 secara resmi.


Tepat setelah Sekdakota Banjarmasin mengucapkan “…dengan ini Banjarmasin Art week 2022 dengan resmi dinyatakan ditutup.” Para penari yang berbaris di belakang menaburkan kembang yang ada dalam bokor masing-masing.

Berlatar lampu taman, pagar besi, backdrop BAW dan langit senja; di antara tetaburan kembang itu, aku melihat harapan bagi dunia seni Kalimantan khususnya kotaku Banjarmasin. Aku mengusap air mata yang mengalir pelan di sudut mata. Jukung barenteng yang kami dayung hari ini, menjadi saksi bahwa berlayar bersama jauh lebih membahagiakan daripada merengkuh dayung sendiri. Enam komite Dewan Kesenian Banjarmasin bersama para pelaku seni lainnya dengan segala kelebihan dan kekurangan, telah mengukir satu parade dalam sejarah seni di banua; menoreh kenangan yang tak luput dari khilaf. Rasanya larung semua lelah, luruh segala keluh. Terima kasih, semuanya. Alhamdulillah, tunai sudah persembahan ini. Maafkan segala kekurangan dan keterbatasan. Sampai bertemu tahun depan. [] Nai.


Catatan:

Dokumentasi lengkap silakan kunjungi instagram resmi BAW, @banjarmasinartweek

Minggu, 06 September 2020

Gaya Belanja pada Masa Pandemi

16.09 9 Comments
Masa Pandemi membuat gaya belanja kami berubah. Kami jadi jarang ke luar rumah dan ke tempat belanja. Semua bisa dilakukan dari rumah sekarang. Hidup telah berubah. Akan tetapi, hei jangan salah. Jangan kira ini begitu mudah terjadi padaku. Ini kisahku di Hari Pelanggan Nasional (4 September) yang kutulis sebagai artikel yang kuikutkan dalam FBB Kolaborasi Edisi bulan ini.


Untuk sesuatu yang berhubungan dengan gaya hidup, aku selalu menundanya. Aku tidak mau ikut-ikutan gaya orang lain. Selama aku belum memerlukannya aku tidak akan mengikuti perubahan atau gaya orang lain yang lagi trend sekalipun.
Dulu, ketika teman-temanku sudah punya akun belanja online, aku masih bertahan dengan belanja gaya konvensional. Sesekali aku menitipkan belanjaanku pada mereka jika kebetulan barang yang kami inginkan sama. Lumayan menghemat ongkir dan berpeluang mendapatkan diskon kata temanku. Temanku yang lainnya malah sudah memiliki akun berjualan online. Aku semakin jauh dong tertinggalnya.


Kemunculan berbagai aplikasi transaksi belanja dan lainnya membuat aku semakin merasa "Hello, Nai. Wake up. Kamu masih hidup, kan?" 

Aku sadar semua ini tidak bisa dihindari tapi aku merasa masih belum memerlukannya. Aku tidak memasang aplikasi tersebut di smartphone-ku. Jika aku terdesak memerlukannya, aku biasanya minta bantuan saudaraku. Aku menelponnya lalu meminta dia, entah memesankan Go***, memesankan barang, dan sebagainya.


Suatu hari aku ikut sebuah training di Jakarta. Sendirian. Setelah mendarat di Bandara Soetta, mulailah masalahku. Untuk menuju hotel yang sudah dipesankan oleh sepupuku, aku disuruhnya memesan mobil G***. Aku belum memasang aplikasinya bahkan di hp. Sesuai petunjuk sepupuku, aku minta bantuan petugas stand G*** yang ada di bandara saat itu. Dia memasangkan aplikasi di hp ku hingga memesankan aku sebuah mobil untuk mengantarku ke tempat tujuan. Sejak itu dua aplikasi transportasi ada di hp-ku.


Usai pelatihan, aplikasi itu sangat jarang aku pakai. Hingga tiba masa Pandemi yang sangat mengguncang dunia ini. Bulan-bulan pertama aku masih bertahan. Tidak menggunakan aplikasi apapun untuk hidup. Aku sesekali masih keluar untuk belanja.  Lama-lama aku lelah. Akhirnya sedikit demi sedikit aku belanja online lewat aplikasi tersebut. Paling banyak kupakai Untuk  membeli makanan dengan sistem bayar tunai di tempat.

Sesekali aku pergi ke ATM untuk melakukan pembayaran. Masih ribet? Yup. Aku masih tidak mengaktifkan mobile banking.
***


Pada Hari Pelanggan Nasional ini, aku juga mau cerita tentang pada akhirnya aku melakukan sesuatu terkait mobile banking.
Suatu hari -panjang ceritanya- aku harus mengirimkan uang beberapa teman di kantor melalui rekening aku, sebagian lainnya melalui rekening temanku. Aku pun pergi ke bank. Oleh bank aku ditolak mengirim melalui teller karena sesuatu hal. Aku diminta mengirim lewat ATM saja. Setelah aku coba ternyata lewat ATM pun gagal. Oleh pihak bank, aku diminta mengirim via mobile banking. Jujur aja ya saat itu sebenarnya aku rasa mau menghilang dari muka bumi tapi aku harus segera mengirim. Akhirnya aku menyerah ketika pihak bank memasangkan aplikasi mobile banking di hp-ku. Dia juga mengajari aku cara menggunakannya.
***

Kamu tahu apa yang terjadi selanjutnya?
Hohoo...aku sekarang sudah lihai transfer-transfer lewat hp. Hihi. Efek lainnya, aku sudah bisa belanja online terutama saat kebutuhan mendesak dan mendadak ditambah situasi Pandemi yang sangat membatasi gerak ini.

***
Zaman berubah, teknologi berkembang, gaya belanja pun menyesuaikan. 


Bertepatan dengan hari Pelanggan Nasional ini aku menyadari satu hal bahwa aku bisa berubah meski harus melalui kondisi darurat terlebih dahulu. Tentu saja itu membuatku lega. Bukankah kita perlu bergerak dan berubah? Bukankah air yang diam akan menimbulkan penyakit? Selain itu, konon dinosaurus punah karena tidak mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. 

Sabtu, 29 Agustus 2020

Tentang Hari Ini dan Kemarin

01.58 0 Comments


Dear, u.

Sapardi bilang kenangan adalah fosil. Ia tidak akan menjadi abu. Ia membuat jarum jam bergerak berlawanan. Aku rasa itulah yang sering terjadi padaku. Meski tak punya mesin waktu, aku dan sebuah portal bernama kecerobohan sering membuat pembuktian-pembuktian atas semua sihir Sapardi.



Aku tahu, kamu tidak mengenal Sapardi sebaik aku. Kamu bahkan tidak mengenal aku sebaik aku mengenalmu. Di antara rimbunan sepi, kenangan tentangmu luruh. Aku ingin membantai dan menewaskan semua kisah yang pernah ada. Akan tetapi itu tidak adil bagi hari kemarin yang sudah begitu bijak memberiku pelajaran berharga.



Besok, ketika hujan pertama turun di hari pertama kamu kembali, aku ingin menitipkan kata-kata. Kata-kata yang kutimang-timang sepanjang perjalanan sunyi penuh sejarah. Jangan mengelabukan fakta dengan asumsi pribadimu. Kita sudah kerap menyerah pada sisi harapan yang paling jelaga.



Untuk kamu, terima kasih banyak. Luka yang kamu ngangakan membuat aku lebih peka agar tidak membuat luka serupa pada yang lain.

Jumat, 20 Maret 2020

Catatan Hari-hari Pembelajaran Daringku dengan Zoom Cloud Meetings

13.59 0 Comments




Ditetapkannya corona sebagai pandemi oleh WHO, membuat berbagai kebijakan dikeluarkan oleh pemerintah yang wilayahnya telah terdapat kasus covid-19. Berbagai spekulasi dan persepsi bertebaran di media. Semua berusaha belajar dari China dan Italia. Masyarakat mulai lebih melek setelah Arab Saudi (KSA) menutup akses umrah bagi sebagian besar negara yang terdapat kasus covid-19. Indonesia yang semula nyaris membusungkan dada karena nol kasus, nyatanya harus mengambil langkah juga setelah diumumkan secara resmi oleh presiden tentang adanya pasien 01 dan 02.

Masyarakat yang lebih dulu paham, mulai melakukan edukasi di media-media yang mereka punya. Hingga sampailah Indonesia pada fase menerapkan 14 hari di rumah alias work from home (WFH) untuk menekan angka penyebaran virus ini. Hal ini menimbulkan efek ke berbagai hal, di antaranya dalam dunia pendidikan. Kampus-kampus mulai menerapkan pembelajaran jarak jauh, melarang kegiatan yang menimbulkan potensi berkumpulnya orang-orang bahkan menunda kegiatan penting yang sebelumnya sudah direncanakan hingga akhir Maret 2020.

Sebagai pengajar, aku turut merasakan dampaknya. Kami harus kreatif melakukan pembelajaran dari jarak jauh. Aku di rumahku. Mahasiswaku di rumahnya masing-masing. Berbagai aplikasi dan platform yang ada aku coba. Sebenarnya aku sudah tidak asing dengan pembelajaran elektronik (e-learning). Aku pernah menggunakan edmodo dan google classroom serta sarana e-learning yang telah disediakan kampusku.  Hanya saja beberapa aplikasi masih ada yang aku belum terampil menggunakannya. Ini yang aku coba dalam situasi sekarang.


Hari pertama
Aku nekat menggunakan aplikasi zoom meeting cloud, meski sebelumnya aku hanya pernah berperan sebagai peserta sebuah teleconference dengan aplikasi ini. Tepat pada hari dan jam perkuliahan aku mengunduh aplikasi tersebut di laptop. Mahasiswaku juga sudah kuberitahu di grup WA. Aku membagi password dan meeting ID agar mahasiswaku bisa bergabung.

Pengalaman pertama sungguh lucu dan membuat aku ternganga. Aku bersiap seperti biasa. Mandi, berbaju kerja, berias muka, memakai jam tangan, dan tetap berparfum. Bagiku itu penting untuk membangun suasana kerja. Ya, aku kan mau mengajar. Hehe. Jam perkuliahanku ada di jam pertama. Ternyata, mahasiswaku rata-rata baru bangun tidur. Mereka masih awut-awutan. Aku yakin mereka belum mandi. Kumaafkan karena ini hari pertama dan salahku juga tidak membuat aturan sebelumnya.

Pesanku, buatlah aturan dan kesepakatan sebelumnya tentang ini. Penampilan harus tetap dijaga. Berpakaian rapi dan sopan selayaknya peserta kuliah.



Hari Kedua
Aku sudah memberitahu mahasiswaku agar berpakaian rapi dan sopan sebelum mengaktifkan kamera. Hari ini lebih baik meski masih ada beberapa yang sepertinya cuma cuci muka. Ada beberapa orang yang gagal join entah apa masalahnya.




Di tengah PBM, aku tiba-tiba kehilangan akses. Ya ampun, ternyata hp yang kupakai untuk teathring kuota kehabisan batrai. Setelah kuisi baterai, aku gagal masuk room lagi. Akhirnya PBM kulanjutkan di grup WA.

Pesanku di hari kedua: Cek baterai selalu, jangan sampai putus di tengah jalan

Hari Ketiga

Persiapanku lebih matang. Mahasiswaku juga telah melakukan simulasi sebelumnya. Malamnya aku juga sudah membuat kelas-kelas di google classroom buat jaga-jaga. Materi sudah kukirim. Penjelasan bisa lebih efektif dan selesai hampir tanpa gangguan berarti. Mahasiswa komen berebut, ada suara lain yang masuk, dan semua terhenti atas kesadaran mereka sendiri mematikan mikrofon.

Tiba-tiba aku kehilangan akses padahal baterai masih ada, mahasiswaku ramai chat di grup wa, “Kami keluar sendiri, Bu.”

Pesanku di hari ketiga: kenali, pelajari dan teruslah berusaha menguasai aplikasi yang kamu pilih

Rupanya waktu yang disediakan zoom sudah habis, alias 40 menit gratisan sudah berakhir. Untunglah materi memang sudah selesai dan sudah sempat tanya jawab. Hari ini, aku tidak memberikan tugas. Setahuku, dosen lain sudah banyak yang memberi mereka tugas. Kasihan juga, kan?

Pekan Kedua

Aku mulai lebih memahami aplikasi tersebut (Begitu juga dengan mahasiswaku hehe- pastilah mereka ada yang iseng dan mengakal. Cari saja lelucon seputar ini. Banyak berhamburan di dunia maya). Ada banyak tools yang bisa digunakan. Aku bisa mengajar sambil menjalankan slide PPT; sambil menulis-nulis di layar; sambil mempelajari manajemen personalnya. Aku juga mulai menyadari ada beberapa bagian dari materi yang harus ku-setting ulang. Ada tugas-tugas yang harus direvisi; ada pencapaian-pencapaian yang akan diminimalkan.

Pesanku di pekan kedua: Jangan terlalu serius, kendorkan sedikit agar kita tetap waras

Pekan Ketiga

Aku mulai mengurangi power, menghemat energi. Ternyata WFH kami tidak cukup dua pekan. Akupun mulai yakin, WFH ini akan berlangsung masih sangat lama. Aku benar-benar serius memikirkan PBM dan ketercapaiannya. Sekali lagi, jangan terlalu memberatkan, baik diri sendiri maupun mahasiswa.

Pekan Keempat


Aku memberikan opsi-opsi kepada mahasiswaku. Mereka boleh me-request hendak PBM menggunakan aplikasi apapun. Masih ada kelas yang menyukai zoom; ada kelas yang minta menggunakan WA; ada yang meminta menggunakan google classroom. Apapun, akan kuterima, asal mereka tetap semangat belajar. Sayangnya, di tiap kelas ada saja yang absen. Bukan apa-apa, mereka ternyata pada pulang kampung alias mudik. Terus, di kampung tidak ada sinyal. Ya, gitu deh.

Pesanku di pekan keempat: Jika sudah pulang kampung, sudahlah, relakan saja mereka.

Oiya, sejak pekan kedua aku sudah mulai merekam sebagian pertemuan kami. Bukan apa-apa. Aku hanya ingin menyimpannya sebagai sebuah kenangan, sebuah dokumen. Seperti halnya tulisan receh ini, aku hanya ingin meninggalkan jejak digital tentang secuil peranku dalam perjuangan manusia menghadapi covid-19.

Jika kamu membacanya, terima kasih telah singgah di rumahku.[]Nai