Aku merasa kautinggalkan
Harus berjalan sendirian
membuatku ketakutan
Aku berlari di musim dingin
tidak juga menghindari cintamu
Yang tiba-tiba tumbuh subur
di setiap relung hatiku
Tetapi kedua kaki dan juga
detak jantungku
Mengirimkan tanda untuk
menguji kekuatanku
Meski hanya dalam hati
bisakah kau mendengarnya?*
Pendahuluan
Jika ada yang bilang buku adalah jendela dunia dan mata adalah jendela
hati, maka puisi adalah kedua-duanya. Ia jendela dunia sekaligus jendela hati.
Setidaknya itulah yang tergambar dalam Puisi-puisi Yose S. Beal (YSB) di buku Cinta Jangan Selesai. Buku terbitan Garudhawaca,
Yogyakarta 2020, berisi puisi YSB dan rekan-rekannya (lima penulis lainnya,
yaitu iLuz, Nora Lelyana, Septi AS. Abdullah, Naidee, HE Benyamine).
Sebagai seorang pelari dalam makna denotatif, keberadaan puisi-puisi yang
ia tulis adalah sebuah cara bagi YSB untuk mengomunikasikan segala macam
pemikirannya yang silih berganti seiring dengan perjalanan (:pelarian) yang ia
lakukan. Pemikiran yang berlompatan
terlihat dari susunan puisi dalam buku ini jika kita mengamati titi mangsa.
Puisi-puisi dalam buku ini merupakan puisi yang intens dicipta dari rentang
waktu 2015 hingga 2019. Buku atau kumpulan puisi ini mencoba mengomunikasikan
segala sesuatu yang ia alami dan rasakan sejak 2007 ketika ia menjadi pembaca
puisi jalanan.
Teori dan Pendekatan
Komunikasi adalah dasar kehidupan. Manusia melakukan komunikasi untuk
memenuhi beragam keperluan. Kita bahkan melakukannya tanpa menggunakan teori
atau metode tertentu. Itu sebabnya, komunikasi disebut ilmu sekaligus seni
(Ruben, 2014).
Teori sastra kontemporer yang
berhubungan dengan hal ini adalah teori Formalisme Rusia-nya Roman Jakobson. Ketika
menitikberatkan antara bunyi dan makna dalam sastra, Jakobson menyimpulkan
bahwa bunyi dan makna diantarai oleh perbedaan, yang disebut sebagai ciri khusus.
Dia memandang bahasa sebagai suatu sistem makna. Ciri khusus tersebut menjadi
salah satu bagian yang tak terubahkan dalam sistem komunikasi itu sendiri.
Inilah awal dari teori komunikasinya, bertitik tolak dari fenomenologi Husserl,
dia tidak pernah menyimpang dalam mempertahankan model bahasa sebagai sarana
pengiriman pesan dari pengirim ke penerima. Pengirim dan penerima merupakan
entitas psikologis, membentuk bagian sistem yang paling penting. Mulanya yang
menjadi kajian utama Jakobson adalah puisi dengan adanya fungsi puitik.
Selanjutnya dikembangkannya sehingga ia menjadi seorang teoritikus pertama yang
menjelaskan adanya komunikasi dalam teks sastra. Istilah fungsi mengacu
penempatan suatu karya sastra dalam suatu modul komunikasi yang meliputi relasi
antara pengarang, teks dan pembaca. (Syuropati dan Agustina Soebachman, 2012:17).
Dalam teori komunikasi pada bagian asas-asas komunikasi manusia terdapat beberapa
aspek komunikasi yang tidak terlihat, di antaranya adalah referensi diri dan refleksivitas
diri. Referensi diri mengandung makna bahwa komunikasi antarmanusia sangat
mengacu pada kehidupan diri sendiri dan bersifat otobiografis. Apa yang kita lihat dan kita katakan tentang orang
lain, pesan, dan acara di lingkungan akan selalu juga mengatakan banyak tentang
kita seperti halnya tentang mereka. Pada aspek refleksivitas diri individu
dimungkinkan untuk melihat diri mereka sebagai “diri”, sebagai bagian
lingkungan atau sebagai bagian lingkungan atau sebagai bagian yang terpisah
dari lingkungan. Dari refleksi diri, kita mampu untuk berpikir tentang
pertemuan kita dan keberadaan kita, tentang komunikasi dan perilaku manusia
(Ruben & Lea P. Stewart).
Pembahasan
Jiwa YSB seperti langit dipenuhi awan yang berisi benih-benih hujan.
Puisi-puisinya dalam buku CJS adalah deraian hujan yang tak bisa
dibendung-bendung. Banyak yang ingin ia sampaikan tapi tidak semua bisa
diucapkan. Puisi-puisi adalah caranya mengomunikasikan semuanya. Ada banyak
puisi di sini yang merekam dialog sebagai upaya penyampaian pesan-pesan untuk
seseorang yang entah, yang menggunakan diksi kau.
1. Puisi yang Berlari
Membaca karya-karya YSB dalam Cinta Jangan Selesai, kita akan
menemukan spirit, semangat dan optimisme dalam menghadapi kehidupan. Pada
sampul belakang, di bagian biodata penulis buku (YSB) ditemukan frase penulis yang pelari. Dia juga tertera di
situ sebagai pembaca puisi jalanan.
Informasi-informasi kecil yang sepertinya remeh ini dalam sebuah buku puisi
tidak bisa diabaikan. Ini seolah menjadi semacam jembatan bagi pembaca untuk bisa
terhubung dengan aku lirik; berusaha menemukan apa yang sebenarnya sedang berusaha
dikomunikasikan oleh pengarang atau penulis tersebut. yang menghubungkan
pengarang, puisi, dengan aku lirik.
Sedikitnya
ada 15 lokasi berbeda menjadi tempat persinggahan YSB dalam menuangkan gagasan.
Buku ini sebuah personifikasi atas diri YSB. Aku lirik sebagai bagian dari teks
sastra dalam buku CJS sesungguhnya tengah melakukan sprint di arena marathon. Ia
berlari dengan kecepatan yang biasa dipakai oleh para sprinter tapi ia lupa ia
tengah berada dalam arena marathon. Bahkan jika ia punya kekuatan super sekalipun
ia akan kelelahan sebelum tiba di garis finish.
Aku lirik mulai berlari dari Surabaya dalam “Persemaian”
(hlm 3) dimulai dari ingatan tentang kisah yang telah lama menjadi masa lalu
tetapi menjadi dekat sedekat hari ini. Akan
berapa lama lagi semua kenangan bertahan? Sebuah pertanyaan yang paling
sulit untuk dijawab menjadi pembuka buku ini. Selanjutnya semua kisah
berlarian, berjatuhan seperti rinai hujan.
2. Referensi Diri
CJS seperti menu lengkap dalam sebuah sajian. Di antara
puisi-puisi tentang perasaan cinta dan semacamnya, terdapat beberapa puisi yang
bertema nasionalis. “Inilah Wajahku”, “Janji Merdeka”, “Karnaval Proklamasi Ibu
Pertiwi” dan “Negeri Tanpa Janji” di antaranya.
“Inilah wajahku” menjadi sebuah referensi diri
dalam komunikasi yang sedang dilakukan YSB. Apa yang YSB lihat dan ia katakan tentang negaranya
(Indonesia) pada akhirnya membuat aku
lirik harus mengatakan bahwa itu memang wajah cintanya .../Indonesia adalah/ kaleng berisi sabu yang disimpan di bawah ijasah
palsu/ tapi tak akan kutukar/ merah putihku dengan puluhan bintang/ karena itulah
wajah cintaku//.
Lalu pada Pohon Hidup (hlm 97) .../cinta memerdekakan/ hidup harus
ditunjukkan/.../Akuilah diri kita/ kau terima aku apa adanya/....merupakan
bait yang memggambarkan sebuah referensi diri.
3. Refleksivitas Diri
Aspek refleksivitas cukup banyak dalam CJS. Barangkali,
inilah yang menjadi pilihan-pilihan manusia dalam aktivitas komunikasinya. Aku lirik
dimungkinkan untuk melihat diri sebagai “diri”, sebagai bagian lingkungan maupun
sebagai bagian yang terpisah dari lingkungan. Dari refleksi diri ini aku lirik mampu
untuk berpikir tentang pertemuan-pertemuan yang ia alami dan keberadaan dirinya,
serta tentang komunikasi dan perilaku manusia. Memilih diam dan kesedihan
setelah diam menjadi pilihan dalam fase refleksivitas.
.../namun jika nanti
ternyata dia mencariku/.../meski negeriku diam tak bersuara// (“Negeri Tanpa
Janji”, hlm 99). Puisi ini bicara tentang seberapa berharga aku lirik bagi negeri
ini, sebuah refleksivitas diri yang sangat elegan.
Tercantum pula dalam “Mari Kita” ...kita tak bersuara hanya ada suara
hati/.... serta pada “Karnaval Prolamasi Ibu Pertiwi”(hlm 102), ...(Aku juga berteriak: merdeka!!!/ Meski hanya
dalam hati,/ bisakah kau mendengarnya?)//. Hal yang serupa juga bisa
ditemukan pada “Berjalan Di Desa Weesp” (hlm 152) ...Jika nanti sekali saat engkau tanyakan/ Jika nanti sekali saat kau
ingin tahu/ Maka hanya jawaban jujur yang ada/ Meski itu tak bersuara dan tak
kau dengar apa maknanya/ ....
4. Melepaskan Diri dan Jalan Keluar
Apakah masalah terbesar manusia? Pengkhianatan,
ketakutan, kesedihan, kesendirian, kegalauan, gagal move on, ketidakmapanan, kehilangan orang tercinta,
kehilangan pekerjaan, kehilangan jati diri, ketidakwarasan, kehilangan
kemerdekaan, ketidakbahagiaan? YSB pelari yang gesit dan energik ini pun tidak
lepas dari semua itu. .../Mataku perih
menangis kehilanganmu/...(“Mencari Apa”, hlm 21)
Sudah kuduga akan
begini/ memang bebal membuat rasa sakit di hati/ sisa-sisa kisah jangan
dikenangkan lagi/ bisakah berjalan sendiri?// (“Menunggu Armagedon”, hlm 40)
Waktu yang kami
rampas diminta kembali oleh pemiliknya/.../senyuman kami yang terakhir kali
saling tersungging begitu saja/ tiba-tiba menjadi begitu lapar sangat terasa// (“Duduk Berdua”, hlm 41).
Akan tetapi “Pintu Biru yang Ragu-ragu” mewakili
kesedihan yang tidak membuatnya harus kehilangan sisi gentleman. Bacalah dengan
lengkap puisi tersebut dan berhentilah pada bagian ini .../Sesungguhnya kamu di mana?/Tanganku mulai lemah membawa tas kain penuh
cinta/ jadi benar semua ini telah menimpaku?/....
Liliweri (2009) menyebutkan bahwa kadang kita
berkomunikasi untuk melepaskan diri atau mencari jalan keluar atas masalah yang
sedang kita hadapi. Seberapa banyak di antaranya yang bisa kita selesaikan
dengan memperbaiki komunikasi? Dalam “Ketika Kita Sendirian” (hlm 95), aku
lirik menceritakan kembali dialog-dialognya dengan kau. /Aku merasa kau tinggalkan/ harus berjalan sendirian membuatku
ketakutan/.../Ketika kau menjawab bahwa selama ini kau juga sendiran tiba-tiba
aku punya keberanian/.../kini aku mengerti bahwa kita tidak pernah sendirian//.
Aku membuka ruang komunikasi dengan si kau dalam kesendirian yang membuatnya
ketakutan namun setelah itu ia mampu menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Bahkan
ketika hal paling buruk terjadi, dalam “ Lambaian Berpisah (hlm 6), aku lirik
menemukan sebuah pencerahan yang ia komunikasikan kepada kita sebagai pembaca. Jangan risau jika kalian sendiri atau
disendirikan/ karena saat sendiri atau bersama/keduanya sesungguhnya sama
saja/....
5. Relasi dan Pilihan Berharga
Dalam pengantarnya di buku ini, YSB menyatakan bahwa “Menulis adalah ekspresi
perasaan, hakekatnya adalah wujud kebebasan.” Menulis dan berlari menjadi pilihan
YSB mengomunikasikan seluruh jiwanya. Tidak salah lagi, CJS adalah dialog
batinnya kepada orang-orang terdekat, kepada orang asing di luar sana, kepada kita
semua. “Izinkan Aku berlari” (hlm 141) menjadi sebuah moment gunting pita yang
meresmikan dua pilihan hidupnya. Pilihan hidup yang salah mempertemukannya
dengan lima rekan spesialnya, dalam buku
Cinta Jangan Selesai ini.
“Terbakar Tumbuh Kembali” (hlm 54) oleh HE Benyamin; “Kupu-kupu” (hlm 173) oleh
iLuz; “Hidup adalah Pilihanku” (hlm 145) oleh R.A. Nora Lelyana; “Sebuah Kisah
Akhir Jalan” (hlm 105) oleh Septi AS Abdullah; dan “Rubuhnya Aksara Angka 9 – 0”
(hlm 32) oleh Naidee adalah harmoni, menjadi warna-warni yang bersinergi satu
sama lain dalam CJS. Ada benang merah yang bisa ditemukan dari puisi-puisi
tersebut yang akan membuat mereka saling mencerahkan satu sama lain.
Pencerahan demi pencerahan ditemukan oleh YSB setelah melewati masa-masa
berlari. Bukan, ini bukan berarti ia berubah jadi malaikat yang tak beremosi. Ia
masih memiliki rasa susah dan sedih .../
Saat itu hati susah dan airmata berlomba menguasai hari-hariku/.../ Ternyata
aku masih bisa merasa susah saat kau tidak memililihku/.../Tapi aku sudah
terlatih untuk tidak berkeluh kesah/ Di usiaku yang lewat senja sudah/....
(“Cerita Pohon Jambu, hlm 175) bentuk kontemplasi yang sempurna sebagai seorang
manusia. Puisi ini menuturkan sebuah kejujuran bahwa sedih, susah, dan air mata
tidak mengenal gender bahkan usia.
Air yang tergenang akan menjadi sarang penyakit, begitu kira-kira sebuah
nasihat tentang betapa kita seharusnya bergerak, berubah, berkelana. Dalam “pelarian-pelariannya”
YSB mendapatkan begitu banyak hal berharga. Yang paling berharga ia temukan
dalam “pelarian”nya dari Amsterdam ke Praha, Cheko.
.../Kemudian angin mengirimkan salamnya/ Bahwa keinginan itu, seperti air yang akan mencari jalannya/.../Orang
besar bisa menerima kebahagiaan orang lain tetapi/ Tidak semua orang bisa
menjadi orang besar// Bebas adalah tidak memelihara takut/ Perasaan takut,
khawatir, harus dibuang/ Untuk menguji seseorang yang tulus atu tidak maka/ Kita
harus yakin bahwa mereka menerima kita apa adanya//. (“Perjalanan Amsterdam
ke Praha, Cheko”, hlm 169). Cuplikan bait ini adalah tujuh mutiara YSB. Mutiara
yang ia ronce selama perjalanan 12 jam di atas bus menjadi sebuah gelang cantik
or something. Tujuh hal penting yang
mungkin baru terekstrak selama ia berlari di dataran Eropa, lebih tepatnya di
Amsterdam.
Epilog
Apa yang terjadi di Amsterdam sebelum ia ke Praha, biarlah menjadi kisah
lain di kemudian hari. Yang jelas, ketika angin mengirimkan salamnya, YSB
kemudian menitip satu pesan singkat bagi pelari lain dalam kehidupan ini: Cinta Jangan Selesai! []Nai, Zona merah, Siang Malam Juni 2020 ditemani Suraj Huwa Madham dan Full
Album Naff The Best of
Referensi
Liliweri, Alo. 2009. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya.Yogyakarta :Pustaka Pelajar.
Ruben, Brent D. 2014.
Komunikasi dan Perilaku Manusia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syuropati, Mohammad A. dan Agustina Soebachman. 2012.
7 Teori Sastra Kontemporer & 17 Tokohnya. Yogyakarta:In AzNa Books.
*Cuplikan beberapa puisi YSB dalam CJS
Disampaikan pada peluncuran dan bedah buku CJS, 27 Juni 2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar