Rabu, 01 Mei 2019

# Buku Harianku # Film

Harapan vs Kenyataan dalam Avengers: Menyelesaikan Masalah dengan Memutar Waktu


Harapan vs Kenyataan dalam Avengers: Menyelesaikan Masalah dengan Memutar Waktu
(Menonton pakai perasaan/ Bukan Spoiler Evengers:Endgame)


Jauh-jauh hari, teman sekaligus editorku yang baik hati memintaku dengan sangat manis untuk menemaninya menonton film kesukaannya, Avengers:Endgame. Dia sangat takut dengan spoiler-spoiler yang bertebaran seperti hantu di sekitarnya, saking pengennya dia menghayati film ini. Konon dia adalah penggemar berat film-film marvels. Untuk itu, dia bahkan membelikanku tiket online dan memintaku mengatur jadwal yang tepat secara aku adalah orang paling sibuk sedunia (ini kulebih-lebihkan).



Aku bukan orang yang mewajibkan diri menonton film sebagai orang dalam golongan pertama. Aku tidak mengharuskan diri pergi ke bioskop. Aku tidak terlalu takut spoiler-spoiler karena bagiku dalam setiap kepala kita tersimpan mekanisme sendiri untuk menikmati sebuah tayangan. Beberapa film yang kutonton di bioskop selalu dalam misi spesial, misal aku kenal baik dengan produsernya (cie, siapa coba aku ini); aku nge-fans berat sama penulis ceritanya; ada puisi, ada hujan dalam film tersebut; atau misi menggalakkan film-film islami. Nah, Avengers ini tidak termasuk dalam kategori-kategori tersebut. Jadi, ini kategori  baru, yaitu ditraktir teman. Ditunggu traktiran lainnya ya. Hehe.
Aku penggemar drama korea. Aku suka film-film India. Aku salut pada film-film Hollywood. Aku pendukung film nasional yang bervisi jelas. Aku menonton semua sequel Iron Man. Aku kagum dengan teknologi yang dipakai Toni. Aku iri pada kecanggihan-kecanggihan yang ada dalam kehidupan Toni. Aku terpesona pada alur romantisme yang menyisip dan menyusup pada seri Iron Man. Bagiku, inilah film yang menyeimbangkan logika dan perasaan. Film yang memperjuangkan pentingnya kemajuan teknologi tapi juga mengedepankan perasaan.
Sebelum ke bioskop, aku menyempatkan diri googling. Mencari semua artikel dengan kata kunci mengarah kepada Avengers. Setidaknya, aku punya referensi di kepala. Sekali lagi aku tidak takut spoiler. Aku ingin jadi teman nonton yang baik, yang cerdas. Di awal penayangan, beberapa kali temanku menanyakan apakah aku mengantuk atau tertidur.  
Nah, ini oleh-oleh dari menonton Avengers. Aku menuliskannya untukmu. Sekali lagi, ini bukan spoiler.
Apalah arti sebuah kisah tanpa ide yang spesial. Endgame memilih ide besar “Andai”. Andai waktu dapat kembali. Andai permasalahan bisa diselesaikan dengan cara memutar waktu kembali. Andai sesuatu yang sudah terjadi tidak pernah terjadi. Ini merupakan persoalan yang sering ada dalam kebanyakan kepala dan hati manusia ketika mengahadapi masalah. Dalam dunia nyata, ini nyaris tidak bisa terjadi bahkan mustahil. Akan tetapi, itulah harapan yang paling banyak diinginkan oleh manusia. 
Pemilihan tema besar tersebut menjadi ironi. Dibalik kekuatan para tokoh ternyata mereka memilih cara melankolis untuk menyelesaikan masalah. Beranjak dari harapan yang bertentangan dengan kenyataan. Marvel sukses mengaduk-aduk logika dan perasaan penonton dengan memilih tema ini.
Konsep mengulang waktu sebenarnya bukan hal baru dalam dunia pengisahan. Lorong waktu di sinetron Indonesia, mesin waktu-nya Doraemon, dan masih banyak film lain yang menggunakan konsep ini (silakan googling sendiri). Yang membedakan adalah tekniknya. Keindahan teknik pengembalian para tokoh Avengers ke masa-masa lalu mereka tidak diragukan lagi. Seperti film Hollywood lainnya, teknik selalu nomor satu. Kita dibohongi tanpa merasa dibohongi. Aku tidak akan mengulas teknik panjang lebar. Itu jatah para kritikus film. Aku ingin membagi apa yang ada di kepalaku sepulang menonton. Beberapa hal positif yang kukira akan memberi manfaat untukmu:
      1.    Sekuat apapun para super hero, mereka tetaplah manusia yang punya perasaan.
Ini ditunjukkan oleh semua tokoh dalam film ini. Semuanya memiliki perasaan khusus yang kukira sangat melankolis terhadap masa lalu masing-masing. Hal ini membuat film ini menjadi lebih rasional dan berterima di hati penonton.
      2. Seorang ibu selalu punya insting melindungi, menyayangi dan menasihati anaknya.
Ini dapat dilihat pada bagian Thor yang kembali ke masa lalu sebelum sang ibu meninggal. Sekali lagi, teknik yang membedakan. Dalam film ini, ibu Thor di masa lalu ketika ditemui Thor dengan teknologi yang ditemukan Toni- mengetahui bahwa Thor yang di hadapannya adalah Thor di masa depan. Dalam kasus Thor, fungsi memutar waktu tidak seratus persen berhasil karena ibu Thor dengan instingnya menyadari siapa Thor yang ditemuinya saat itu. Dia bahkan sempat memberikan nasihat bijak kepada Thor. Sebuah adegan yang mengharukan.
      3.   Setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan.
Selain memutar waktu, konsep besar sekaligus amanat dalam film ini adalah setiap perjuangan memerlukan pengorbanan. Tidak ada yang free, tidak ada yang bisa didapatkan dengan tangan kosong. Seluruh perjuangan Avengers dibayar dengan kehilangan tokoh-tokoh hebat. Terutama pada salah satu titik pengambilan batu yang harus mengorbankan satu di antara dua tokoh yang saling menyayangi.
      4 . Selalu ada titik keterbatasan, sehebat apapun kita.
Ini merupakan amanat yang juga membuat film ini sejenak membuat kita lupa bahwa itu cuma film, cuma khayalan. Pada adegan menjelang kematian Toni, saat kematiannya hingga pemakamannya. Adegan-adegan tersebut memupuskan kesan bahwa superhero tak akan pernah mati. Ini juga merupakan bagian yang mengaduk-aduk logika dan perasaan dalam film Avengers.

Yang menarik dalam film ini adalah ketika Kapten Amerika menyerahkan posisinya kepada tokoh lain. Tokoh tersebut merupakan manusia berkulit berwarna (maaf, tanpa bermaksud SARA), ini seakan mengingatkan kita pada sejarah Amerika yang pernah dipimpin oleh Barack Obama.
Akhirnya, Meski cuma film, aku berduka karena Toni yang ditakdirkan pergi. Itu artinya (:seharusnya) tidak akan ada lagi sequel Iron Man. Kalaupun ada, dia harus berujung pada kematian Toni. Kita lihat saja nanti, apakah Endgame memang benar-benar akhir dari Iron Man. [] Nai




Tidak ada komentar:

Posting Komentar