Jumat, 26 Juni 2020

# esai # Lemari Buku Nai

Amsterdam dan Angin yang Mengirimkan Salam: Sebuah Catatan untuk Buku Cinta Jangan Selesai Karya Yose S. Beal


oleh Nailiya Nikmah



Aku merasa kautinggalkan
Harus berjalan sendirian membuatku ketakutan
Aku berlari di musim dingin tidak juga menghindari cintamu
Yang tiba-tiba tumbuh subur di setiap relung hatiku
Tetapi kedua kaki dan juga detak jantungku
Mengirimkan tanda untuk menguji kekuatanku
Meski hanya dalam hati bisakah kau mendengarnya?*


Pendahuluan

Jika ada yang bilang buku adalah jendela dunia dan mata adalah jendela hati, maka puisi adalah kedua-duanya. Ia jendela dunia sekaligus jendela hati. Setidaknya itulah yang tergambar dalam Puisi-puisi Yose S. Beal (YSB) di buku Cinta Jangan Selesai. Buku terbitan Garudhawaca, Yogyakarta 2020, berisi puisi YSB dan rekan-rekannya (lima penulis lainnya, yaitu iLuz, Nora Lelyana, Septi AS. Abdullah, Naidee, HE Benyamine).

Sebagai seorang pelari dalam makna denotatif, keberadaan puisi-puisi yang ia tulis adalah sebuah cara bagi YSB untuk mengomunikasikan segala macam pemikirannya yang silih berganti seiring dengan perjalanan (:pelarian) yang ia lakukan.  Pemikiran yang berlompatan terlihat dari susunan puisi dalam buku ini jika kita mengamati titi mangsa. Puisi-puisi dalam buku ini merupakan puisi yang intens dicipta dari rentang waktu 2015 hingga 2019. Buku atau kumpulan puisi ini mencoba mengomunikasikan segala sesuatu yang ia alami dan rasakan sejak 2007 ketika ia menjadi pembaca puisi jalanan.

Teori dan Pendekatan

Komunikasi adalah dasar kehidupan. Manusia melakukan komunikasi untuk memenuhi beragam keperluan. Kita bahkan melakukannya tanpa menggunakan teori atau metode tertentu. Itu sebabnya, komunikasi disebut ilmu sekaligus seni (Ruben, 2014).

 Teori sastra kontemporer yang berhubungan dengan hal ini adalah teori Formalisme Rusia-nya Roman Jakobson. Ketika menitikberatkan antara bunyi dan makna dalam sastra, Jakobson menyimpulkan bahwa bunyi dan makna diantarai oleh perbedaan, yang disebut sebagai ciri khusus. Dia memandang bahasa sebagai suatu sistem makna. Ciri khusus tersebut menjadi salah satu bagian yang tak terubahkan dalam sistem komunikasi itu sendiri. Inilah awal dari teori komunikasinya, bertitik tolak dari fenomenologi Husserl, dia tidak pernah menyimpang dalam mempertahankan model bahasa sebagai sarana pengiriman pesan dari pengirim ke penerima. Pengirim dan penerima merupakan entitas psikologis, membentuk bagian sistem yang paling penting. Mulanya yang menjadi kajian utama Jakobson adalah puisi dengan adanya fungsi puitik. Selanjutnya dikembangkannya sehingga ia menjadi seorang teoritikus pertama yang menjelaskan adanya komunikasi dalam teks sastra. Istilah fungsi mengacu penempatan suatu karya sastra dalam suatu modul komunikasi yang meliputi relasi antara pengarang, teks dan pembaca. (Syuropati dan Agustina Soebachman, 2012:17).

Dalam teori komunikasi pada bagian asas-asas komunikasi manusia terdapat beberapa aspek komunikasi yang tidak terlihat, di antaranya adalah referensi diri dan refleksivitas diri. Referensi diri mengandung makna bahwa komunikasi antarmanusia sangat mengacu pada kehidupan diri sendiri dan bersifat otobiografis. Apa yang kita lihat dan kita katakan tentang orang lain, pesan, dan acara di lingkungan akan selalu juga mengatakan banyak tentang kita seperti halnya tentang mereka. Pada aspek refleksivitas diri individu dimungkinkan untuk melihat diri mereka sebagai “diri”, sebagai bagian lingkungan atau sebagai bagian lingkungan atau sebagai bagian yang terpisah dari lingkungan. Dari refleksi diri, kita mampu untuk berpikir tentang pertemuan kita dan keberadaan kita, tentang komunikasi dan perilaku manusia (Ruben & Lea P. Stewart).

