Selasa, 05 April 2016
# Buku Harianku
# Catatan Umrahku
Aku Penuhi Panggilanmu: Catatan Umrahku (1)
by
Nailiya Nikmah
on
15.23
Aku Penuhi Panggilanmu
Catatan Umrahku (1)
2011-an aku
mengalami sakit yang cukup parah. Sakit yang semula aku remehkan dan aku
tunda-tunda untuk mengobatinya. Sebuah Sakit yang membuat aku berada pada titik
paling nol dalam hidupku. Sakit yang membuat aku begitu menghargai kata “sehat”
dan “hidup”. Sakit yang membuat aku merasa dekat dengan kematian (aku bahkan
mulai merancang-rancang dengan siapa anak-anakku hidup nanti jika aku telah
tiada). Sakit yang membuat aku memiliki satu lompatan hidup yang tidak pernah
aku duga sebelumnya. Selama sakit itu, dalam tiga hari aku mampu mengkhatamkan
membaca Alquran.
Aku sempat
stress menghadapinya tapi lambat laun aku menyerah. Aku memilih berdamai dengan
penyakitku. Aku mengikuti saran keluargaku untuk berobat ke luar pulau. Akupun
pergi ke ibukota negara bersama ayahku. Anak-anakku bersama suami dan ibuku di
rumah. Sebelumnya, dokterku bilang, tidak terlalu berarti Anda ke Jakarta atau ke manapun.
Obatnya sama saja dengan yang saya berikan selama ini. Tapi aku pergi untuk
menuntaskan ikhtiarku sebelum aku mengambil jalan lain. Banyak hal yang aku
dapatkan selama berobat di Jakarta.
Aku makin mengerti betapa berharganya hidup dan kesempatan untuk berbuat
sesuatu dalam hidup. Satu hal lagi, aku semakin yakin, betapa orang miskin
tidak boleh sakit. Sama sekali tidak boleh….
Sepulang dari Jakarta, tidak lama
kemudian aku memutuskan untuk menghentikan obat dokter. Bukan apa-apa. Aku
tidak tahan dengan efek sampingnya. Aku mempelajari banyak buku, terutama
tentang pengobatan herbal, pengobatan nabawi, pengobatan timur, pengobatan
cina, dll. Lalu aku intens membacai tafsir surat An-Nahl. Dari situ aku yakin, madu
adalah salah satu obat segala penyakit. Aku memadukan madu dengan herbal lain.
Alhamdulillah aku merasa lebih baikan. (Maaf, ini bukan testimoni produk. Ini
hanya sedikit ceritaku). Aku juga mencoba terapi totok, bekam, rukyah syariyah,
dll.
Aku merasa lebih
segar tapi di kedalaman hatiku aku tak mampu menepis kemungkinan aku lebih
cepat mati karena penyakitku. Lalu, tiba-tiba aku terpekur. Aku teringat kabah
di Makkah sana.
Aku belum pergi haji. Aku belum pernah ke sana…Bagaimana
aku bisa mati dalam keadaan belum berhaji?
Aku tiba-tiba diliputi rindu yang sangat mendalam. Aku ingin pergi haji.
Itu saja yang aku pikirkan saat itu.
Pelan-pelan aku
menyampaikan keinginanku pada suamiku. Semula ia kaget dan ia merasa belum
yakin untuk mendaftar haji. Proses yang tidak mudah, hingga akhirnya Ramadhan
2012 kami resmi mendaftar haji. Menurut perkiraan, kami akan berangkat tahun
2026! Kota Banjarmasin merupakan kota
yang paling banyak antrian calon jamaah hajinya. Sementara kuota terbatas. Jadi
jangan heran kalau masa keberangkatan kami masih sangat lama. Kukatakan, dengan
mendaftar, aku sudah menunjukkan kesungguhan niatku pada Tuhan.
Tahun-tahun
berikutnya, aku mulai dilanda rindu. Aku mulai berharap agar bisa pergi umrah.
Tiap awal tahun, yang menjadi daftar resolusiku di nomor urut pertama adalah
pergi umrah. Suamiku geleng-geleng kepala. Setiap mendengar ada yang pergi umrah,
diam-diam aku menyeka airmata. Tidak tahu kenapa, selalu saja aku menangis
setiap mendengar ada yang pergi ke sana.
Dan Februari
2016 ini, ketika aku akhirnya pergi umrah, tidak ada lagi yang bisa aku
tuturkan selain Labbaikallahumma labbaik…(bersambung)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar