Rabu, 30 Januari 2013

# Buku Harianku

Ayah, Berhentilah Merokok...!



Ayah, Berhentilah Merokok…!
Oleh Nailiya Nikmah JKF

Ini adalah sepenggal episode hidupku bersama Ayah. Mungkin ayahku takkan pernah membaca tulisan ini karena ayahku tak kenal facebook. Aku harap tulisan ini jadi prasasti cintaku pada ayah dan cinta ayah kepadaku.
Ayahku adalah lelaki penyayang. Ia tak tega melihat makhluk apapun tersakiti. Membunuh seekor semutpun ayahku tak tega. Beberapa kali halaman rumah didatangi ular. Bukannya membunuh ular tersebut, Ayah malah mengobrol dengan ular tersebut sambil menunjukkan jalan keluar dari halaman rumah. Begitu juga dengan tikus yang kadang datang mengganggu. Ayah tak pernah mau memasang perangkap atau meracun. Kasihan, kata ayah. Waktu Ibu sedang mengandung aku, Ayah pernah menolong seekor kucing yang hamil tua dan sedang mencari tempat untuk melahirkan. Kata ibuku, sejak itulah di rumah nenekku banyak kucing.
Ayah berhati lembut tapi kalau berkata-kata kadang agak kasar, apalagi bagi orang yang belum mengenalnya. Waktu kecil aku sangat segan terhadapnya. Ayah sangat disiplin, rapi, teliti. Konon, waktu Ayah masih bujang, kamar ayah bisa dijilat saking bersihnya. Sebelum masuk kamar, kami terbiasa cuci kaki. Aku dan adikku tak pernah membawa mainan ke atas tempat tidur. Kalau sampai ada mainan di atas tempat tidur, artinya kita sudah bosan dengan mainan tersebut alias akan dibuang ayah.
Ayah tak suka jalan-jalan. Hobi Ayah adalah membaca. Hobi ini menular pada kami, anak-anaknya. Kalaupun Ayah mengajak kami jalan-jalan, maka tempat yang dituju adalah toko buku, pameran buku, ya tidak jauh-jauh dari buku. Kalau aku, adikku dan Ayah sudah memegang buku, sepertinya tak ada yang menarik lagi di dunia ini.
Meski tegas dan disiplin – kadang terkesan otoriter, Ayah sebenarnya demokratis. Ketika aku masih duduk di bangku sekolah, hampir tiap malam kami berdiskusi tentang apa saja. Ayah tak gengsi mendengarkan pendapat kami. Satu hal yang tak bisa disepakati Ayah, yaitu masalah rokok (dulu ayahku perokok). Tiap kami menasehati ayah agar berhenti merokok, kami selalu kalah argumen. Macam-macam alasan Ayah. Satu yang menurutku paling aneh, yaitu ayah merokok karena setia kawan! Kata Ayah, sungguh tidak enak kalau sedang berkumpul dengan teman-teman yang semuanya merokok, lalu kita tidak merokok. Rasa gimana…gitu. Aku hanya geleng-geleng kepala.
Ayah sudah sering dinasehati oleh dokter agar berhenti merokok karena ayah sering mengalami serangan sakit dada mendadak. Waktu itu, aku belum tahu teori tentang perokok pasif yang justru lebih menderita daripada perokok aktif. Yang kutahu hanyalah ayahku perokok, ayahku sakit dada, ayahku harus berhenti merokok. Aku belum tahu penjelasan ilmiah tentang rokok semisal kandungan nikotin dan kawan-kawannya itu. Aku juga belum membaca referensi tentang cara berhenti merokok dan cara menolong orang agar bisa berhenti merokok. Aku juga belum tertarik untuk mempelajari hukum merokok menurut agama. Aku pun belum pernah melakukan hitung-hitungan andai uang rokok ayahku dikumpulkan untukku saja. Aku belum terpikir semua itu. Yang ada dalam pikiranku saat itu hanyalah aku mencintai ayah, aku tak mau ayahku mati gara-gara rokok.
Lalu sore itu, menjelang azan maghrib berkumandang seperti biasa, kami ngobrol-ngobrol bersama Ayah. Aku berkata, “Ayah, seandainya aku meninggal, aku meminta satu permintaan terakhir, apakah ayah akan mengabulkan?” tanyaku.
“Memangnya kau mau minta apa?” tanya Ayah.
“Aku minta, Ayah berhentilah merokok… Ya, Yah. Jangan lupa, ini pesanku kalau aku mati duluan” Entah darimana aku dapat kalimat tersebut. Yang jelas, sebagai anak-anak pada saat itu aku sudah kehabisan bahan untuk menasehati Ayah.
Subhanallah. Sungguh ajaib, sejak itu, Ayahku benar-benar berhenti merokok. Hari ini belasan tahun telah berlalu, tak jarang ibuku mengungkit cerita lama tersebut sambil berkata, “Tuh, Ayahmu tak mau mendengarkan kata-kata Ibu, tapi mendengarkan anak-anaknya mau aja”
Aku suka tersenyum sendiri jika mengingat peristiwa tersebut. Apakah sebenarnya yang membuat ayahku berhenti merokok? Aku tak pernah menanyakannya, dan aku tak ingin bertanya. Biarlah aku merasa senang dan bangga dengan satu simpulan yang kuukir sendiri bahwa ayahku berhenti merokok karena ia tahu aku mencintainya dan karena ia pun mencintai kami, anak-anaknya.

3 komentar:

  1. Subhanallah, terharu ulun... Salam lawan Abah JKF :)

    BalasHapus
  2. halo, aku berumur 12 tahun. ayah ku seorang perokok (45). aku ingin ayahku berhenti merokok, selain karena demi kesehatan ayahku, karena aku juga sangat terganggu jika ayah sedang merokok di dekatku. aku sudah menasihati ayah agar berhenti merokok, tetap saja ayah selalu punya argumentasi.waktu umurku 8 tahun, aku membuat perjanjian dengan ayah, ayah hanya boleh merokok 1 batang sehari. tetapi ayah selalu saja melanggar. bagaimana yah agar ayahku berhenti merokok? apakah ada cara lain? terimakasih.

    BalasHapus
  3. oh, ya Tuhan, aku baru membaca komen ini! kau bahkan tidak meninggalkan identitasmu. semoga kausudi menengok "Tatirah" kembali.
    menurut buku yang kubaca, tidak ada cara yang paling ampuh untuk berhenti merokok selain benar-benar stop. satu batang sehari atau berbagai pengecualian tidak akan terlalu berguna.
    kita bahkan harus menjauhkan semua benda atau barang yang mengingatkan si perokok terhadap rokok. Tidak hanya rokoknya, asbaknya juga. Bahkan seprei, sarung bantal, gorden dan semua yang menyimpan bau asap rokok harus dicui bersih. Itu menurut di buku siiih. tentu saja faktor intern atau niat dari orangnya lebih utama. tapi sebagai anak, kita wajib memberitahu orang tua dengan cara yang baik dan santun. selain itu, doakanlah. doa adalah senjata rahasia yang tidak akan tergantikan.

    BalasHapus