Pembahasan
Jiwa YSB seperti langit dipenuhi awan yang berisi benih-benih hujan. Puisi-puisinya dalam buku CJS adalah deraian hujan yang tak bisa dibendung-bendung. Banyak yang ingin ia sampaikan tapi tidak semua bisa diucapkan. Puisi-puisi adalah caranya mengomunikasikan semuanya. Ada banyak puisi di sini yang merekam dialog sebagai upaya penyampaian pesan-pesan untuk seseorang yang entah, yang menggunakan diksi kau.

1.    Puisi yang Berlari
Membaca karya-karya YSB dalam Cinta Jangan Selesai, kita akan menemukan spirit, semangat dan optimisme dalam menghadapi kehidupan. Pada sampul belakang, di bagian biodata penulis buku (YSB) ditemukan frase penulis yang pelari. Dia juga tertera di situ sebagai pembaca puisi jalanan. Informasi-informasi kecil yang sepertinya remeh ini dalam sebuah buku puisi tidak bisa diabaikan. Ini seolah menjadi semacam jembatan bagi pembaca untuk bisa terhubung dengan aku lirik; berusaha menemukan apa yang sebenarnya sedang berusaha dikomunikasikan oleh pengarang atau penulis tersebut. yang menghubungkan pengarang, puisi, dengan aku lirik.

 Sedikitnya ada 15 lokasi berbeda menjadi tempat persinggahan YSB dalam menuangkan gagasan. Buku ini sebuah personifikasi atas diri YSB. Aku lirik sebagai bagian dari teks sastra dalam buku CJS sesungguhnya tengah melakukan sprint di arena marathon. Ia berlari dengan kecepatan yang biasa dipakai oleh para sprinter tapi ia lupa ia tengah berada dalam arena marathon. Bahkan jika ia punya kekuatan super sekalipun ia akan kelelahan sebelum tiba di garis finish.

Aku lirik mulai berlari dari Surabaya dalam “Persemaian” (hlm 3) dimulai dari ingatan tentang kisah yang telah lama menjadi masa lalu tetapi menjadi dekat sedekat hari ini. Akan berapa lama lagi semua kenangan bertahan? Sebuah pertanyaan yang paling sulit untuk dijawab menjadi pembuka buku ini. Selanjutnya semua kisah berlarian, berjatuhan seperti rinai hujan.

2.    Referensi Diri

CJS seperti menu lengkap dalam sebuah sajian. Di antara puisi-puisi tentang perasaan cinta dan semacamnya, terdapat beberapa puisi yang bertema nasionalis. “Inilah Wajahku”, “Janji Merdeka”, “Karnaval Proklamasi Ibu Pertiwi” dan “Negeri Tanpa Janji” di antaranya.

“Inilah wajahku” menjadi sebuah referensi diri dalam komunikasi yang sedang dilakukan YSB.  Apa yang YSB lihat dan ia katakan tentang negaranya (Indonesia) pada akhirnya  membuat aku lirik harus mengatakan bahwa itu memang wajah cintanya .../Indonesia adalah/ kaleng berisi sabu yang disimpan di bawah ijasah palsu/ tapi tak akan kutukar/ merah putihku dengan puluhan bintang/ karena itulah wajah cintaku//.

Lalu pada Pohon Hidup (hlm 97) .../cinta memerdekakan/ hidup harus ditunjukkan/.../Akuilah diri kita/ kau terima aku apa adanya/....merupakan bait yang memggambarkan sebuah referensi diri.


