Selasa, 12 Juni 2018
:Catatan Tepi Sebuah Pelatihan
Sebelum membaca lebih jauh postingan yang satu ini, aku mau prolog dulu
yaa. Postingan kali ini agak beda dari postinganku sebelumnya. Biasanya aku
menulis seputar sastra (termasuk juga seni budaya), dunia perempuan dan
pernik-pernik parenting alias
kesibukanku sebagai emak. Kali ini, aku mau jujur. Selain sibuk berkhidmat di
jalan sastra dan dunia keibuan, aku sebenarnya adalah seorang pengajar di
sebuah perguruan tinggi negeri di kotaku. Yup, aku seorang dosen. Tulisanku
kali ini akan berkisah sekelumit pengalamanku sebagai dosen.
Kebetulan atau Takdir?
Siang itu, aku sedang sibuk mengetik soal ujian tengah semester di ruang
kerja. Para pimpinanku, Kajur dan Kaprodi silih berganti keluar masuk ruangan. Terlihat
jelas mereka sedang rusuh. Sayup-sayup aku dapat menangkap hal yang sedang
menjadi permasalahan mereka pada saat itu. Intinya, mereka sedang mencari dosen
yang bisa mengikuti sebuah pelatihan selama beberapa hari karena dosen yang
sudah ditunjuk sebelumnya ternyata tidak bisa ikut. Aku sudah tahu nama
pelatihannya serta nama-nama yang ditunjuk sebelumnya dari percakapan di grup
WA. Nama pelatihan itu Pekerti. Aku sendiri sebenarnya sudah pernah mengikuti
pelatihan Pekerti dan mendapat sertifikat Pekerti pada awal-awal aku diterima
sebagai dosen di kampusku. Sayangnya, menurut info yang kudengar, sertifikat
tersebut tidak diakui.
Seingatku pelatihan bernama Pekerti itu berisi tentang cara mengajar dan
mendidik yang baik dan benar seperti materi yang pernah kudapat sewaktu kuliah
di FKIP. Aku berharap semoga suatu hari nanti bisa mengikuti Pekerti lagi.
Selain ingin mendapat sertifikat yang diakui, aku juga ingin menambah ilmu. Aku
lulus S-2 sekitar 2007. Sekarang sudah 2018. Aku benar-benar rindu suasana
akademik, suasana kuliah. Mungkin ada yang iseng bertanya, mengapa tidak
mendaftar S-3 saja? Hehe, aku sudah pernah mengikuti seleksi S-3 dan dinyatakan
lulus di sebuah kampus. Hanya, saat itu, aku harus memilih untuk membatalkan
S-3.
Aku masih asyik menekuni laptopku. Tak sedikitpun aku berharap akan
ditunjuk menjadi peserta Pekerti karena aku sadar diri. Sebelumnya, aku baru
saja ditunjuk mengikuti pelatihan penyusunan proposal pengabdian masyarakat dan
mengikuti pula pelatihan seputar pengunggahan proposal di kampusku. Akan tetapi,
entah bagaimana tak sengaja, refleks aku mendongak ketika untuk kesekian kali
kajur dan kaprodi masuk ruangan. Ketika mata kami bertemu, Kajur seakan
mendapat ide.
“Eh, Nai maukah ikut Pekerti?”
“Aku?” Aku bingung menjawab apa tapi aku teringat pesan suamiku, jika
ada kesempatan baik yang datang padamu, jangan menolaknya. Kesempatan tidak
akan datang dua kali. Kalimat ini adalah motivasi terbesar dalam sejarah
karirku selama ini. Seingatku, dua kali saja aku pernah menolak kesempatan baik
dalam hal karir. Yang pertama, kesempatan mengikuti seleksi mengajar BIPA (Bahasa
Indonesia untuk Penutur Asing) di Polandia dan yang kedua kesempatan S-3.
Akhirnya aku menerima tawaran (:penunjukan) tersebut- terima kasih telah
menunjuk aku ya Bos! Suamiku menyatakan siap menangani urusan domestik selama
aku pelatihan. Alhamdulillah anak-anak bungsuku sudah tidak ditunggui lagi saat
sekolah. Jadi yang perlu dipikirkan hanya soal antar-jemput dan makan siang.
“Tapi... acaranya di hotel. Beberapa hari terpapar AC seharian penuh, apa
aku kuat ya?” gumamku. Aku alergi AC. Biasanya dampaknya adalah aku akan merasa
sakit kepala parah, menggigil, mengantuk berat, dan mengalami nyeri di
persendian. Obatnya ya tidur, istirahat dalam selimut tebal.
“Gampang, pakai jaket, bawa minyak kayu putih” suamiku selalu menyemangati,
“Kamu pasti bisa!”
“Tugasnya susah ya, Bu?” aku bertanya pada temanku yang baru beberapa waktu
lalu mengikuti Pekerti.
“Ah, kalau bagi yang M.Pd pasti gampang itu tugasnya...” jawab temanku. Aku
sumringah. Tak sabar rasanya menanti hari pelatihan. Terlebih setelah menerima
jadwal kegiatan yang menampilkan judul-judul materi. Inilah pelatihan yang
kutunggu-tunggu.
Aku percaya, tidak ada yang kebetulan. Pasti Tuhan sudah merencanakan semua
ini untukku.
Hari Pertama
Aku bangun lebih awal. Anak-anak cukup kooperatif pagi itu. Kepalaku
sedikit pening. Aku sedang hari pertama mendapat tamu bulanan. Untuk itu aku
memilih terusan hitam (jaga-jaga kalau tembus) dipadu kerudung syari seperti
biasanya. Sebelum bersiap, aku masih sempat mengepel dan menjemur cucian. Yang
pernah baca ceritaku tentang alergian anakku pasti paham mengapa mengepel
adalah agenda penting buatku.
“Ingat, ya kalau Abah belum menjemput, tetap dalam pagar sekolah” aku
mewanti-wanti si bungsu alias kembarku. Aku agak pesimis suamiku bisa menjemput
tepat waktu mengingat dia juga sibuk.
Sesampainya di hotel, aku lihat sudah banyak peserta yang datang. Setelah
registrasi, aku mendapat tas biru. Di dalamnya ada empat bahan pelatihan yang
cukup tebal. Aku memasang tanda peserta lalu menuju ruang berlabel Mahakam. Bangku
dan meja tertata apik dengan nama peserta sudah diletakkan di atas meja. Satu
meja dua bangku. Aku bersebelahan dengan dosen pengajar Agama Islam. Aku
bersyukur bersebelahan dengan sesama pengajar MKDU. Setidaknya kami bisa bertukar
cerita. Kau tahu... menjadi dosen MKDU mempunyai suka duka tersendiri.
Acara pembukaan berlangsung khidmat. Saat menyanyikan lagu Indonesia Raya
dan Mars kampusku, aku bersemangat sekali. Maaf ya teman di samping, kalau
ternyata suaraku tidak enak didengar, hehe. Sambutan demi sambutan kusimak
dengan baik. Aku pikir, beruntung sekali aku mengikuti pelatihan tersebut
karena dari sambutan aku mendapat beberapa info tentang pentingnya mengikuti
Pekerti.
Setelah acara resmi dibuka, kami diperbolehkan menikmati kudapan. Kudapan
hotel biasanya enak, kan ya? Ada teh dan kopi. Aku memilih teh. Sesi kudapan
alias rehat tidak lama. Materi pertama adalah Strategi Peningkatan Kualitas
Pendidikan Tinggi oleh Prof. Dr. Ir. Gt. Muhammad Hatta,MS. Beliau keren
sekali menyampaikan materi. Aku suka gayanya menyampaikan. Kupikir, beruntung
sekali yang pernah menjadi mahasiswanya. Ketika sesi materi beliau berakhir dan
beliau melangkah ke luar ruangan, aku sebenarnya ingin sekali menyapanya dan
mengajaknya berfoto tapi sayang aku tidak berani.
Materi berikutnya adalah Penilaian Hasil Belajar yang disampaikan
oleh Prof. Dr. Suratno, M.Pd. Beliau adalah Ketua LP3 ULM. Materi ini langsung
menguras energi dan mengasah otakku yang lama tertidur dari hal-hal berbau
hitungan rumit. Ya ampun, tugasnya bahkan berbasis statistik. Aku merasa
mengalami kemunduran kerja otak. Apa karena pengaruh usia ya? Hehe, ada-ada
saja yah. Aku mencoba fokus sambil menghibur diri, dulu kan waktu S-2 nilai
statistik aku paling tinggi di kelas. Pasti bisa! Pasti.. tapi kok aku pusing
ya? Bisa diganti dengan menulis sebuah cerpen saja tidak ya? Hehe. Baiklah, aku
akan belajar lagi.
Hari Kedua
Panitia sudah berkoar-koar agar kami jangan terlambat di hari berikutnya.
Aku bahkan tidak sempat mengepel di hari kedua. Salah satu anakku – satu dari
si kembar – sakit. Seperti biasa, yang satunya ikut pula tidak masuk dengan
alasan pusing. Satu sisi aku lega, anakku aman di rumah. Sementara para kakak
sudah dewasa, bisa kupercayakan kepada gojek. Aku belum sempat membaca bahan
yang dibagikan oleh panitia. Tadi malam aku meringkuk di bawah selimut
bunga-bunga biruku yang sangat tebal untuk memulihkan fisikku.
Kulihat di jadwal, materinya adalah Teori Belajar dan Motivasi oleh
Dr.H. Karyono Ibnu Ahmad, M.Pd. Aku merasa pede sekali menyongsong materi
tersebut. Ternyata, pemateri memakai strategi tanya jawab dengan peserta.
Beliau bertanya, “Teori apa yang Anda pakai selama ini dalam mengajar?” Simpel
kan pertanyaannya tapi cukup untuk membuat pedeku tetiba menurun. Aku
menyembunyikan papan nama di atas meja agar tidak ditanyai oleh pemateri. Malu,
kan kalau M.Pd tidak bisa menjelaskan teori belajar? Hehe. Berikutnya, aku
membuka-buka bahan dan yup, aku langsung ketemu jawabannya kok. Aku selama ini
memakai teori humanistik.
Selanjutnya, ada materi konstruktivisme dalam Pembelajaran, Metode
Pemberian Tugas dan Model-model Pembelajaran Inovatif.
Hari Ketiga
Harusnya hari ini aku ke rumah sakit, ke Poli Geriatri. Sesuai jadwal, hari
ini hasil tes lab ayahku keluar dan akan didiskusikan dengan dokter. Hari ini
juga anakku yang kemarin sakit harus dibawa ke dokter karena keadaannya sangat
tidak baik. Betapa bingungnya aku. Sementara, untuk izin meninggalkan pelatihan
selama sekian jam aku tidak berani. Panitia sudah menyampaikan kemarin,
ketidakhadiran bisa mempengaruhi lulus-tidaknya kami dalam pelatihan ini. Alhamdulillah
pagi itu aku mendapat solusi. Ada yang bisa menggantikanku ke rumah sakit untuk
bertemu dokter ayahku. Sedangkan anakku yang sakit, dengan gagahnya berkata,
“Aku tidak perlu ditemani mama ke dokter hari ini”. Lalu, kembarannya pun
berkata, “Tak apa, aku hari ini sekolah sendiri”. Ini hari yang luar biasa bagi
emak, euy. Terima kasih semuanya!
Materi pertama yaitu Hakikat Metode
Instruksional oleh Dr.Chairil
Faif Pasani, M.Si; kemudian dilanjutkan materi Dasar-dasar Komunikasi dan Keterampilan Dasar Mengajar oleh Prof. Dr.H. Rizali Hadi,MM. Setelah
itu, materi Desain Intruksional oleh
Dr. Herry Porda Nugroho P, M. Pd.
Kemudian materi ditutup oleh Teori
Praktik Mengajar/Pembelajaran
dengan Team Teaching oleh Dr.Ir.Gt.
Rusmayadi, M.Si.
Pada hari ini dipelajari tentang Androgogi
terkait pembelajaran, yaitu prinsip pembelajaran pada orang dewasa mengingat
mahasiswa dari segi usia sudah bukan anak-anak lagi. Mengajar orang dewasa
tentu tidak sama dengan mengajar anak-anak. Ada hal-hal khusus yang harus
dipelajari oleh dosen untuk menjadi pengajar yang berhasil. Ini nih yang kumakud
dengan Pekerti untuk yang mau mengerti.
Sementara itu, dalam pembahasan desain instruksional disebutkan ada tiga tahap
dalam kegiatan instruksional, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengembangan.
Dosen hendaknya dapat mengidentifikasi kebutuhan program pembelajaran, dapat
merumuskan tujuan instruksional, dapat melakukan analisis instruksional. Peserta
latihan membuat RPS dengan menerapkan tujuan instruksional umum dan khusus. Di
samping itu, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran diperlukan juga team teaching. Team teaching yang dimaksud terdiri beberapa jenis.
Kira-kira pukul 11, telpon selulerku berbunyi. Ada panggilan dari guru
anakku. Oh, tidak, anakku yang sekolah, muntah di sekolah. Suamiku menjemputnya
dan akhirnya lengkap dua-duanya kembarku di rumah dalam keadaan sakit.
Hari Keempat
Hari keempat aku kaget karena tempat duduk kami berubah tapi syukurlah
teman di samping tetap sama. Bagus juga sih ide memindah tempat duduk ini.
Suasana alias sudut pandang kita jadi baru lagi. Materi pertama di hari
terakhir adalah Implementasi KKNI/SNPT
pada MK (RPS). Materi ini sangat aktual menurutku. Pas sekali dengan
kebutuhan kami saat itu. Aku sendiri sudah pernah membuat RPS setelah mengikuti
pelatihan dan workshop kurikulum
terkait RPS sesuai KKNI.
Yang paling menarik di sesi ini adalah ketika pemateri membagi kertas
warna-warni berperekat untuk kami membuat desain instruksional mata kuliah kami
masing-masing. Mau lihat hasil rancanganku?
Sesi selanjutnya paling menyenangkan sekaligus mendebarkan, yaitu Praktik Mengajar Mikro Paralel. Kami
dibagi menjadi tiga kelompok besar dengan masing-masing satu pemateri. Dalam
ruangan masing-masing (aku di ruang Kahayan) kami bergiliran mengajar di depan
peserta lain. Aku sudah sering menjadi pemateri alias pembicara di hadapan
berbagai audiens. Mulai anak-anak, remaja, mahasiswa hingga para guru SD, SMP,
SMA, ustadz-ustadzah ponpes pernah menjadi audiensku. Tapi hari itu aku harus
mengajar di depan rekan sesama dosen kampusku? Oh, kurasa ini akan jadi
pengalaman yang takkan terlupakan. Aku sempat nervous sampai sakit perut lho!
Aku memilih materi Ejaan. Teman-teman ku-setting sebagai mahasiswa. Aku
membuka materi dengan apersepsi alias prolog istilahnya kalau dalam
pertunjukan. Mula-mula aku bertanya adakah yang masih di luar kelas. Suasana
mulai cair setelah sebelumnya agak tegang. Aku mengucap salam, meminta salah
seorang memimpin doa, lalu mengabsen mereka. Aku menyuruh mereka menulis,
mengerjakan latihan dariku. Instruksinya adalah “Tulislah kalimat yang ibu
ucapkan! Ibu hanya mengulang dua kali, ya.” Lalu aku mengucapkan lima kalimat.
Setelah menulis, lembar tugas kusuruh tukarkan dengan teman di samping untuk
dikoreksi. Beberapa ternganga tidak percaya kalau aku akan menyuruh mereka
ini-itu. Oiya, hasil koreksiannya... semua salah! Bagaimana tidak salah..
kalimat yang mereka tulis rata-rata tidak memenuhi kaidah sebuah kalimat.
Sebuah kalimat harusnya diawali oleh huruf besar dan diakhiri oleh tanda titik
atau tanda tanya atau tanda seru. Belum lagi koreksian ketentuan Ejaan lainnya.
Sebagian besar tertawa dan tersenyum simpul.
Akhir yang mengesankan bagiku. Aku pulang membawa sertifikat sebagai tanda
sudah menjadi peserta Pekerti. Di
depan pintu terpampang rekap kehadiran peserta. Syukurlah kehadiranku aman.
Kami pulang membawa tugas-tugas untuk selanjutnya bisa mendapatkan sertifikat
tanda lulus Pekerti. Tugasnya tidak gampang, lho tapi aku yakin pasti bisa.
Sayang kan sudah ikut pelatihan tapi tidak berusaha mendapatkan sertifikat
tanda lulus? Oiya, setelah Pekerti ini pengen deh rasanya aku ikut pelatihan
selanjutnya seperti AA (Aplied Approach) dan lain-lain.
Di rumah, aku semangat sekali menceritakan pengalamanku selama pelatihan
kepada suamiku. “Kau tahu, semua materinya penting dan menyenangkan. Aku merasa
mendapat air dingin di tengah gurun. Lama sekali aku tidak menemukan suasana
seperti itu,” celotehku. Kalimat suamiku ketika menanggapi cerita panjangku
membuatku tertegun. “Sudah saatnya kamu S-3”[] Nai.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Wah seru banget mbak nai acaranyaaaa. Kalo pelatihan rugi banget jika ada kesempatan gak ikut hihi
BalasHapusBetul En. Apalagi kalau pelatihannya dibayari. Hehe
HapusHihi wah kalo mba mau S3 memang pantang menyerah ya dalam menuntut ilmu... Kalo ikut pelatihan emang asik bgt sih apalagi materi serta waktunya itu tak terlupakan
BalasHapusYup. Kalau sudah menikah dan punya anak, s3 itu rada berat kayak yang ditanggunh Dilan hehe
HapusMasya Allah. Dalam kesibukan aktivitas Nai yg bejibun, Allah memberikan pertolongan u.hamba-Nya. Alhamdulillah. Selamat menjemput or dijemput S3 hehehe
BalasHapusWah, kalimat akhirmu bikin hati bergetar ka Mia, wkwkwk.
HapusWah ga kebayang mba. Kalo aku pasti malu-malu kucing kalo di suruh mengajar di depan teman sprofesi. Wkwkwk. .gimana mau jd dosen ya aku kalo pemalu gini
BalasHapusMbak Ruli pemalu, kah? Masa sih, Mbak? 😚
HapusKeren bgt bu dosen teladanku iniii... Ulun baca dr atas sampai bawah. Ada bagian2 yg bikin lun senyum trus bilang, "ehh, samaa." itu, ulun sama2 alergi AC. N anak lun + ulun sendiri alergi debu. Jd agenda ngepel ini sesuatu sekali. Hihi. Ga kebayang super sibuknya ibu sbg working mom. Saluteee jempol! Ehm acaranya bikin lun kangen suasana akademik lg. :) cuss bu, S3. Hehe
BalasHapusTerima kasih winda baca catatanku sampai lengkap. Moga gak bosan membaca. Ayo Win, cus s2 😉
HapusNama-nama pematerinya sangat familiar buat saya soalnya Saya lulusan fkip bu nai. Hihihi
BalasHapusEh iyakah? Jurusan apa mba Diah?
HapusGaya bertutur mba Nai kereen, ga bosan baca walau isinya curcol, curcol bermartabat, wkwkwk. Coba kalo aku bertutur bisa bosan kali ya yg baca, hahaha
BalasHapusAku suka part tentang mengambil kesempatan baik krn ga datang 2x,jadi ga perlu izin suami lagi ya, izinnya udah di awal, jadi mikirnya ga kebanyakan. Aah, top dah pasutri yg saling mendukung kaya gini
Ge er aku dipuji Fika, hihi. 😁
HapusIya kalau gak didukung suami susah mau ngapain juga. Nomor 1 dukungan suami,yang lain kemudian.
BalasHapusKerennya pian Mba Nai. Dan yg lebih keren lagi, suami pian, mendukung sekali karir dan passion pian. Mudah2an dosen2 sekarang semangatnya kaya pian jua :)
Yup, Rindang. Dari awal menikah dia dah tahu passion aku. 😘
Hapusmbak nai dosen dimana? aku pikir mbak nai ini guru sma gitu, lah aku salah tangkap pembicaraan selama ini :D *kacau
BalasHapusAda deeh, mau tau atau mau tau banget Rim? Winda tahu tuh aku ngjagar di mana.🤣
Hapusuma main rahasia-rahasiaan pian neh, mun mbak winda tahu berarti sama gawian lawan laki mbak winda sako neh. hahahaha
HapusKeren ya acaranya, kak. Pematerinya juga nama-nama yang sudah dikenal di dunia pendidikan kalimantan.
BalasHapusIya Antung. Pelatihannya gak main-main. Tugasnya itu lho, jadi berasa kuliah lagi😅
HapusKeren sekali Mba. Bisa menginspirasi saya yang sebentar lagi mau ikutan Pekerti.
BalasHapuswah, terima kasih sudah mampir.
Hapus