Rabu, 01 Mei 2019
# Buku Harianku
# Film
Lokalitas, Sebuah Ide dan Ramalan Masa Depan Film Banjar
by
Nailiya Nikmah
on
02.38
Semua genre dalam dunia pengisahan pondasinya adalah ide cerita. Ide cerita
merupakan ruh yang akan memberi energi bagi jalannya cerita melalui para tokoh
dan unsur instrinsik lainnya. Terutama dalam film, ide cerita merupakan bagian
utama yang akan menentukan keberhasilan dunia pengisahan. Kekuatan idelah yang
akan menuntun para aktor untuk memerankan tokoh yang diamanatkan kepadanya. Dalam
idelah tersimpan pesan-pesan bijak dunia seni dan kisah. Kualitas idelah yang
akan menyemangati para penggarap untuk bertahan hingga akhir. Puncaknya, ide
cerita yang berterima di hati dan otak penontonlah yang akan memuaskan dan
memberi manfaat bagi mereka.
Hal tersebut menghantui pikiran saya ketika melangkahkan kaki menuju acara Screening
Layar Film Banjar yang digagas oleh Forum Sineas Banua. Saya mendapat tiket
gratis menghadiri acara tersebut sebagai hadiah sebuah kuis di akun instagram
panitia. Dari berbagai informasi yang tayang di akun-akun media sosial panitia,
saya menemukan screening schedule sebagai berikut:
Berdasarkan beberapa pertimbangan - di antaranya kelonggaran waktu dan
kemungkinan bisa ngopi di lokasi - saya memilih menghadiri yang 30 April 2019 di
Capung Cafe n Resto Banjarmasin dimulai pukul 20.00 wita.
***
Malam itu, ada 8 film yang terpilih untuk ditayangkan dengan durasi bervariasi.
Kedelapan film tersebut yaitu Mahiyau, Puan Panting, Dindra, Terlambat, Anum,
Kada Bara Wara, Sarakap dan Pamit.
Lokalitas dan Sebuah Ide
Sejak awal mendengar dan mengetahui ada acara ini, saya bertanya-tanya,
apakah yang dimaksud dengan film Banjar dalam hal ini. Sisi peneliti, dunia
akademik saya membuat saya bertanya-tanya apakah definisi operasional film
Banjar dalam konsep penyelenggara. Apakah seluruh film yang dibuat oleh orang
Banjar; apakah film berbahasa Banjar; ataukah film yang bersetting Banjar atau
perpaduan semuanya?
Menonton film-film tersebut, saya menyimpulkan sendiri apa yang dimaksud
film Banjar dalam hal ini, yaitu perpaduan semua hal tersebut.
Para penggarap dan penyumbang ide film-film tersebut saya kira berusaha
keras menghadirkan ide-ide yang bersinggungan dengan lokalitas. Lokalitas sampai
sejauh ini (bahkan di era millenial) masih merupakan tema seksi dalam dunia
pengisahan. Kajian-kajian tentang lokalitas tidak akan saya bahas semuanya di
sini, yang pasti lokalitas tidak melulu persoalan bahasa dan atribut-atribut
kesukuan atau kedaerahan. Lokalitas merujuk pada hal-hal yang menjadi denyut
nadi dan inti persoalan yang ada. Oleh sebab itu, ia tidak hanya
tempelan-tempelan penghias yang akan menjadi simbol tanpa makna. Tidak. Ia lebih
dari itu. Ia adalah jantung cerita. Yang tanpanya, cerita tidak akan hidup. Yang
tanpanya cerita akan hambar, basi dan biasa saja. Itulah hakikat lokalitas.
Dari kedelapan film yang saya tonton, Film Mahiyau yang diproduksi oleh Neotimo merupakan film dengan tingkat
lokalitas terbaik sependek pengetahuan saya. Keseluruhan unsur yang ada dalam
film ini diangkat dari tema besar hal-hal mistis yang memang menjadi bagian
dari hal-hal yang dipercayai oleh sebagian orang Banjar. Dalam film yang
disutradarai oleh Akhmad Megryan ini, nyaris tidak ada sisi yang mubazir atau
sekadar tempelan. Setiap dialog, setiap adegan menjalankan peran dan fungsinya
sebagai sebuah sistem yang mengarah pada satu sistem ide yang sama dengan judul
film ini, yaitu Mahiyau (sebuah ritual pemanggilan jiwa orang yang dipercayai
disembunyikan di alam gaib). Pelaksanaan ritual yang dilakukan Bainah; ritual
yang dilakukan Khairi, merupakan sisi mistis yang masih dipercaya oleh sebagian
masyarakat kita.
Sarakap yang disutradari oleh Upin Barikin berada
pada nomor urut dua dalam hal lokalitas
yang jika diungkapkan dengan angka atau point, secara kuantitas bersaing ketat
dengan Mahiyau. Kemampuan pemilik ide
dan para penggarap dalam menghadirkan sisi kehidupan urang pahumaan dan urang
paiwakan merupakan hal utama yang benar-benar mewakili satu sudut lokalitas
urang Banjar. Film ini mengungkap sisi geografis tanah Banjar, lingkungan dan
alam yang mempengaruhi mata pencaharian mereka. Dalam film ini tersampaikan ide
bahwa ketika mereka tercerabut dari akar kehidupan yang melahirkannya, berbagai
kesulitan pun muncul. Hanya saja, kemulusan sisi lokalitasnya sedikit goyang
dengan munculnya isu kecurangan yang dilakukan oleh pambakal. Isu ini sedikit mengaburkan kekuatan utama film ini dari
segi lokalitas.
Kada Bara Wara yang disutradarai oleh Rizwan Azhar menempati
urutan ketiga menurut perspektif saya dari sisi lokalitas. Isu-isu dan wacana
dalam dunia pertambangan di Banjar (:Kalimantan) merupakan sisi lokalitas yang
sangat jelas. Dalam film ini batu bara menjadi hal utama yang menjadi nafas
cerita, bukan tempelan, bukan hiasan. Kalaupun ada sedikit kelemahan dalam film
ini adalah setting dan suasana. Film tersebut mengambil setting Banjar di tahun
yang sangat jauh di depan. Masa depan. Masa yang seharusnya didukung oleh
perubahan-perubahan budaya, sikap, bahkan karakter.
Selebihnya, bagi saya sebagian besar film ini bicara tentang hal-hal
psikologis. Film-film ini bicara tentang konflik batin, pencarian identitas dan
jati diri, pertahanan hidup manusia yang dibalut dengan isu-isu karakter dan
budaya.
Puan Panting, Dindra
dan Pamit memiliki kekuatan pada
teknik penggarapan, jalan cerita dan pengaluran. Menonton ketiga film ini
berasa sedang menonton film-film nasional yang tayang di bioskop-bioskop besar.
Mulai dari kemampuan para aktor/artis, teknik kamera/pengambilan gambar, tata
suara, backsound, serta hal-hal
teknis lainnya patut diacungi jempol. Hampir tidak terdapat cela dari ketiga
film ini.
Film Anum, memiliki kekuatan dari
teknik dan pemeran utama. Kemampuan akting pemeran utama dalam film ini layak
mendapat apresiasi. Di usianya yang relatif masih muda, keterampilannya dalam
seni peran sangat bagus. Meski tokoh utama film yang disutradarai oleh Yuniardo
Alvares ini adalah anak-anak, saya kira film ini bukan untuk anak-anak. Di antara
delapan film yang saya tonton, film Anum
merupakan film yang cukup berat, yang memerlukan keseriusan lebih ketika
menontonnya untuk mendapatkan inti cerita. Rumah Jomblo yang menjadi setting
film ini, bisa jadi merupakan peran atau tokoh bayangan yang menjadi simbol
utama cerita Anum.
Selain menghibur, sastra dan seni itu hendaknya bermanfaat. Saya kira, film
dengan nilai positif terbanyak yang disampaikan - ada pada film Terlambat yang disutradrai oleh M.
Nafidz Khalifa. Sedikit perbaikan pada teknik penceritaan dan alur akan membuat
film ini berpotensi luar biasa positif untuk ditonton oleh seluruh pelajar.
Sebuah Ramalan
Secara umum, film-film yang saya tonton malam itu memberi angin segar bagi
perfilman lokal khususnya film Banjar. Menyaksikan dengan seksama film-film
tersebut membuat kita memiliki harapan yang positif terhadap masa depan film
Banjar. Keberadaan film Banjar, kesuksesan film Banjar akan memberikan efek
yang sangat baik bagi perkembangan budaya secara umum serta bahasa Banjar
secara khusus yang pada ujungnya akan mempengaruhi bidang ekonomi dan bidang
lainnya.
Terkait bahasa Banjar, saya kira inilah satu-satunya kritik yang ingin saya
sampaikan. Bahasa Banjar sebagaimana bahasa lainnya memiliki kekhasan. Bahasa
Banjar yang digunakan sebaiknya bukanlah bahasa Indonesia yang dialihbahasakan
seadanya ke bahasa Banjar melainkan bahasa Banjar dengan diksi-nya yang khas
sesuai konteks.
Akhirnya, selamat berkarya, tidak ada keberhasilan tanpa proses yang
sungguh-sungguh. Semoga para sineas banua fokus pada pergerakannya dan
melahirkan film-film terbaik yang dapat bersaing dengan film lainnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Terima kasih banyak kak, atas dedikasinya dalam tulisan ini. Entah kenapa saya merasa tertegun setiap melangkah pada tiap kalimatnya, dan membuat saya semakin ingin menjadi seperti kakak. Sangat menginspirasi, izin share ya kak :)
BalasHapusSama-sama Col. Terima kasih sudah mampir. Aktingmu bagus dalam film Mahiyau. Be ur self, Col. Jangan jadi orang lain. Salam Kreatif. Salam Seni.
HapusSaya rasa didaerah kita masih kekurangan kritikus seni. Saya suka tulisan yang membangun tanpa menjatuhkan, apalagi dibalut dengan diksi manis.... elegant! .Terimakasih sudah mau meluangkan waktu untuk hal-hal ikhlas seperti ini ��
BalasHapus