3.    Refleksivitas Diri

Aspek refleksivitas cukup banyak dalam CJS. Barangkali, inilah yang menjadi pilihan-pilihan manusia dalam aktivitas komunikasinya. Aku lirik dimungkinkan untuk melihat diri sebagai “diri”, sebagai bagian lingkungan maupun sebagai bagian yang terpisah dari lingkungan. Dari refleksi diri ini aku lirik mampu untuk berpikir tentang pertemuan-pertemuan yang ia alami dan keberadaan dirinya, serta tentang komunikasi dan perilaku manusia. Memilih diam dan kesedihan setelah diam menjadi pilihan dalam fase refleksivitas.

.../namun jika nanti ternyata dia mencariku/.../meski negeriku diam tak bersuara// (“Negeri Tanpa Janji”, hlm 99). Puisi ini bicara tentang seberapa berharga aku lirik bagi negeri ini, sebuah refleksivitas diri yang sangat elegan.

Tercantum pula dalam “Mari Kita” ...kita tak bersuara hanya ada suara hati/.... serta pada “Karnaval Prolamasi Ibu Pertiwi”(hlm 102), ...(Aku juga berteriak: merdeka!!!/ Meski hanya dalam hati,/ bisakah kau mendengarnya?)//. Hal yang serupa juga bisa ditemukan pada “Berjalan Di Desa Weesp” (hlm 152) ...Jika nanti sekali saat engkau tanyakan/ Jika nanti sekali saat kau ingin tahu/ Maka hanya jawaban jujur yang ada/ Meski itu tak bersuara dan tak kau dengar apa maknanya/ ....

4.    Melepaskan Diri dan Jalan Keluar

Apakah masalah terbesar manusia? Pengkhianatan, ketakutan, kesedihan, kesendirian, kegalauan, gagal move on, ketidakmapanan, kehilangan orang tercinta, kehilangan pekerjaan, kehilangan jati diri, ketidakwarasan, kehilangan kemerdekaan, ketidakbahagiaan? YSB pelari yang gesit dan energik ini pun tidak lepas dari semua itu. .../Mataku perih menangis kehilanganmu/...(“Mencari Apa”, hlm 21)

Sudah kuduga akan begini/ memang bebal membuat rasa sakit di hati/ sisa-sisa kisah jangan dikenangkan lagi/ bisakah berjalan sendiri?// (“Menunggu Armagedon”, hlm 40)

Waktu yang kami rampas diminta kembali oleh pemiliknya/.../senyuman kami yang terakhir kali saling tersungging begitu saja/ tiba-tiba menjadi begitu lapar sangat terasa// (“Duduk Berdua”, hlm 41).

Akan tetapi “Pintu Biru yang Ragu-ragu” mewakili kesedihan yang tidak membuatnya harus kehilangan sisi gentleman. Bacalah dengan lengkap puisi tersebut dan berhentilah pada bagian ini .../Sesungguhnya kamu di mana?/Tanganku mulai lemah membawa tas kain penuh cinta/ jadi benar semua ini telah menimpaku?/....

Liliweri (2009) menyebutkan bahwa kadang kita berkomunikasi untuk melepaskan diri atau mencari jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Seberapa banyak di antaranya yang bisa kita selesaikan dengan memperbaiki komunikasi? Dalam “Ketika Kita Sendirian” (hlm 95), aku lirik menceritakan kembali dialog-dialognya dengan kau. /Aku merasa kau tinggalkan/ harus berjalan sendirian membuatku ketakutan/.../Ketika kau menjawab bahwa selama ini kau juga sendiran tiba-tiba aku punya keberanian/.../kini aku mengerti bahwa kita tidak pernah sendirian//. Aku membuka ruang komunikasi dengan si kau dalam kesendirian yang membuatnya ketakutan namun setelah itu ia mampu menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Bahkan ketika hal paling buruk terjadi, dalam “ Lambaian Berpisah (hlm 6), aku lirik menemukan sebuah pencerahan yang ia komunikasikan kepada kita sebagai pembaca. Jangan risau jika kalian sendiri atau disendirikan/ karena saat sendiri atau bersama/keduanya sesungguhnya sama saja/....

5.    Relasi dan Pilihan Berharga

Dalam pengantarnya di buku ini, YSB menyatakan bahwa “Menulis adalah ekspresi perasaan, hakekatnya adalah wujud kebebasan.” Menulis dan berlari menjadi pilihan YSB mengomunikasikan seluruh jiwanya. Tidak salah lagi, CJS adalah dialog batinnya kepada orang-orang terdekat, kepada orang asing di luar sana, kepada kita semua. “Izinkan Aku berlari” (hlm 141) menjadi sebuah moment gunting pita yang meresmikan dua pilihan hidupnya. Pilihan hidup yang salah mempertemukannya dengan lima rekan spesialnya,  dalam buku Cinta Jangan Selesai ini.  

“Terbakar Tumbuh Kembali” (hlm 54) oleh HE Benyamin; “Kupu-kupu” (hlm 173) oleh iLuz; “Hidup adalah Pilihanku” (hlm 145) oleh R.A. Nora Lelyana; “Sebuah Kisah Akhir Jalan” (hlm 105) oleh Septi AS Abdullah; dan “Rubuhnya Aksara Angka 9 – 0” (hlm 32) oleh Naidee adalah harmoni, menjadi warna-warni yang bersinergi satu sama lain dalam CJS. Ada benang merah yang bisa ditemukan dari puisi-puisi tersebut yang akan membuat mereka saling mencerahkan satu sama lain.

Pencerahan demi pencerahan ditemukan oleh YSB setelah melewati masa-masa berlari. Bukan, ini bukan berarti ia berubah jadi malaikat yang tak beremosi. Ia masih memiliki rasa susah dan sedih .../ Saat itu hati susah dan airmata berlomba menguasai hari-hariku/.../ Ternyata aku masih bisa merasa susah saat kau tidak memililihku/.../Tapi aku sudah terlatih untuk tidak berkeluh kesah/ Di usiaku yang lewat senja sudah/.... (“Cerita Pohon Jambu, hlm 175) bentuk kontemplasi yang sempurna sebagai seorang manusia. Puisi ini menuturkan sebuah kejujuran bahwa sedih, susah, dan air mata tidak mengenal gender bahkan usia.

Air yang tergenang akan menjadi sarang penyakit, begitu kira-kira sebuah nasihat tentang betapa kita seharusnya bergerak, berubah, berkelana. Dalam “pelarian-pelariannya” YSB mendapatkan begitu banyak hal berharga. Yang paling berharga ia temukan dalam “pelarian”nya dari Amsterdam ke Praha, Cheko.
 .../Kemudian angin mengirimkan salamnya/ Bahwa keinginan itu, seperti air yang akan mencari jalannya/.../Orang besar bisa menerima kebahagiaan orang lain tetapi/ Tidak semua orang bisa menjadi orang besar// Bebas adalah tidak memelihara takut/ Perasaan takut, khawatir, harus dibuang/ Untuk menguji seseorang yang tulus atu tidak maka/ Kita harus yakin bahwa mereka menerima kita apa adanya//. (“Perjalanan Amsterdam ke Praha, Cheko”, hlm 169). Cuplikan bait ini adalah tujuh mutiara YSB. Mutiara yang ia ronce selama perjalanan 12 jam di atas bus menjadi sebuah gelang cantik or something. Tujuh hal penting yang mungkin baru terekstrak selama ia berlari di dataran Eropa, lebih tepatnya di Amsterdam.

Epilog
Apa yang terjadi di Amsterdam sebelum ia ke Praha, biarlah menjadi kisah lain di kemudian hari. Yang jelas, ketika angin mengirimkan salamnya, YSB kemudian menitip satu pesan singkat bagi pelari lain dalam kehidupan ini: Cinta Jangan Selesai! []Nai, Zona merah, Siang Malam Juni 2020 ditemani Suraj Huwa Madham dan Full Album Naff The Best of


Referensi
Liliweri, Alo. 2009. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya.Yogyakarta :Pustaka Pelajar.
Ruben, Brent D. 2014. Komunikasi dan Perilaku Manusia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syuropati, Mohammad A. dan Agustina Soebachman. 2012. 7 Teori Sastra Kontemporer & 17 Tokohnya. Yogyakarta:In AzNa Books.

*Cuplikan beberapa puisi YSB dalam CJS


Disampaikan pada peluncuran dan bedah buku CJS, 27 Juni 2020.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar