Selasa, 03 Desember 2019

# esai # Lemari Buku Nai

Bersenang- senang dengan Buku "Fun Research" Karya Bonnie Soeherman


Oleh Nailiya Nikmah

Salah Satu Koleksi Buku Nai


Hai, saya Nai. Basic utama keilmuan saya adalah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah. Dalam perjalanan karir mengajar, saya juga menjadi pengajar mata kuliah lain yang masih senada dan seirama seperti Komunikasi Bisnis; Kepribadian dan Kepemimpinan; Pendidikan Kewarganegaraan (:karena saya pernah mengikuti pelatihan doswar); serta Metodologi Penelitian (bertim dengan dosen core kelas yang saya ajar).

Sebagai pengajar, terutama pengajar mata kuliah Metodologi Penelitian, saya tidak pernah membatasi mahasiswa dalam memilih buku atau referensi seputar metode penelitian. Bahkan untuk sekadar mewajibkan mengopi modul perkuliahan yang saya susun pun saya tidak pernah. Bagi saya, memberikan rekomendasi (wajib) satu judul buku kepada mahasiswa bisa berakibat buruk, yaitu mereka hanya terfokus pada satu buku padahal ilmu tentang metode penelitian sangat luas. Saya juga menerapkan hal tersebut untuk diri saya sendiri. Saya membeli dan meminjam beberapa buku metode penelitian. Saya membaca semunya, mengamati, menganalisis, membandingkan, dan menerapkan beberapa.

Sekian tahun saya mempelajari ilmu tentang metode penelitian (:terima kasih kepada guru dan dosen di semua jenjang pendidikan saya), tidak ada bosannya memepelajari ilmu yang satu ini. Hingga saya menemukan formula sendiri dalam mengajarkannya.  Formula ini saya terapkan di mata kuliah Bahasa Indonesia pada Unit Menulis Karangan Ilmiah dan mata kuliah Metodologi Penelitian).

Suatu hari (2019) rekan mengajar saya menawari saya untuk menitip pembelian sebuah buku bertajuk penelitian kualitatif di luar Pulau kami. Saya mengiyakan. Saya jarang menolak buku (J). Pamali, hehe. Meski sempat juga berpikir, paling-paling buku tersebut sama saja dengan buku-buku metode penelitian yang sudah saya koleksi di perpus pribadi.

Ketika buku itu tiba di tangan saya, saya berubah pikiran,  judulnya menggelitik “Fun Research: Penelitian Kualitatif dengan Design Thinking”, buku ini diterbitkan oleh PT Elex Media Komputindo (masih satu naungan dengan penerbit novel saya Sekaca Cempaka). Buku bersampul kuning itu ditulis oleh Bonnie Soeherman. Pada halaman akhir buku kita bisa mengetahui penulis adalah seorang dosen dengan basic ilmu Akuntansi.

Halaman awal bertajuk Pengantar Sang Guru, pembaca disuguhi pengantar Prof. Basuki – pembimbing tesis penulis – yang membuat kita menemukan satu rahasia kecil semacam like father like son. Cuman kalau ini like coach like student.
Buku dengan isi 9 bab ini sebenarnya nyaris sama dengan semua buku yang pernah saya baca. Tapi tidak, gaya bahasa yang dipilih penulisnya membuat buku ini berbeda. Membaca halaman demi halaman buku tersebut memberikan sensasi ajaib. Asli, seperti tidak sedang membaca buku metodologi penelitian. Sebagai orang bahasa dan sastra, saya menemukan gaya maupun diksi yang tidak biasa untuk sebuah buku metode penelitian. Lebih mirip sebuah novel atau buku harian kalau menurut saya. Gaya bahasa yang dipakai oleh penulis membuat saya terjaga sepanjang pembacaan. Saya penasaran, kepo, terlonjak, bahagia, haru semua campur aduk. Belum pernah ada buku metode penelitian seperti ini.

Semua yang ditulis Bonnie Soeherman persis seperti apa yang selama ini saya yakini dan jalankan. Saya merasa bahagia, sebagai pengajar metodologi penelitian, baru kali ini saya merasa sangat percaya diri terhadap formula yang saya pakai sebagaimana saya sebut di paragraf sebelumnya. Saya merasa dikuatkan. Rasanya ingin bilang ke orang-orang, hei...aku benar, aku tidak salah, hehe.

Hingga halaman 159 - 160, saya tidak bisa menahan haru. Soeherman (2019)  menulis seperti ini:

Dalam kegalauan di toko buku, saya berjalan menyusuri lorong sepi yang berisi buku-buku filsafat dan sastra. Mata saya tertuju pada buku Paul Ricoer. Membacanya memberi banyak pencerahan dan pengaruh pada cara berpikir saya. ... Saya sungguh berterima kasih pada disiplin ilmu sastra. Ilmu sastra menawarkan berbagai teknik interpretasi wacana. Pelajaran yang belum saya temukan pada disiplin lain. Konsep interpretasi banyak berkembang dari penelitian sastra. Bakhtin (dalam Endraswara, 2011) mengatakan bahwa meneliti karya sastra sama saja dengan proses dialog dengan “manusia lain”. Walaupun keduanya seolah diam, mereka tetap sedang berdialog dalam kebisuan sehingga memerlukan interpretasi yang kuat.
Sepanjang yang saya ingat dan ketahui, inilah pertama kalinya ada orang dengan basic ilmu di luar bidang sastra menulis pernyataan semacam itu. Ingin rasanya membagikan paragraf tersebut ke orang-orang yang suka rasis dalam ilmu pengetahuan. Saya menyebutnya dengan istilah rasis, mungkin kurang tepat, tetapi itulah faktanya. Tidak sedikit orang-orang menganggap bidang ilmunya lebih unggul daripada bidang ilmu lain, khususnya ilmu bahasa dan sastra.

Jika suatu hari saya ditakdirkan bertemu beliau, saya ingin memberinya buku puisi saya hehe. Siapa tahu dia bisa menganalisis buku puisi saya melalui kacamata seorang akuntan. Akuntansi dalam Tetiba Mencintai, misalnya... siapa tahu?[]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar