Dalam kegalauan di toko buku, saya berjalan menyusuri lorong sepi yang berisi buku-buku filsafat dan sastra. Mata saya tertuju pada buku Paul Ricoer. Membacanya memberi banyak pencerahan dan pengaruh pada cara berpikir saya. ... Saya sungguh berterima kasih pada disiplin ilmu sastra. Ilmu sastra menawarkan berbagai teknik interpretasi wacana. Pelajaran yang belum saya temukan pada disiplin lain. Konsep interpretasi banyak berkembang dari penelitian sastra. Bakhtin (dalam Endraswara, 2011) mengatakan bahwa meneliti karya sastra sama saja dengan proses dialog dengan “manusia lain”. Walaupun keduanya seolah diam, mereka tetap sedang berdialog dalam kebisuan sehingga memerlukan interpretasi yang kuat.
Selasa, 03 Desember 2019
# esai
# Lemari Buku Nai
Bersenang- senang dengan Buku "Fun Research" Karya Bonnie Soeherman
by
Nailiya Nikmah
on
22.11
Hai, saya Nai. Basic utama keilmuan saya adalah Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia dan Daerah. Dalam perjalanan karir mengajar, saya juga menjadi
pengajar mata kuliah lain yang masih senada dan seirama seperti Komunikasi
Bisnis; Kepribadian dan Kepemimpinan; Pendidikan Kewarganegaraan (:karena saya
pernah mengikuti pelatihan doswar); serta Metodologi Penelitian (bertim dengan
dosen core kelas yang saya ajar).
Sebagai pengajar, terutama pengajar mata kuliah Metodologi Penelitian, saya
tidak pernah membatasi mahasiswa dalam memilih buku atau referensi seputar metode
penelitian. Bahkan untuk sekadar mewajibkan mengopi modul perkuliahan yang saya
susun pun saya tidak pernah. Bagi saya, memberikan rekomendasi (wajib) satu
judul buku kepada mahasiswa bisa berakibat buruk, yaitu mereka hanya terfokus
pada satu buku padahal ilmu tentang metode penelitian sangat luas. Saya juga
menerapkan hal tersebut untuk diri saya sendiri. Saya membeli dan meminjam
beberapa buku metode penelitian. Saya membaca semunya, mengamati, menganalisis,
membandingkan, dan menerapkan beberapa.
Sekian tahun saya mempelajari ilmu tentang metode penelitian (:terima kasih
kepada guru dan dosen di semua jenjang pendidikan saya), tidak ada bosannya
memepelajari ilmu yang satu ini. Hingga saya menemukan formula sendiri dalam
mengajarkannya. Formula ini saya
terapkan di mata kuliah Bahasa Indonesia pada Unit Menulis Karangan Ilmiah dan
mata kuliah Metodologi Penelitian).
Suatu hari (2019) rekan mengajar saya menawari saya untuk menitip pembelian
sebuah buku bertajuk penelitian kualitatif di luar Pulau kami. Saya mengiyakan.
Saya jarang menolak buku (J). Pamali, hehe. Meski sempat juga berpikir,
paling-paling buku tersebut sama saja dengan buku-buku metode penelitian yang
sudah saya koleksi di perpus pribadi.
Ketika buku itu tiba di tangan saya, saya berubah pikiran, judulnya menggelitik “Fun Research: Penelitian
Kualitatif dengan Design Thinking”, buku ini diterbitkan oleh PT Elex Media
Komputindo (masih satu naungan dengan penerbit novel saya Sekaca Cempaka). Buku bersampul kuning itu ditulis oleh Bonnie
Soeherman. Pada halaman akhir buku kita bisa mengetahui penulis adalah seorang
dosen dengan basic ilmu Akuntansi.
Halaman awal bertajuk Pengantar Sang Guru, pembaca disuguhi pengantar Prof.
Basuki – pembimbing tesis penulis – yang membuat kita menemukan satu rahasia
kecil semacam like father like son. Cuman
kalau ini like coach like student.
Buku dengan isi 9 bab ini sebenarnya nyaris sama dengan semua buku yang
pernah saya baca. Tapi tidak, gaya bahasa yang dipilih penulisnya membuat buku
ini berbeda. Membaca halaman demi halaman buku tersebut memberikan sensasi
ajaib. Asli, seperti tidak sedang membaca buku metodologi penelitian. Sebagai orang
bahasa dan sastra, saya menemukan gaya maupun diksi yang tidak biasa untuk
sebuah buku metode penelitian. Lebih mirip sebuah novel atau buku harian kalau menurut
saya. Gaya bahasa yang dipakai oleh penulis membuat saya terjaga sepanjang
pembacaan. Saya penasaran, kepo, terlonjak, bahagia, haru semua campur aduk. Belum
pernah ada buku metode penelitian seperti ini.
Semua yang ditulis Bonnie Soeherman persis seperti apa yang selama ini saya
yakini dan jalankan. Saya merasa bahagia, sebagai pengajar metodologi
penelitian, baru kali ini saya merasa sangat percaya diri terhadap formula yang
saya pakai sebagaimana saya sebut di paragraf sebelumnya. Saya merasa
dikuatkan. Rasanya ingin bilang ke orang-orang, hei...aku benar, aku tidak
salah, hehe.
Hingga halaman 159 - 160, saya tidak bisa menahan haru. Soeherman (2019) menulis seperti ini:
Sepanjang yang saya ingat dan ketahui, inilah pertama kalinya ada orang
dengan basic ilmu di luar bidang
sastra menulis pernyataan semacam itu. Ingin rasanya membagikan paragraf
tersebut ke orang-orang yang suka rasis dalam ilmu pengetahuan. Saya menyebutnya
dengan istilah rasis, mungkin kurang tepat, tetapi itulah faktanya. Tidak sedikit
orang-orang menganggap bidang ilmunya lebih unggul daripada bidang ilmu lain,
khususnya ilmu bahasa dan sastra.
Jika suatu hari saya ditakdirkan bertemu beliau, saya ingin memberinya buku
puisi saya hehe. Siapa tahu dia bisa menganalisis buku puisi saya melalui
kacamata seorang akuntan. Akuntansi dalam Tetiba Mencintai, misalnya... siapa
tahu?[]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar